Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Halo Giska.”
“Halo Naya.”
“Hay Ser.”
“Haloo cantik.”Goda Aidan jail dengan mata yang ia mainkan kearah beberapa cewek yang melewatinya di sepanjang lorong sekolah. Melihat tingkah sahabatnya yang genit membuat Raffa hanya menggelengkan kepala. Lain dengan Bagas yang justru menimpali dengan lambaian tangan yang sok ngartis. Aidan, laki-laki bertubuh atletis dan wajah yang diatas rata-rata setidaknya menurut sebagian besar cewek-cewek di SMA Cakrawala. Tentu itu membuatnya mempunyai banyak penggemar di sekolah terutama untuk kaum hawa. Dan kelebihan itu lah yang membuatnya terkenal menjadi seorang playboy kelas kakap di sekolah. Dan for your information, selain tampan Laki-laki bermarga Adhitamana itu merupakan anak dari pengusaha manufaktur sukses di Indonesia dan telah menjadi donatur tetap di SMA Cakrawala.. Ketiga laki-laki itu menuju kantin, Aidan melipir ke stand es cincau Cik Yan. Selain untuk memesan es cincau, Aidan juga ingin menyapa Anna. Perempuan keturunan Tionghoa yang merupakan anak dari Cik Yan. “
Cik es cincau satu ya..” ucapnya kepada Cik Yan. Perempuan paruh baya itumengiyakan dan segera menyajikan pesanan. Namun belum sampai ia meracikan es cincau, Cik Yan dikagetkan dengan teriakan bariton dari mulut Aidan yang membuat beberapa siswa di kantin tertegun seketika melihat kearahnya. “NO NO NO NO!” Cik Yan terkejut dengan teriakan Aidan yang membingungkannya. “Yaampun Aidan hampir aja bikin Cik Yan jantungan!” ucap Cik Yan sambil mengelus dada. Aidan hanya terkekeh dengan reaksinya. “KENAPA! JADI BELI APA ENGGAK?!” balas Cik Yan lagi, kali ini ia membalas dengan suara baritonnya, ia dibuat kesal dengan kelakuan Aidan. Aidan terlonjak kaget melihat wanita paruh baya di depannya yang berteriak kearahnya. Sontak seisi kantin menertawakan Aidan. “Rasain loo!” sahut Bagas dengan tertawa renyah kearah sahabatnya itu. Namun beberapa detik ia terdiam saat Aidan melototinya. “Nggak enak kalo yang buatin Cik Yan mah.” Ledek Aidan membuat Cik Yan melotot tajam. Aidan mendongakkan kepalanya seperti mencari sesuatu di belakang Cik Yan
“Anna mana Cik?” Aidan mengedipkan satu matanya kepada Cik Yan, membuat wanita paruh baya itu begidik ngeri melihatnya. “
Anna nggak ada.” Cik Yan mendengus kasar ia jengah dengan kelakuan Aidan yang selalu menggoda anak perempuannya. “
Kalo Elsa?” sahut Aidan mengada-ada. Ya kali dikira keluarga Frozen. Cik Yan menaikkan alisnya tanda tak faham dengan yang dimaksud Aidan. Laki-laki itu sontak tertawa keras melihat reaksi bingung Cik Yan. Emang dasarnya Aidan jail nggak ketulungan, orang tua aja diusilin. Perempuan paruh baya itu memberikan segelas es cincau kepada Aidan. Aidan memberika uang seratus ribuan.
“Kembaliannya ambil aja Cik, hitung-hitung nyogok calon mertua, ya kann..” Usilnya lagi sebelum akhirnya ia menghampiri kedua sahabatnya yang sudah duduk di salah satu kursi di kantin. Cik Yan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah bocah satu ini yang tak henti-hentinya mengusilinya, hal yang hampir setiap hari Cik Yan rasakan namun hal itu justru tidak menjadikan beban buat Cik Yan. Ia justru senang dengan sikap Aidan yang seperti itu kepadanya, Bahakan Cik Yan sudak menganggap Aidan seperti anaknya sendiri. Disisi meja lain, Raya dengan ketiga temannya sedang membicarakan Aidan. Berkali-kali gadis itu mengumpat laki-laki bermata hazel dan rambut yang berwarna ash grey green hampir ditiap helai rambutnya. Melihatnya menggoda cewek-cewek di sekolah ini membuat Raya merasa jengah dengan sikap Aidan.
