Seorang gadis dikejutkan dengan peran barunya sebagai gadis bangsawan yang memiliki takdir mengenaskan. Aku hanyalah sebuah tokoh sementara yang diminta menggantikan tokoh utama. Padahal kedua tokoh itu adalah aku yang memerankannya... Bodoh, dan aku terjerat dalam ceritaku sendiri! Aku ini adalah korban dari kisah fantasi yang ku buat sendiri. Begitu tragis seperti aku memakan jebakanku sendiri. Aku berusaha mengingat, arrgh tapi waktu ku sedikit. Apa yang harus aku lakukan? Dimana Robert, ku?
Suara ketukan keyboard pun berbunyi antara suara tekanan jariku dengan keyboard. Aku masih berada di sebuah ruangan kecil yang sempat ku sewa belum lama ini. Aku mulai menyadarkan lamunanku dan kembali fokus menatap layar yang ada di hadapanku.
Mataku seperti ingin sekali terpejam, tetapi kewajibanku menatap laptop seperti tak ingin usai. Entah sampai kapan aku harus berimajinasi dengan layar laptop yang ada di hadapanku? Apa ini yang dinamakan hobi? Menulis hingga larut malam ditambah rasa kantuk yang mendera. Mungkin ini adalah hobi yang menyenangkan bagi diriku, dan mungkin jari ini yang tidak ingin berhenti.
Apalagi malam yang begitu sunyi dan tidak ingin ku lewatkan begitu saja. Aku juga bingung kenapa otak ini lebih mudah berimajinasi di malam hari dibandingkan pagi, siang ataupun sore.
Ting...
"Bunyi apa tuh?" tanyaku yang baru saja mendengar suara di kamar kecilku. Sepertinya aku hanya tinggal sendiri disini, lalu dari mana suara bunyi itu. Kaki ku pun melangkah perlahan untuk mengetahui dari mana bunyi itu berasal. Apa ini hanya perasaanku semata? Sepertinya tidak ada siapapun disini. Atau mungkin ini hanya karena aku lapar masih menulis di malam sunyi seperti ini. Ya, mungkin karena belum makan dan di kulkas pun tidak ada makanan, bagus sekali.
Sekarang aku mulai melihat ke arah jam dinding yang mulai menunjukkan pukul delapan malam. Sepertinya masih sore untuk tidur lebih awal, lebih baik aku membeli makanan ke supermarket terdekat sebelum terlambat.
Aku mulai mengambil tas, kunci apartemen dan sedikit uang untuk aku berikan ke kasir. Malam sunyi seperti ini aku harus pergi sendirian ke supermarket pula, ya tidak ada pilihan lain selain pergi ke supermarket.
Daripada aku harus kelaparan sepanjang malam, lebih baik membeli makanan secepat kilat. Kakiku mulai melangkah perlahan keluar dari apartemen dan mulai melihat sebuah toko yang masih sepi pengunjung. Entah toko itu memang sudah sepi dari tadi atau tidak pengunjung sama sekali yang datang kesana. Aku mulai mendorong pintu toko itu dan masuk ke dalamnya.
Tunggu sebentar, dia seperti dihipnotis. Sial banget, sih, hidupnya seperti ini mau beli makanan malah ketemu tukang hipnotis. Tak bisakah, seorang penghipnotis itu pergi sebentar, dia hanya ingin membeli makanan saja. Kok bisa, sih, memang kemana para penjaga toko di tempat ini. Seumur dia berbelanja ke supermarket, tidak pernah melihat toko di hipnotis seperti ini?
Setelah merampok semua uang yang ada di penjaga toko, kini preman itu mulai mendekatiku. Jujur apa yang harus aku lakukan sekarang, haruskah aku memberikan semua uangnya kepada mereka. Yah, kalau begitu aku bisa kelaparan seharian, kalau begini jadinya lebih baik aku tidak perlu keluar untuk membeli makan.
