Olive selalu kalah taruhan dengan Meymey yang selalu beruntung. Hal itu membuatnya bertemu dengan seorang dosen yang psikopat tapi ganteng. Kira-kira akan happy atau menyesal?
Olive berjalan gontai ke arah kampus negeri di kotanya. Kakinya melangkah dengan berat seperti ada batu besar yang terikat karena ia ke sana dengan terpaksa.
Matanya menyapu sekitar, tidak ada mahasiswa yang berkeliaran. Jam segini, para mahasiswa pasti sudah siap siaga di dalam kelas, mendengarkan Pak Dosen dan Bu Dosen dengan serius. Cuma Olive yang terlihat santai meskipun ia tahu kalau ia sudah telat. Jadwal kuliah yang ia terima dari asistennya memaparkan kalau dia harus sudah ada di kelas jam 8, tapi jam di tangan mungilnya sudah menunjukkan 20 menit berlalu dari awal jam perkuliahan.
"Kata Meymey, aku harus masuk ke gedung bahasa, terus belok kiri ke lantai dua. Nanti akan masuk pintu besar ke departemen bahasa inggris. Nah ini dia departemennya," gumam Olive seraya membaca sebuah nama departemen yang terukir di bagian atas sebuah kantor.
"Abis itu aku harus belok kiri lagi, ruangan paling ujung lorong sebelah kanan. Oke baiklah berarti yang di depan itu ruang kelasnya." Ia mempercepat langkahnya. Entah kenapa hatinya berdebar-debar. Ia mengintip dari sebaris bagian pintu yang terbuat dari kaca. Seorang lelaki berpakaian sangat rapi tengah menjelaskan sesuatu di depan sana, yang lain, para mahasiswa memberikan tatapan serius.
Tok. Tok. Tok.
Bunyi ketukan membuat seisi ruangan menoleh ke arah pintu.
Olive menekan gagang pintu dan mendorongnya. Tanpa dipersilahkan kan, Olive masuk dan memasang wajah lugunya, tersenyum dengan sangat manis. "Maaf saya terlambat, Pak. Mobil saya mogok tadi," ucap Olive masih tersenyum tak tahu diri.
Lelaki yang tadi terlihat ramah ketika menjelaskan di depan kelas, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat bengis.
"Nama kamu siapa?" tanya lelaki itu ketus.
"Nama saya Olive, Pak." Ia masih tersenyum, menunjukkan cengiran kuda terbaiknya.
"Nama lengkap!" Ternyata, justru cengiran itu membuat lelaki yang tinggi besar itu murka. Nada suaranya naik dua oktaf, membuat seisi ruangan tercekat menahan nafas.
"Olivia Zennika Subrata," jawab Olive pendek. Jurus cengiran kuda yang biasanya mempan dengan guru-guru SMAnya tiba-tiba mental sama dosen killer yang berperawakan bak atlet itu. Badannya kini berdiri tegak tanpa senyum sama sekali.
Lelaki itu kini memandang ke arah para mahasiswa yang sejak tadi tak berani bernafas. Ia berkacak pinggang lantas berbicara dengan suara yang membahana.
"Dengar semuanya! Saya akan menjadikan Olive contoh untuk perkenalan kita hari ini. Peraturan di kelas saya yang paling penting adalah; saya tidak pernah mentolerir keterlambatan, baik berupa absen, jam masuk kelas, maupun untuk tugas-tugas. Tidak sekalipun karena saya juga tidak pernah telat! Konsekwensinya ... kalian akan langsung saya kasih D atau E dan pastinya gagal di kelas saya. Kalian bukan anak kecil yang bisa seenaknya. Kalian harus tumbuh dewasa, dengan belajar disiplin!"
Semua mata yang melihat menelan ludah. Meraka tak menyangka, masa indah SMA sudah berakhir, diganti dengan dosen yang killer.
Namun, tidak bagi Olive, tubuhnya menggigil hebat, giginya gemerutukkan, tangannya pun mengepal, wajahnya sampai merah semerah cabe karena jadi bahan contoh buruk bagi teman-teman barunya.
Setelah itu, lelaki yang bernama Jeremi itu menyuruh Olive untuk duduk. Ia melanjutkan bermonolog di depan kelas, dengan sesekali bertanya pendapat mahasiswanya. Tapi, tentu saja bukan pendapat Olive, yang wajahnya sudah dilipat-lipat seperti kertas wadah gorengan. Tidak ada satupun penjelasan dari si dosen killer itu yang masuk ke dalam otaknya karena di dalam sana, hanya satu kalimat yang terus ia gaungkan.
"Awas aja ya dosen sialan! Akan aku balas perlakuan kamu yang sudah mempermalukan aku di hari pertama belajar ini!"
Bahkan sampai jam belajar habis, sorot mata tajam Olive tetap tak berpindah darinya, mengutuk pria yang mulai belingsatan karena wanita gila di barisan pling belakang memberinya tatapan tajam yang menghujam.
Buku lain oleh Rayya Mandira
Selebihnya