Robert, Stay With Me
Aku masih berada di sebuah ruangan kecil yang sempat ku sewa belum lama ini. Aku
berimajinasi dengan layar laptop yang ada di hadapanku? Apa ini yang dinamakan hobi? Menulis hingga larut malam ditambah rasa
egitu saja. Aku juga bingung kenapa otak ini lebih mudah beri
ng
i ku pun melangkah perlahan untuk mengetahui dari mana bunyi itu berasal. Apa ini hanya perasaanku semata? Sepertinya tidak ada siapapun disini. Atau mung
pukul delapan malam. Sepertinya masih sore untuk tidur lebih awal, leb
rikan ke kasir. Malam sunyi seperti ini aku harus pergi sendirian ke s
n keluar dari apartemen dan mulai melihat sebuah toko yang masih sepi pengunjung. Entah toko itu memang sudah sepi dar
is. Tak bisakah, seorang penghipnotis itu pergi sebentar, dia hanya ingin membeli makanan saja. Kok bisa, sih, memang keman
g harus aku lakukan sekarang, haruskah aku memberikan semua uangnya kepada mereka. Yah, kalau begitu a
ikan uangmu s
na korbannya, lebih baik aku serahkan saja semuanya. Aku juga tidak ingin kalau nyawaku yang menjadi taruhannya, lebih
u ke lantai. "Tunggu di sana, awas kau ya kalau kemana-mana nggak akan kami biarkan kau hidup begitu saja." bentak Prema
a berharga itu. Dari pada aku harus menjadi mangsa para preman ini, lebih baik aku menc
itu. Hanya dengan ponsel, aku bisa meminta bantuan kepada polisi. Daripad
nya kemudian menekan nomor darurat untuk secepat mungkin dihubungi. Tetapi t
seorang preman yang di
u di tangannya. Mengerikan sekali pisaunya, sepertinya dia sudah ahli me
enapa aku yang harus menjadi korbannya? Tak bisakah dia memilih korban lain, padahal a
buat? Tolong jangan
arus aku lakukan. "Kau tahu dulu itu aku dijuluki sebagai pembunu
rasak
ndengaran dan kemudian terlelap jatuh ke lantai. Haruskah aku meningga
kamu baik-
n ada di tempat ini. Lalu bagaimana bisa dia menemukanku, dan memb
baik daripada aku bertemu dengan para preman itu. Aku merasa tubuhk
nlah. Apa te
ebagai nona, atau ini hanya kebetulan saja. Ya, nggak apa-apa sih karena kebe
-jangan aku sedang bermimpi, kenapa tempat ini begitu dingin dan jarang ada sinar matahari.
a kondisi s
dara kembarku sudah meninggal sejak aku umur 3 tahun, lalu siapa lagi orang yang mengaku-ngaku
GAN MEREKA
menyeramkan dan aneh!" gerutu Aurellie yang masih menatap ta
sekali seperti properti hingga dekorasi yang ada di Yunani. Wajahnya pu
keluargamu. A
di Sumatera, kalian saja yang aneh-aneh. "Oh gitu,
keluargamu sendiri?" tanya pemuda itu. "Tolong jaga bicaramu? Atau sepertinya kau lupa minum obat ya pantas saja baru b
ini. Tunggu-tunggu sebentar sepertinya aku mengenal dengan latar dari tempat ini, ya apa mun
seorang yang menunggumu di bawah," kata seoran
pi dimana ya? Tapi nggak mungkin juga kalau aku h
asih kebingungan. Setidaknya berilah aku kepastian
ngatakan,"Ayah bisa marah besar saat melihatmu tidak mengetahui nama ke
yang mulai memancing emosi pemuda bernama Lucca itu. Ya daripada
e, keluarga yang te
Geo
benar, bukan k
emi Tuhan, ternyata cerita fiktifku benar-benar menjadi ke
nunggu saja sam