Gerald dacosta (26 th) CEO di perusahaan besar dikenal dengan nama Gerald company. Gerald sendiri memiliki kebiasaan suka melenyapkan seseorang secara random dan tidak ada siapapun yang berhasil lolos dari nya jika ia sudah menargetkan orang itu. bahkan semua sekertaris nya pun habis di tangan Gerald sendiri hanya karena tidak sesuai dengan kriteria nya. Hingga kehadiran sekertaris baru bernama Serly Debora (23th) mampu membuat Gerald merasakan nama nya jatuh cinta. Namun sayang, setiap penolakan yang ia dapat dari Serly membuat perasaan Gerald berubah menjadi sebuah Obsesi yang tidak berujung hingga setiap hari nya Gerald akan selalu mengawasi gerak-gerik Serly bahkan di dalam apartemen wanita itu tanpa disadari oleh Serly. ______ Bagaimana kelanjutan nya, mari baca terus cerita nya✅
"Tolong beri saya kesempatan hidup Tuan, tolong jangan lakukan itu. Saya berjanji akan mengikuti semua keinginan Tuan, tapi tolong biarkan saya tetap hidup," mohon seorang wanita dengan suara tercekat sembari berlutut di hadapan pria yang hendak menghabisi nya.
"Membiarkan mu hidup? Bagaimana ya?" