Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Bab 1.
Meysa berusaha menerima perjodohan ini. Sebagai baktinya kepada orangtua yang telah membesarkan dan mendidiknya. Akan tetapi bisakah dia membuka hati untuk mencintai jodoh pilihan orangtua yang seorang duda beranak dua. Bisakah anak tiri menerima kehadirannya. Serta mantan istri yang sering mengusik hidup mereka.
*******
"Selamat Pagi, Pa, Ma!" sapaku. Pagi ini aku sarapan sambil terburu-buru.
"Hmm, pasti kesiangan lagi, belakangan ini Meysa sering tidur larut malam karena menyelesaikan tulisan skripsinya," jelas Mama ke Papa.
Papa menyudahi sarapannya. Diam sambil tertegun memikirkan sesuatu. Belakangan ini terlihat perubahan di dirinya. Tubuhnya yang ringkih termakan usia dan kulit mulai keriput, serta rambut pun sudah banyak di tumbuhi uban, pertanda usia telah memasuki senja.
"Boleh Papa berbicara sesuatu," ucap Papa.
"Ada apa kelihatannya serius amat?" tanya Mama.
"Papa berniat menjodohkan kamu dengan anak temanku, namanya Harry. Ia menjabat sebagai manajer di perusahaan keluarganya.
"Apa kamu bersedia menerima tawaran Papa?" tanya Mama padaku.
"Kita tidak ada pilihan lagi, bila anak kita mau di jodohkan maka biaya kuliahnya akan terselamatkan. Hutang ku ke orangtua Harry akan lunas," jelas Papa sambil menerawang menatap langit dapur.
Aku tak menjawab pertanyaan Papa. Cepat kusudahi sarapan ini lalu berpamitan sambil mencium punggung tangan mereka.
Sepanjang jalan aku kepikiran terus dengan ucapan Papa tadi. Setahun belakangan ini, usaha yang dikelola Papa mulai mengalami sepi serta hampir bangkrut. Biaya hidup semakin banyak dan meningkat. .
Satu mobil sudah terjual, sertifikat rumah sudah tergadai. Tinggallah satu sepeda motor yang aku pakai untuk transport kuliah. Adikku menggunakan angkot karena sekolahnya tidak begitu jauh dari rumah mereka.
*****
Saat ini aku tengah persiapkan kelulusan. Tekadnya untuk jadi Sarjana Manajemen harus segera terwujud. Untuk mendapat penghasilan aku nyambi berbisnis online. Menjual baju, sepatu, tas, kosmetik apasaja yang diinginkan temen kuliah atau pelanggan di medsos, pasti bisa aku orderkan.
Hampir setiap hari aku disibukkan dengan buku-buku tebal, dan mesin printer. Soal lelah, sudah pastilah demi membahagiakan kedua orangtua dan membantu biaya kuliah dan sekolah adikku,
Sembari menunggu dosen di samping kantor, aku mengingat semua perjuangan untuk sampai di tahap ini. Kampus ini banyak menyimpan kisah cintaku.
Kekasih yang pergi menghilang tanpa kabar. Belakangan di ketahui sudah balikan dengan mantannya. Untuk apa mempertahankan lelaki yang tak serius mencintainya. Tapi ya sudahlah, jodoh sudah di atur Tuhan. Aku lebih memikirkan kondisi Papa.
Belakangan ini kulihat Papa sering sakit, jarang membuka usahanya. Padahal toko busana itu lah satu-satunya penghasilan keluarga ini.
Mama hanya seorang ibu rumahtangga.
Tak terasa lamunanku di kaget kan oleh suara orang yang belakangan ini sering ku kejar dimana pun berada.
Bu Devi sedang mengomel dan melotot hampir lompat tuh biji mata, melihat ke arahku.
"Hey ... dari tadi di panggil kok tidak menyahut?" seru Bu Dosen sambil berkacak pinggang di depanku.
"Habisnya dari tadi di tungguin, Ibu tidak keliatan. Saya tanya kebagian admin kantor, di suruh tunggu saja. Orang penting memang susah di ajak ketemu, kalah Ibu Pejabat," ledekku.
"Mana tugas skripsi kamu, biar saya koreksi. Waktu saya tidak banyak!"
Sombong amattt, batinku dalam hati.
Sembari menyodorkan makalah ke meja Bu Dosen. Kelihatan Bu Dosen membolak-balik kan kertas sambil mengernyitkan dahinya, lalu mencoret beberapa tulisan di makalahku.
"Saya beri waktu tiga hari untuk meralat tulisan itu ya, kabari saya kalau sudah selesai!" perintahnya sambil meletakkan begitu saja berkas di atas meja,
Ia pun berlalu meninggalkan aroma parfum yang kadang harum, kadang anyep tercium di hidungku yang bangir ini.
Aku melihat coretan di makalah tadi. Duh, Tuhan, padahal susah payah aku melakukan riset ke kantor itu, kenapa harus balik lagi kesana, mana karyawannya pada jutek lagi.
Aku memijat dahi untuk menghilangkan pusing di kepala ini. Sambil berjalan menyusuri parkiran, mata ini jelalatan kesana kemari mencari sepeda motor milikku.
Loh, kok tidak ada, biasa ku parkirkan di bawah pohon dekat pos sekuriti. Keringat mulai bercucuran, cuaca panas terik lagi.
"Mey, nyari apa sih, kok mukamu pucat begitu, berkeringat lagi?" tanya farah si sohib baik hati.
"Duh, bantuin yuk nyari sepeda motorku!" pintaku semakin panik.
"Sebentar ya." Farah berlalu meninggalkan pikiranku yang makin kacau.