Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Sang Majikan
"Sebelumnya saya minta maaf, apa kamu bisa melihat dengan jelas?"
Duar!
Baru kali ini ada seseorang yang bertanya seperti itu. Ya, aku terlahir dengan tidak sempurna tapi alhamdulillah Allah masih memberi penglihatan yang sempurna.
"Bisa Pak, saya bisa melihat semua. Walau mata saya seperti ini," jawabku dengan tegas.
Gita itulah nama panggilanku, aku terlahir dengan keadaan yang utuh tapi tidak sempurna. Hinaan dan cemoohan sering aku dapat sejak aku kecil. Sakit hati jelas aku sakit saat mereka dengan entengnya mengolok kekuranganku. Tapi tak apa aku yakin suatu saat ada seseorang yang mau menerima aku apa adanya dan kebahagiaan yang kelak aku rasakan.
Hari ini aku melamar di sebuah pabrik yang cukup terkenal di tempat ku. Saat melakukan wawancara managernya dengan blak-blakan menanyakan kondisi mataku. Tidak hanya beliau tapi satpam juga sebelumnya bertanya seperti itu.
Setelah wawancara sebentar, aku pun menjalani berbagai test dan semua hasilnya bagus. Namun sayang karena kondisi dan kekurangan yang aku punya saat pengumuman aku pun di tolak.
Sedih? Jelas aku sangat sedih. Karena aku berharap bisa diterima dan bisa lekas bekerja. Bukankah kita bekerja dengan tangan dan mata? Kalau mataku masih bisa aku gunakan dengan baik kenapa mereka tidak bisa nerima ku? Atau orang seperti ku tidak bisa kerja di pabrik besar dan milik Sultan?
"Semangat Gita! pasti ada tempat yang bisa menerima kamu. Jangan mengeluh!" kata ku menyemangati diri sendiri.
Hari masih siang ku lajukan kembali motor buntut milik bapak menuju tempat yang lain. Walau panas terik namun tak menyurutkan niatku untuk mencari pekerjaan. Aku tidak ingin membuat orang tuaku sedih karena pulang dengan tangan hampa.
"Permisi Pak, apa disini ada lowongan?" Motor yang baru aku matikan, aku tinggalkan begitu saja menuju satpam dan bertanya dengan sopan. Karena memang didepan tidak ada pengumuman.
"Maaf mbak, baru kosong. Kalau mau surat lamarannya tinggal saja," jawab Satpam itu dengan sopan. Aku pun meninggalkan berkas surat lamaran kepada beliau, berharap nanti ada panggilan kerja.
Tidak terasa waktu sudah beranjak sore dan belum ada satu pun tempat yang mau menerima aku. Kini aku pulang dengan rasa kecewa dan sakit hati. Bagaimana aku bisa mengatakan kepada kedua orang tuaku jika aku gagal lagi?
"Bagaimana Git? Dapat kerjaan?" tanya Ibu saat aku sudah sampai rumah. Tidak mampu aku menjawab dan hanya menggelengkan kepala.
***
Setelah hari itu, aku hanya mengurung di kamar. Tentunya, setelah membantu pekerjaan rumah aku hanya mendengarkan radio berharap ada informasi tentang lowongan pekerjaan.
"Gitttaaa.... kerjaan tiap hari kok hanya mendengarkan radio. Mbok ya cari kerja sana. Tanya ke temanmu, kali saja ada lowongan!" omel Ibu.
Namaku Anggita Anggreini sering di sapa Gita. Kini aku masih menganggur setelah menyelesaikan pendidikan SMK. Dulu aku berharap setelah lulus langsung bisa bekerja. Namun karena kekurangan yang aku miliki, membuat aku sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
"Aku juga lagi cari info dari radio kok Bu, doakan saja agar aku lekas dapat pekerjaan. Ya sudah kalau begitu aku mau ke rumah Yeni dulu, kali saja dia sudah kerja nanti aku tak tanya dia,"
"Ya gitu, jangan cuma di rumah saja. Ibu budek dengar tetangga ngomongin kamu terus!"
Setelah selesai bersiap kini akupun melajukan sepeda motorku ke rumah Yeni. Yeni teman sebangku saat aku sekolah dulu, kami cukup akrab. Tapi tidak jarang dia juga suka menjelekkan saat dibelakangku.
"Assalamualaikum, Yeni," ucapku setelah sampai di rumah Yeni.
Rumah Yeni cukup jauh, dia tinggal di kecamatan sebelah. Butuh waktu 15 menit untuk sampai di rumah Yeni.
"Waalaikumsalam, eh, nak Gita. Ayo masuk nak, Yeni lagi mandi. Tunggu saja sebentar," jawab ibu Yeni dan ku cium tangan beliau sebelum aku duduk.
"Cepat banget sampainya, bagaimana kamu sudah dapat kerjaan? Atau mau kuliah?" tanya dia seraya memberiku minuman.
"Belum, kamu? Kalau ada info lah Yen, kabar kabar. Bosen aku di rumah terus. Dari kemarin melamar pekerjaan tapi nggak ada panggilan,"
"Aku juga belum dapat, coba nanti kalau ada aku kasih tau," jawab dia.
Tidak lama setelah kedatangan ku, datang juga Fia temanku satu desa bisa dibilang teman kecil ku. Dia datang bersama mas Agus, orang yang pernah ingin dekat denganku saat masih sekolah.