/0/28057/coverorgin.jpg?v=f3b4efcf5a91765b6e671e1a7eb8bdcb&imageMogr2/format/webp)
Bruuuk!
"Oh tidak!" Freya tersentak, merasa kaget saat cairan cokelat pekat itu terciprat mengenai bajunya. Tanpa berpikir panjang, ia buru-buru mengusap noda itu dengan tisu yang ada di tangannya. Namun, seperti yang sudah bisa ia duga, usaha itu sia-sia belaka. Noda itu masih tetap tampak jelas di atas blus putihnya.
"Maafkan saya, Nona," suara berat seorang pria terdengar dari depan, memecah kebingungannya.
Freya mendongak, dan di depannya berdiri seorang pria tinggi, mengenakan setelan jas yang tampak pas di tubuhnya, dengan wajah yang seakan diukir sempurna. Mata cokelat terang pria itu menatapnya penuh rasa bersalah. Rambut cokelat gelapnya yang sedikit berantakan justru menambah pesona di wajahnya yang sudah tampan.
"Saya tidak sengaja," ucap pria itu, kali ini dalam bahasa Indonesia.
Freya terkejut, matanya membelalak. Ia berada di Venezia, di tengah keramaian Piazza San Marco yang penuh dengan turis dari berbagai negara. Sejak ia tiba beberapa hari yang lalu, telinganya hanya dipenuhi dengan bahasa asing-Italia, Inggris, dan beberapa bahasa lainnya yang tidak ia mengerti. Namun, tiba-tiba mendengar bahasa Indonesia di tengah keramaian ini begitu mengejutkan, bahkan menghibur.
Namun, rasa terkejutnya segera sirna. Dengan sedikit gugup, ia menjawab, "Tidak apa-apa, Tuan. Saya juga kurang hati-hati."
Pria itu mengamati sejenak keadaan Freya yang tampak sedikit terkejut. Lalu matanya beralih ke noda kopi di bajunya, dan ia terlihat sedikit gelisah. Tanpa banyak bicara, ia melepas blazernya.
"Pakailah ini," katanya, sambil menyodorkan blazer tersebut.
Freya buru-buru menggelengkan kepala. "Tidak usah, Tuan. Saya punya jaket, kok," jawabnya, sambil menarik jaket tipis dari dalam tas. Ia tidak ingin terlihat merepotkan, meski sebenarnya tawaran pria itu cukup membuatnya terharu.
Pria itu tampak sedikit ragu, namun akhirnya mengenakan kembali blazernya. "Baiklah," ucapnya singkat. Namun, dari sorot matanya, Freya tahu bahwa ia masih merasa bersalah atas insiden tersebut.
"Eh, Tuan tidak apa-apa, kan? Apa ada yang kena?" tanya Freya sambil melirik pakaian pria itu, khawatir jika jasnya terkena noda kopi itu.
Matanya langsung membelalak saat melihat merek Armani yang tertera di jas pria itu. Dalam hati, ia mulai panik.
"Kalau dia minta ganti rugi, habislah aku! Tiket pulang saja sudah hampir habis, apalagi kalau harus mengganti jas semahal itu!" pikir Freya, mencoba menenangkan diri agar pria itu tidak mempermasalahkan insiden ini.
"Saya baik-baik saja," jawab pria itu dengan tenang. Ia melirik jam tangannya, terlihat sedikit terburu-buru.
Namun, sebelum pergi, pria itu mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu. Tidak lama kemudian, ponselnya berbunyi. "Itu nomor saya," katanya, sambil menyerahkan ponselnya kembali kepada Freya.
Freya mengerutkan kening, bingung dengan tindakan pria itu. Sebelum ia sempat bertanya, pria itu melanjutkan, "Kalau nanti ada yang perlu diganti atau saya perlu bertanggung jawab, hubungi saja nomor itu. Maaf saya harus pergi sekarang."
Tanpa menunggu jawaban, pria itu tersenyum tipis dan berbalik, meninggalkan Freya yang masih berdiri terpaku di tempatnya.
Freya menghela napas panjang. "Dia siapa, sih? Orang Indonesia? Tapi kenapa ada di Venezia?" gumamnya pelan, mencoba mencerna pertemuan yang baru saja terjadi.
***
Setelah berhasil membersihkan noda kopi di bajunya di toilet umum terdekat, Freya kembali ke penginapan kecil tempatnya menginap. Sambil merebahkan diri di atas tempat tidur, pikirannya kembali melayang ke insiden tadi.
"Kenapa aku malah memikirkan dia?" rutuk Freya pada dirinya sendiri. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan memeriksa itinerary perjalanan yang sudah ia buat, namun bayangan pria itu terus mengganggunya.
"Apa dia benar-benar orang Indonesia?" gumamnya pelan. "Tapi kenapa dia ada di sini? Dan kenapa dia bisa semudah itu memberikan nomor teleponnya?"
Freya memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia yakin, pertemuan tadi hanyalah sebuah kebetulan yang tidak akan terjadi lagi. Namun, di lubuk hatinya, ada rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan.
***
Di sisi lain kota, Aideen duduk di sebuah ruang rapat hotel bintang lima. Di depannya terdapat beberapa rekan bisnis yang sedang membahas kontrak penting. Namun pikirannya terus melayang ke gadis yang tidak sengaja ia tabrak tadi.
/0/21754/coverorgin.jpg?v=e29f74a9f8c58d85624e900a00e279e8&imageMogr2/format/webp)
/0/10991/coverorgin.jpg?v=96cad05c6821fc48b884a9b0040a1c0f&imageMogr2/format/webp)
/0/5552/coverorgin.jpg?v=b8e3f8c85508f96456cb36c537bae658&imageMogr2/format/webp)
/0/4915/coverorgin.jpg?v=c6b59990bffb3eb13119fd211d17289d&imageMogr2/format/webp)
/0/6830/coverorgin.jpg?v=e9b62ac5aa285c917cc9225b4adbacc0&imageMogr2/format/webp)
/0/15565/coverorgin.jpg?v=3cde752980ea4bd5c953ca89bc4cce98&imageMogr2/format/webp)
/0/16377/coverorgin.jpg?v=238b16ee91e65703d56b689b7e8063b6&imageMogr2/format/webp)
/0/3069/coverorgin.jpg?v=c88e996b5e16eb813283865b84d52275&imageMogr2/format/webp)
/0/17330/coverorgin.jpg?v=7c66d1c16840e12aeeb69361a904924c&imageMogr2/format/webp)
/0/15667/coverorgin.jpg?v=661bcbfb98432b326f145a2fa7ba9dfe&imageMogr2/format/webp)
/0/2506/coverorgin.jpg?v=32c78671fe86e8b05b896b10e37e08d0&imageMogr2/format/webp)
/0/14954/coverorgin.jpg?v=f0dc0f99bcdb326b0e24daebc6aedf84&imageMogr2/format/webp)
/0/10653/coverorgin.jpg?v=20250122182805&imageMogr2/format/webp)
/0/17779/coverorgin.jpg?v=2dcdda9f95755126a407d86459576f58&imageMogr2/format/webp)
/0/17610/coverorgin.jpg?v=0e412cdadc22ee0beca3dba45f599bce&imageMogr2/format/webp)
/0/17611/coverorgin.jpg?v=134234fcca86e28c283772044da70335&imageMogr2/format/webp)
/0/3051/coverorgin.jpg?v=17061afea057a3832330204c02699111&imageMogr2/format/webp)