Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Chapter 1
Pesta pernikahan Alex dan Jennifer berlangsung megah di sebuah aula yang dihiasi bunga putih dan lilin mewah. Hari itu, kebahagiaan pasangan pengantin terpancar dari wajah keduanya.
Walaupun sudah berjam-jam berdiri menyambut 3000 tamu undangan, tapi Alex dan Jennifer tetap tersenyum cerah, menyalami tamu undangan yang datang dari berbagai kalangan.
"Selamat ya, Alex! Akhirnya kau menemukan pasangan hidup yang tepat," ujar seorang kolega Alex sambil tertawa ringan.
"Terima kasih," jawab Alex hangat.
Tak jauh dari pelaminan, antrean panjang masih terlihat mengular.
Namun, perhatian Alex tiba-tiba tertuju pada sekelompok tamu yang baru saja tiba, seorang wanita paruh baya yang anggun dengan aura tegas, seorang pria berkacamata dan dua anaknya.
Alex membelalakkan mata. "Hera?" bisiknya tak percaya.
Ketika wanita itu sudah dekat, Alex tak bisa menahan diri. Ia langsung memeluk wanita yang wajahnya tak asing baginya.
"Mbak Hera!" seru Alex penuh keharuan, mencium pipi kiri dan kanan wanita itu. "Kenapa nggak kasih kabar kalau mau datang? Aku benar-benar nggak menyangka!"
Hera tersenyum kecil, meskipun masih dengan ekspresi wajahnya yang terkesan judes. "Ya, sengaja mau bikin kejutan. Lagipula, baru sempat datang hari ini. Seminggu yang lalu rencananya ke Bali, tapi suamiku sibuk dengan persiapan kepindahan kami ke Indonesia."
Jennifer, yang memperhatikan dari pelaminan, sempat bingung melihat keakraban Alex dengan wanita itu. Ia sempat berpikir Hera adalah kolega lama Alex yang belum pernah diceritakan sebelumnya.
"Bagaimana keadaanmu di Kanada selama ini?" tanya Alex antusias sambil tersenyum lebar.
"Baik," jawab Hera singkat. "Kontrak kerja suamiku sudah habis. Kami memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dan sekarang lagi cari rumah. Aku ingin tinggal di Bali."
"No! Jakarta lebih bagus untuk anak-anak kita," sela pria di sebelah Hera dengan nada ringan, sambil melirik istrinya tajam.
Hera mendelik tajam. "Kita sudah bahas ini, bukan?"
Pria itu hanya mengangkat bahu lalu melengos, menghindari tatapan Hera yang seolah bisa membakar apa saja.
Alex tertawa kecil, merasa rindu dengan interaksi khas antara Hera dan suaminya. Ia lalu menoleh ke Jennifer yang masih berdiri mematung di pelaminan. "Ma, ke sini sebentar."
Jennifer berjalan mendekat dengan anggun, senyum lembutnya tak pernah luntur. "Siapa mereka, Pa?" tanyanya pelan.
Alex menggenggam tangan Hera dan berkata dengan nada penuh kebanggaan, "Ini kakakku, Hera. Hera, ini istriku, Jennifer."
Hera menjabat tangan Celine, mengamati wanita muda itu dari atas ke bawah dengan tatapan tajam yang membuat Jennifer sedikit gugup. "Hera," ujar Hera memperkenalkan diri tanpa basa-basi.
"Jennifer," jawab Jennifer sambil tersenyum sopan.
Hera mendekat sedikit, memperhatikan Jennifer dengan lebih intens. Tatapannya tajam, seolah mencoba menilai sesuatu yang hanya ia tahu.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Hera akhirnya berbicara, "Kamu cantik. Tapi aku penasaran, apa kau cukup kuat untuk mendampingi adikku? Hidup bersamanya tidak mudah, apalagi dengan segala urusan bisnis dan masa lalunya."
Jennifer tertegun, tak menyangka dengan komentar langsung itu.
Namun, ia menarik napas panjang dan menjawab dengan tenang, "Saya mencintai Alex, Mbak Hera. Dan saya siap menghadapi semua tantangan di masa depan bersamanya."
Alex tersenyum, memandang Jennifer dengan rasa bangga. "Kamu tidak perlu khawatir, Mbak. Jennifer adalah wanita yang luar biasa."
Hera mengangguk kecil, meskipun sorot matanya tajam dan sangat merendahkan. "Kita lihat saja nanti," gumamnya pelan, hampir seperti tantangan.
Setelah memperkenalkan Hera, Alex beralih ke dua anak muda di sampingnya. "Ini Daniel, anak sulung kakakku. Usianya..."
"26 tahun," Sahut Hera judes.
Alex tersenyum sambil menepuk pundak pria muda yang tampak santai namun menyebalkan. . "Dan ini Erika, adiknya, berapa mbak?"