Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Lunar melihat penampilannya sendiri di depan cermin. Gaun yang dia kenakan tampak begitu indah dengan hiasan manik berwarna putih, potongan gaun pendek pada bagian depan, tetapi dibuat panjang pada bagian belakang, bagaikan burung merak yang menguncupkan ekornya. Gaun itu tidak sampai menyapu lantai sehingga dia masih bisa berjalan tanpa harus mengkhawatirkan gaun pernikahan yang kotor.
Hari ini adalah tanggal pernikahannya dengan Nico, pria yang dikenalkan sang kakak padanya. Oleh sebab itu, penampilannya harus dibuat sangat menawan. Dia adalah pemeran utama dari acara pernikahan dan semua mata akan tertuju ke arahnya, begitu pula dengan Nico. Mereka harus sama-sama terlihat menawan di depan semua orang yang akan menjadi saksi pernikahan.
"Akhirnya anak-anakku sudah menikah semua."
Suara seorang wanita yang dikenali membuat tatapan Lunar beralih pada titik pantulan cermin yang lain. Dari sana tampak ibu, ayah, dan juga kakaknya yaitu Sora sedang berjalan sambil tersenyum lebar, jauh berbeda dari Lunar yang sebenarnya tidak pernah menginginkan pernikahan tanpa dasar cinta itu terjadi. Semua dilakukan terpaksa karena tuntutan keluarga.
"Ibu, Lunar belum resmi menjadi istri Nico. Kita masih harus menunggu acaranya dimulai." Sora berkata, menggelengkan kepala.
"Sama saja. Sekarang atau nanti, Lunar akan tetap menikah dengan Nico," ucap sang ibu yang tidak ingin dibantah perkataannya.
"Bagaimana bisa sama? Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya."
Hanya sang ayah saja yang tampak khawatir, anak bungsunya sebentar lagi diserahkan pada pria yang akan menjadi suaminya kelak. Walaupun demikian, tidak menghilangkan kenyataan bahwa kedua orangtua Lunar memaksakan pernikahan. Bagi keluarga Lunar, pernikahan adalah jalan keluar terbaik untuk meringankan beban tanggungan hidup.
Sebelum memutuskan untuk menikah, Lunar sudah memberikan penolakan, tetapi segalanya berakhir pada kata makian yang diterima dari keluarganya sendiri. Dia yang tidak punya kekuasaan apa-apa dan dalam keadaan belum memiliki pekerjaan harus mengalah.
Sora pun memiliki pengalaman yang sama dengan Lunar. Entahlah. Mungkin keberuntungan tidak memihak pada keluarga itu. Hanya saja, dibandingkan Lunar yang menikah dengan pria muda seperti Nico, kakaknya lebih tragis lagi lantaran dinikahkan dengan teman sang ayah.
Tidak seperti dugaan bahwa Sora selalu terlihat bahagia, kebutuhan hidup selalu tercukupi dengan baik, pasti ada saja setiap hari yang dibeli untuk menuntaskan hasrat duniawi. Mungkin itu pula yang menjadi alasan kenapa Sora mendukung keputusan kedua orangtua mereka.
Memang pria yang menikah dengan Sora tergolong kaya, tetapi sudah tidak muda. Lunar sendiri tidak tahu kenapa sang kakak bisa bertahan dengan pria yang sudah seperti bapak-bapak itu. Tidak tahu akan bagaimana kehidupan Lunar jika harus berada di posisi sang kakak.
Beruntung Lunar dikenalkan pada Nico, teman Sora. Setidaknya sang kakak masih memikirkan perasaannya yang tidak ingin hidup bersama pria berumur tua. Kini dia hanya bisa bergantung pada harapan kalau suatu saat perasaannya pada Nico akan tumbuh.
"Ngomong-ngomong, ada di mana Nico? Aku tidak melihatnya sejak tadi," ucap Sora dengan raut wajah kebingungan.
Lunar ingat saat dia masih sibuk dirias oleh penatanya, Nico yang sudah lebih dulu selesai mengatakan kalau ingin ke toilet. Tetapi ini sudah sangat lama hanya untuk sekadar pergi ke toilet. Terlebih sebentar lagi acara pernikahan akan dimulai. Ke mana sebenarnya Nico? Dia juga tidak bisa menghubungi karena ponsel Nico ada bersamanya.
"Tadi Nico berkata akan pergi ke toilet, tapi ini sudah terlalu lama." Lunar ikut gelisah.
Apa mungkin terjadi sesuatu yang buruk pada Nico?
"Aku akan pergi untuk mencarinya," ucap Lunar kembali.
"Oh, baiklah. Lebih baik begitu karena sebentar lagi acara akan dimulai."
Di lorong hotel, Lunar celingak-celinguk mencari keberadaan Nico. Sudah lebih lima menit sejak dia tidak lagi berada di ruang rias dan sampai detik itu masih tidak menemukan apa-apa meski sudah bertanya pada orang yang dia lewati. Tidak ada yang melihat keberadaan Nico yang hilang bagai ditelan bumi.
Dia tidak akan ditinggal menikah, bukan?
Hati Lunar akan sangat senang jika begitu, tetapi pikiran itu ada sebelum mereka mempersiapkan pernikahan dengan matang. Sekarang semua orang sudah berkumpul untuk menanti acara pernikahan mereka, tidak mungkin dibatalkan, karena hal itu hanya akan membuat nama mereka menjadi buruk di mata orang-orang.
Suara berisik terdengar di satu kamar yang terbuka celah pintunya. Sangat jelas karena dia tepat berada di depan pintu itu sekarang. Dia berusaha menenangkan diri untuk tidak memikirkan apa yang didengar, terlebih dia ada di hotel dan hal-hal mengenai hubungan di antara pria dan wanita adalah sesuatu yang tidak mengejutkan lagi terjadi di hotel.
"Nico ...."
Lunar yang ingin melangkahkan kaki, ketika mendengar nama itu langsung melebarkan mata. Dia tidak salah dengar kalau suara wanita yang ada di dalam kamar melirihkan nama Nico, bukan?
Pasti itu bukan Nico yang akan menjadi suaminya. Tidak mungkin Nico yang dia kenal akan melakukan hal gila seperti tidur bersama wanita lain di saat acara pernikahan mereka akan segera berlangsung.
Dia harus menuntaskan kegelisahan yang dirasakannya, memastikan kalau pria yang ada di dalam sana bukan Nico.
Perlahan dia membuka celah pintu lebih lebar dan berusaha mengintip ke dalam kamar. Benar saja kalau sepasang kekasih sedang bergulat di atas ranjang. Dia menelan ludah sambil menanti kebenaran yang ingin dicari, masih saja sampai detik ini dia berharap kalau pria itu bukanlah Nico.
Tepat di saat pria itu membalikkan badan sembari berusaha menciumi wanita di dalam sana, dia membelalakkan mata. Harapannya sia-sia karena pria itu adalah Nico yang akan menikahinya. Tanpa sengaja dia langsung memekik dan memundurkan langkah, lalu pergi dari sana secepat mungkin karena sudah tidak sanggup lagi melihat pemandangan yang menyakiti hati.
Dia sudah berusaha untuk menerima kenyataan yang tidak diinginkan, memilih Nico sebagai pendamping hidupnya kelak. Hari itu pula dia menerima sebuah pengkhianatan atas keputusannya sendiri. Kenapa semua bisa jadi seperti ini? Sungguh sangat menyakitkan untuknya.
"Lunar!"