"Hey, kau berikan uangmu sekarang juga!"
Aku mulai menelan salivanya, aku pasrah dan mau tidak mau harus menyerahkan dompet beserta isinya. Daripada aku yang kena korbannya, lebih baik aku serahkan saja semuanya. Aku juga tidak ingin kalau nyawaku yang menjadi taruhannya, lebih baik aku pulang dengan selamat tanpa membawa apapun. "I..ini ambil saja dompetku, tolong lepaskan aku sekarang," ucapku.
Dia masih mencengkeram leherku dengan keras sekali, rasanya aku tidak bisa bernapas. Tapi perlahan dia mulai jatuhkan aku ke lantai. "Tunggu di sana, awas kau ya kalau kemana-mana nggak akan kami biarkan kau hidup begitu saja." bentak Preman itu. Hah? apa dia bilang tadi? sudah mengambil uangku semuanya, masih saja mau menyuruhku ini itu. Apa dia sudah gila?
Aku mulai mengingat, pasti ada ponsel di dalamnya, tidak mungkin aku tidak membawa benda berharga itu. Dari pada aku harus menjadi mangsa para preman ini, lebih baik aku mencari cara agar bisa keluar dari supermarket. Entah aku ingin dibuat apa sama mereka nanti?
Aku mulai membuka tasku dan mencari dimana benda berbentuk persegi panjang itu. Hanya dengan ponsel, aku bisa meminta bantuan kepada polisi. Daripada disini aku tidak bisa berbuat apapun sama sekali. Tentu mengerikan, bukan?
Akhirnya tanganku berhasil menemukan benda itu, perlahan-lahan aku mengambilnya kemudian menekan nomor darurat untuk secepat mungkin dihubungi. Tetapi terdapat suara yang tiba-tiba muncul, keringat dingin mulai membasahi dahiku.
"Kau sedang apa?" tanya seorang preman yang dipenuhi dengan tatonya.
Aku mulai menatap ke arah pria atau biasa kusebut dia preman dengan pisau di tangannya. Mengerikan sekali pisaunya, sepertinya dia sudah ahli memegang pisau itu. Lalu kalau dia pandai, kenapa malah menghipnotis orang.
Aku adalah seorang penulis novel best seller yang amat mencintai genre romance, lalu kenapa aku yang harus menjadi korbannya? Tak bisakah dia memilih korban lain, padahal aku sudah menahan lapar sepanjang malam sunyi ini? Ya ampun, dosa apa saya selama ini.
"A..Apa yang aku perbuat? Tolong jangan ganggu aku," kataku.
Pria itu kembali melangkah mendekatiku, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. "Kau tahu dulu itu aku dijuluki sebagai pembunuh handal. Kalaupun kau mau, aku bisa membunuhmu di saat ini juga."
"..Kau rasakan ini."
Itulah ucapan terakhir kali yang aku dengar, sebelum aku kehilangan pendengaran dan kemudian terlelap jatuh ke lantai. Haruskah aku meninggal tanpa anak dan suami? Ohh.. tidak ini seperti bukan yang ku inginkan.
2
"Hey, apa kamu baik-baik saja?"
Apanya yang baik-baik saja, kalau aku sehat pastinya aku tidak akan ada di tempat ini. Lalu bagaimana bisa dia menemukanku, dan membawaku ke tempat ini? Apa dia benar-benar seorang dokter penolongku?
Iya walaupun aku harus terbaring lemah di tempat ini, justru lebih baik daripada aku bertemu dengan para preman itu. Aku merasa tubuhku terasa ringan, hanya saja rasa lapar yang tidak pernah berhenti.
"Nona, bangunlah. Apa terasa sakit?"
Kok Nona sih? Seingatku aku dulu selalu menulis novel dengan sebutan wanita sebagai nona, atau ini hanya kebetulan saja. Ya, nggak apa-apa sih karena kebetulan juga aku belum menikah mungkin karena itu dia memanggilku sebagai nona.
