/0/30351/coverorgin.jpg?v=1a70ca6c85bd2d369dece791687b8226&imageMogr2/format/webp)
"Udah pergi." kata Riri terdengar lirih. Ia merasa bingung harus bertindak seperti apa.
"Lah gimana sih. Kamu nggak kangen sama bapakmu?"
"Nggak tau deh." ucap Riri dengan perasaan kecewa yang kembali muncul ketika melihat bapaknya. Rasa benci seakan tak bisa di bunuhnya. Mungkin terlalu banyak perbuatan bapak yang membuat Riri sakit hati.
"Sebenernya aku kangen juga sih sama sosok seorang bapak. Tapi bapakku sepertinya udah lupa sama aku apalagi sama ibuku." jelas Riri sedih.
Akbar tidak menanyakan lebih dalam lagi soal bapaknya. Takut Riri akan lebih sedih lagi.
Mereka pun mulai menukar tulisannya masing-masing. Riri memegang kertas milik Akbar dan siap membacanya. Ia membuang pikirannya tentang bapak. Ia hanya ingin luka yang bapak berikan di pendam dalam-dalam di dalam hatinya.
(Kenapa harus kulihat luka di ujung sana. Luka yang tak pernah ku rasakan. Seakan semburat duri menancap di dada.
Papa, seharusnya kau menjadi panutanku, tetapi ada apa denganmu? Kenapa seolah kau melukiskan tinta hitam dan membawa kabar buruk.
Tidak ingatkah kau selama ini aku selalu menjadikanmu penyemangat dalam hidupku? tolong jangan rusak jiwa ini. Anakmu sangat menyayangimu wahai sang pemimpin keluarga.)
Riri membaca dengan penuh rasa iba kepada Akbar.
Ia melayangkan pandangan kepada Akbar.
"Gimana menurut kamu?" tanya Akbar dengan raut wajah datar.
Riri seakan bisa melihat kesedihan di mata Akbar.
"Bagus tulisannya. Jujur aku sedih bacanya. Memangnya ada apa dengan papa kamu?" tanya Riri selembut mungkin. Ia tidak ingin memecahkan luka yang di simpan Akbar.
"Aku melihat papa dengan wanita lain." kata Akbar dengan matanya yang menerawang jauh.
Mata Riri membelalak mendengar ucapan Akbar.
"Serius kamu? mungkin kamu salah liat kali. Aku tahu papa kamu orangnya sangat baik. Nggak mungkin papa kamu berbuat kaya gitu." Riri merasa sedikit kesal dengan apa yang terjadi. Sejujurnya ia sangat kaget dengan cerita Akbar.
"Aku serius Ri, aku liat pake mata kepalaku sendiri. Selama ini aku udah memata-matai papaku. Dan ternyata memang benar papaku berselingkuh. Puncaknya aku melihat perempuan itu masuk ke dalam mobil papa dan mereka berdua melakukan hal layaknya suami istri. Disitu aku marah banget. Hati aku sakit. Malam itu aku nangis." jelas Akbar dengan mata berkaca lalu menunduk. Sebenarnya ia sangat malu harus menangis dan menceritakan semua yang terpendam dalam hati.
"Yaudah sekarang waktunya kamu ngomong sama mama kamu." Riri memberi saran dengan menggebu-gebu. Sebagai seorang wanita. Ia merasa kesal jika ada di posisi mama Akbar. Bukan kesal lagi, mungkin ia akan menangis sejadinya.
"Nggak mungkin aku ngomong sama mamaku." kata Iyan dengan tegas. Ia tidak mau menyakiti hati mamanya. Namun di sisi lain ia ingin membongkar kebusukan papa.
"Kamu harus ngomong Bar!" bentak Riri saat itu juga. Baru kali ini ia bersuara tinggi dengan Akbar.
"Aku nggak mau nyakitin mama aku,Ri." jawab Akbar tanpa membalas nada tinggi Riri. Ia tetap menjaga emosinya agar stabil.
"Kalo kamu nggak ngomong sama mama kamu. Itu artinya kamu perlahan nyakitin mama kamu sendiri. Mama kamu hidup dalam kepalsuan cinta papa kamu." Tuduh Riri seakan ia tahu segalanya. Ia memang merasa sangat emosi.
"Kamu nggak tau rasanya jadi aku. Aku bingung, Ri." Akbar mengacak rambutnya dengan kasar.
/0/2446/coverorgin.jpg?v=f6d9bcad1b57dd615f2d32909f9e4759&imageMogr2/format/webp)
/0/22779/coverorgin.jpg?v=c7df2ae606df727a42b8bbece4cef249&imageMogr2/format/webp)
/0/27624/coverorgin.jpg?v=d835003021b2dcaffd0db8369e1c1393&imageMogr2/format/webp)
/0/3861/coverorgin.jpg?v=7853e354b1b8adaa688c7c566758571a&imageMogr2/format/webp)
/0/20579/coverorgin.jpg?v=2a9ead463aa57c9d48544b5acfa2bce0&imageMogr2/format/webp)
/0/28398/coverorgin.jpg?v=b6753d55de50fdeda83199c069830624&imageMogr2/format/webp)
/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
/0/5358/coverorgin.jpg?v=6d4c9a2ab90be39e6bdaf94bf3cd580e&imageMogr2/format/webp)
/0/3400/coverorgin.jpg?v=33a021e708a82c87036af9ed381d3ca3&imageMogr2/format/webp)
/0/3939/coverorgin.jpg?v=941fdc8b2225acf82e284984594fa01d&imageMogr2/format/webp)
/0/13410/coverorgin.jpg?v=38a6ed5b9e7e5aedcfa336729d76a053&imageMogr2/format/webp)
/0/26467/coverorgin.jpg?v=caa28b1fb67757bed34433855f516d01&imageMogr2/format/webp)
/0/16725/coverorgin.jpg?v=e1c857758837a3eb377662145b594883&imageMogr2/format/webp)
/0/19583/coverorgin.jpg?v=dbcc1ce290daebd393b9182962021d9a&imageMogr2/format/webp)
/0/16990/coverorgin.jpg?v=b3d9dac945b80ee6f36e0eaedaa1c766&imageMogr2/format/webp)