“Ketolong muka aja bangga, prestasi juga nggak ada, belagu banget jadi cowok.” Dengus Raya sambil mengaduk-aduk es cincau di depannya. Sesekali ia melirik Aidan dan lagi-lagi mengumpatnya saat mendapati laki-laki itu yang sudah dikerumuni para cewek yang sukses terhipnotis olehnya.
“Gila sih emang, gue aja ngga pernah bosen lihatin mukanya yang super kiyutt cool ganteng-ganteng gimana gituh.” Ucap Lala menatap Aidan tanpa berkedip dengan menopangkan dagu pada kedua tangannya.
“Ganteng iya, tajir melintir iyaa. Apa coba yang kurang. Sem-pur-na.” Balas Kezia yang juga menatap cowok itu. “Kalian kenapa sih! biasa aja kali, sempurna dari mananya?” Raya menampol pipi kedua sahabatnya satu per satu. Ia tak habis pikir dengan Kezia dan Lala yang juga memuja Aidan.
“Inget kesempurnaan itu hanya milik Allah, iya nggak Nya?” Raya menoleh Vanya, meminta persetujuan. Perempuan berbadan gempal itu sibuk memakan bakso jumbo yang sudah habis dua porsi.
“Mbuetull..twapi shiapa sikh yhang nggak mhau sama chowok setcakep dwia..” Ucapnya dengan mulut yang masih penuh dengan bakso.
“Akhh..sama aja lo.” Dengus Raya sebal. “Pelan-pelan aja kenapa sih kalo makan Nya.” Lala menegur Vanya yang membuatnya ngeri melihat Vanya memakan bakso dengan brutal. “Hehe..sori-sori, habisnya enak parah nih bakso,” Vanya terkekeh.
“Serius lo nggak suka sama tu cowok?” Ledek Lala kembali ke topik sebelumnya. “Atau jangan-jangan…Lo belok ya Ray?!” Raya melotot tajam membungkam mulut Lala, ia melirik ke kanan kirinya berharap tidak ada yang mendengar ucapan Lala barusan. Vanya dan Kezia hanya terkikik menahan tawanya yang hampir pecah. “Gila lo! gue masih waras kali.”
“Tapi kalo buat cowok kayak dia, sori bukan level gue.” Ketusnya. “Hati-hati kalo ngomong Ray, biasanya benci bisa jadi cinta tuh,” sahut Vanya. Sepertinya ide nakal muncul di pikiran Lala, terlihat sikapnya yang menunjukkan senyuman nakal kepada Raya. Lala mendekati telinga Kezia lalu membisikkan sesuatu, seperti mengajaknya kompromi. Melihat kedua sahabatnya yang aneh membuat Raya dan Vanya mengedikkan bahu tak faham.
“Kenapa sih.” Ketus Raya. “Ekhem..” Lala sengaja beredeham, lalu memperbaiki posisinya. Mengarahkan teman-temannya untuk merapatkan duduknya.
“Gimana kalo kita taruhan.” Ucap Lala dengan suara lirih yang ditekankan.
“Apaan?” Tanya Vanya. “Firasat gue nggak enak,” Ucap Raya lalu mengibaskan tangannya merasa suasana seketika membuat tubuhnya memanas. Lala tersenyum nakal kepada Raya. “Gue tantang lo buat bisa ambil hati Aidan, nan—“
“Nggak-nggak..ogah gue nggak sudi ikut permainan gila kalian.” Potong Raya dengan cepat. Lala semakin tersenyum nakal.
“Oke, emang ada yang nggak setuju disini selain Raya?” tanya Lala kepada tiga sahabatnya. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Raya mendengus kesal, kali ini tidak ada yang dipihaknya. Ketiga temannya terkikik geli melihat reaksi Raya.