Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
"Ah …."
Suara serak nan menggoda seorang wanita terdengar dari dalam kamar sebuah rumah besar dengan ukiran kayu khas Jepara. Kamar yang juga kental dengan ukiran kayu dan dihiasi mawar putih di sekitar sudut-sudut yang tampak oleh mata menambah suasana romantis pada dua pasangan yang baru saja menikah, Sebastian Narendra Gunawan atau biasa disapa Naren dan Pramudya Ayuningtyas atau biasa disapa Tyas. Pernikahan yang dilandasi dengan cinta tentu saja akan memberikan makna tersendiri di dalamnya, terlebih pasangan yang biasa disapa NaTa ini adalah pasangan yang serasi, baik fisik maupun financial. Meskipun secara tinggi badan, Naren tidaklah setinggi sang istri yang berprofesi sebagai pramugari di sebuah maskapai internasional, namun perbedaan tinggi badan bukanlah halangan bagi pasangan ini untuk melangkah hingga ke jenjang pernikahan.
"Kau tahu, Sayang. Aku sangat bahagia karena akhirnya kita bisa bersatu menjadi suami-istri yang sah dan tak lagi malu-malu mengumbar kemesraan di depan publik." Ucap Naren yang terus menjamah tubuh sang istri dari mulai kepala hingga ke area sensitif yang dimiliki oleh sang istri dan membuat Tyas merem-melek karena jemari luwes dan lincah sang suami.
"Ih, nakal kamu, Mas. Apa coba maksudnya mengumbar kemesraan di depan publik? Kamu pikir kita ini selebriti? Malu tau!" Tawa renyah Tyas dan ekspresi manja sang istri yang malu-malu kucing semakin membuat Naren bernafsu ingin 'memakan' wanita yang kini telah resmi menyandang status Nyonya Sebastian Narendra Gunawan.
"Jangan membuat ekspresi seperti itu di depanku, Sayang." Ucap Naren dengan tatapan mata sayu namun seksi.
"Ekspresi seperti apa maksud kamu, Mas? Jangan gitu, ih!" Tyas langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya menahan malu.
"Lihat deh, muka kamu udah kaya anak kucing baru brojol dari perut emaknya." Tawa sang suami sambil mencubit pelan ujung hidung sang istri.
"Ih, kamu jahat! Masa aku disamakan sama anak kucing." Tyas memajukan bibirnya layaknya anak kecil yang merajuk.
"Ululululu, Sayangku merajuk. Sini-sini Mamas peluk." Ucap Naren yang segera membuka lebar kedua tangannya meraih leher sang istri.
"Ih, apa-apaan, sih, Mas. Aku belum mandi tahu! Masih bau, nihh." Ujar Tyas mencium tubuhnya yang sebenarnya tak bau.
"Bodo amat, mau kamu bau atau wangi, yang penting aku tetep sayang sama kamu. Atau … kamu mau kita mandi bareng, ya." Naren menaikkan kedua alisnya layaknya rollercoaster tambah senyum menggoda.
"Nakal, ya … dulu kamu ga gini, deh, Mas. Tapi sekarang kamu mulai berani, ya." Ujar Tyas memukul pelan dada Naren.
"Tapi, nakal-nakal nikmat, kan." Senyum Naren menggoda sang istri.
"Ih, udah, ah. Aku mau mandi." Tyas bersiap berdiri menuju kamar mandi, namun sang suami menarik jemarinya hingga tubuhnya terhempas ke kasur empuk dan di bawah sang suami.
"M-Mas …."
"Sstt, jangan berisik! Nanti kalau Bapak sama Ibu bangun, bisa berabe kita. Bisa gagal masuk ini."
"Ish, ngomong apa, sih kamu. malu, ih. Udah ah, aku mau mandi. Ga enak, udah lengket banget badannya."
Tyas yang berada di bawah tubuh kekar sang suami, berusaha mendorongnya pelan sambil sesekali mencubit pergelangan tangannya yang genit.
"Aku mau mandi, Mas. Ayolah …" pinta Tyas manja.
"Mmm, tidak!" tolak sang suami menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Du, aku gerah, Mas. Aku mau mandi. Serius.”
“Satu kali?” Naren menaikkan lagi kedua alisnya.
“Satu kali apa?” tanya Tyas pura-pura bodoh.
Naren langsung berwajah masam begitu mendengar balasan Tyas. “Masa iya, begitu aja ga ngerti. Dahlah, sana mandi!” Naren segera berdiri dari posisi sebelumnya berada di atas tubuh sang istri, mengambil sebungkus rokok yang tergeletak di nakas warna krem dekat tempat tidur mereka.
“Mas, mau ke mana?” tanya Tyas pelan.
“Cari angin!”
BRAK!
Naren menutup pintu kamar mereka agak kencang dan pergi ke luar.
‘Ya Tuhan, aku kan cuma bercanda, kenapa Mas Naren jadi tersinggung?’ gumam Tyas merasa bersalah dan segera menghampiri sang suami.
Naren yang sedang berada di taman luas rumahnya tampak duduk di sebuah gazibu putih yang masih terhias mawar putih sisa resepsi pernikahan mereka. Sambil mengepulkan asap putih ke langit malam kota Jogja, pria yang juga merupakan pengusaha mebel sukses itu melawan dinginnya malam yang harusnya tak ia dapatkan di malam pengantinnya.
“Mas?” ucap Tyas dengan piyama merah muda berendanya menghampiri sang suami. “Sedang apa di sini?” tanyanya lagi.
“Cari angin, kan sudah kubilang.” Sahut Naren mengepulkan asap.
Tyas yang berdiri di depan Naren dengan pandangan tertunduk kemudian memberanikan diri berjalan mendekati sang suami. “Maafin aku, Mas.” Ujarnya memilin ujung piyama-nya.
“Kenapa? Kok minta maaf?” tanya balik Naren acuh.
“Massss.” Tyas memegang jemari kiri Naren dengan lembut dan ekspresi manja. “Aku tahu aku salah. Aku ga seharusnya begitu, harusnya aku-” Tyas menutup mulutnya.