Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
"Astaga, kepalaku pusing sekali," gerutu Amber sambil memijat keningnya.
Dengan rambut pirang yang berantakan dan mata berkaca-kaca, Amber berdiri di lorong hotel yang remang-remang. Gaunnya yang indah kusut dan berlumuran noda, mencerminkan keadaan hatinya yang hancur.
"Apa salahku, Tuhan! Kenapa hidupku jadi begini?"
Dia baru saja kehilangan seorang ayah, dan diusir oleh ibu tirinya yang licik, kata-kata kasar dan penghinaan wanita itu masih terngiang di telinganya. Amber tak tahu harus ke mana, hanya rasa sakit dan frustrasi yang menemaninya.
Tanpa tujuan, Amber berjalan sempoyongan, kakinya hampir tak mampu menopang tubuhnya yang lemah karena alkohol. Dia tersandung beberapa kali, hampir jatuh, tetapi berhasil bangkit kembali.
Akhirnya, dia sampai di depan sebuah pintu kamar hotel. Dia mengeluarkan kartu pass dari tasnya yang berantakan, berusaha keras untuk menempelkannya ke sensor.
"Klik!"
Pintu tak kunjung terbuka. Amber mencoba lagi, dan lagi, tapi sia-sia. Rasa frustrasi mulai menggerogoti dirinya.
"Kenapa tidak mau terbuka?!" teriaknya dengan suara parau, air mata mengalir deras di pipinya. "Kau juga ingin menyiksaku, huh?" tanya Amber kepada pintu di hadapannya.
Amber mulai merancau, menendang pintu dengan kakinya yang lemah. Dia menggedor-gedor gagang pintu dengan panik, tak peduli dengan suara gaduh yang ditimbulkannya.
Tiba-tiba, pintu terbuka. Di balik pintu berdiri seorang pria, raut wajahnya terkejut melihat Amber yang mabuk dan berantakan.
"Ughhh, akhirnya terbuka," Amber terhuyung masuk tanpa memedulikan pria itu. "Aku pikir pintu ini juga akan bersikap jahat padaku."
Pria itu menatapnya dengan heran. "Hey, dengan penampilan seperti ini kah kau akan melayani tamumu?"
Amber tidak menggubris Julian, dia membanting tubuh di atas kasur yang empuk dan mulai memejam meskipun mulutnya masih merancau tak jelas.
"Yang benar saja, apa Megan sedang mempermainkanku? Bisa-bisanya dia mengirim gadis mabuk untukku." Julian Kingston mengira Amber adalah wanita bayaran yang dia pesan untuk memuaskannya malam ini. Julian merasa kesal, karena gadis di depannya sangat tidak profesional, berani sekali gadis itu datang dengan kondisi berantakan. "Hey, beginikah cara mucikarimu mendidik anak buahnya?"
Amber menggelengkan kepalanya. "Tidak," isaknya. "Jangan salahkan ayahku. Dia memang bodoh karena menikahi wanita ular itu, tapi semua ini bukan salah Dad. Aku yang salah, aku yang kekanakan. Andai saja aku tidak meninggalkan rumah...."
"Shit ... bagaimana mungkin dalam keadaan melantur dan kacau seperti ini dia tetap kelihatan cantik." Julian mengumpat dan berbicara sendiri. "Kurasa kau memang sebaiknya segera kutiduri." Julian mencari-cari pengaman di dompetnya, tapi dia tidak menemukan apa pun.
Biasanya dia tidak menggunakan pengaman ketika berhubungan dengan gadis-gadis milik Megan Brown, Julian sudah mendapat jaminan kalau semua pelacur binaan Megan telah menjalani pemeriksaan kesehatan dan vaksin rutin. Namun, kali ini, melihat sosok Amber yang berantakan, Julian sedikit sanksi. Dia merogoh saku celana, mencari gawai untuk menghubungi Megan. Sialnya, Megan sedang tidak bisa mengangkat telepon. Julian pun ingat, ketika dia mengunjungi rumah bordir yang Megan kelolah, betapa temannya itu sangat hati-hati dan teliti dalam menjaga kesehatan anak -buahnya, serta kesehatan para tamunya.
"Oke, yakin saja, anak buah Megan tidak mungkin membawa penyakit macam-macam untukku." Julian sudah membayar mahal, dia tidak akan menyia-nyiakan santapan di hadapannya. Tentu saja, tidak, apalagi Amber cukup menggiurkan. Gadis berambut pirang itu mungkin berusia sekitar 20-an. Meski tanpa riasan, Amber memancarkan kecantikan yang memukau. Rambut pirangnya yang panjang terurai indah, bagaikan ombak yang berkilauan di bawah sinar matahari. Matanya yang saat ini terpejam itu berwarna biru langit, jernih dan penuh kepedihan, bagaikan dua batu safir yang berkilauan. Bibirnya yang tipis dan merah muda, Julian membayangkan bagaimana rasanya melumat bibir itu dengan bibirnya.