Tapi sepertinya ada yang aneh dengan tempat ini, berbeda dari tempat sebelumnya. Atau jangan-jangan aku sedang bermimpi, kenapa tempat ini begitu dingin dan jarang ada sinar matahari. Aku pun sampai menggigil hanya karena dinginnya tempat ini, rasanya berbeda di tempatku dulu.
"Dok, gimana kondisi saudara saya?"
Aku mulai mendengar suara itu, seumur hidup aku tidak pernah memiliki saudara lagi. Apalagi saudara kembarku sudah meninggal sejak aku umur 3 tahun, lalu siapa lagi orang yang mengaku-ngaku sebagai saudaraku. Atau jangan-jangan ini tempat asing yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
ADA APA DENGAN MEREKA SEMUA INI!!
"Ya ampun.. ka-kalian mau apa kesini? Pakaian kalian begitu menyeramkan dan aneh!" gerutu Aurellie yang masih menatap tajam orang-orang asing yang tiba-tiba berpakaian ala Yunani.
Aurellie pun mulai melihat ke sekeliling tempatnya, benar saja ini mirip sekali seperti properti hingga dekorasi yang ada di Yunani. Wajahnya pun berbeda dibandingkan dengan wajahnya sendiri, terlihat bukan dari Asia.
"Hei, kami ini keluargamu. Apa kamu lupa?"
Hah? Keluarga apa yang kalian maksud, keluargaku ada di Sumatera, kalian saja yang aneh-aneh. "Oh gitu, keluarga seperti apa yang kamu maksud," tanya merea.
Tetapi salah satu pria dengan berpostur tinggi itu mulai menggelengkan kepala. "Apa kau amnesia sampai melupakan kami, keluargamu sendiri?" tanya pemuda itu. "Tolong jaga bicaramu? Atau sepertinya kau lupa minum obat ya pantas saja baru bangun semakin aneh dirimu. Kami ini khawatir denganmu, sedangkan kau malah melupakan kami setelah bangun dari tidurmu."
Kenapa jadi aku yang dimarahi? Bukannya mereka yang tiba-tiba datang dan mengejutkan aku disini. Tunggu-tunggu sebentar sepertinya aku mengenal dengan latar dari tempat ini, ya apa mungkin ini hanya kebetulan saja? Ahh.. mustahil mana bisa aku bangun di cerita novelku sendiri.
"Maaf permisi tuan Lucca Mikail George, ada seseorang yang menunggumu di bawah," kata seorang pelayan yang baru meminta pemuda itu pergi.
Sepertinya aku pernah bertemu dengan nama itu, tapi dimana ya? Tapi nggak mungkin juga kalau aku harus hidup didunia novel, mustahil? Ya mana bisa.
"Sebentar ini keluarga apa?" tanya Aurellie yang masih kebingungan. Setidaknya berilah aku kepastian, agar aku tahu dimana tempatku yang sesungguhnya.
Pemuda dengan kemeja biru muda itu pun menengok ke arah Aurellie dan mengatakan,"Ayah bisa marah besar saat melihatmu tidak mengetahui nama keluarganya sendiri. Mungkin aku juga tidak membantumu." tutur pemuda itu.
"Bisakah kau memberitahuku apa namanya?" tanya Aurellie kembali yang mulai memancing emosi pemuda bernama Lucca itu. Ya daripada hidup dengan penuh kebingungan, lebih baik aku bertanya, bukan?
"Ini keluarga George, keluarga yang terpandang se-Yunani,"
Apa? George..
Hah? Ternyata benar, bukan keluarga George!
Ya ampun kenapa aku bisa memasuki dunia novelku sendiri? Demi Tuhan, ternyata cerita fiktifku benar-benar menjadi kenyataan. Lalu apa yang harus ku lakukan di dunia novel ini..
Haruskah aku menunggu saja sampai cerita usai..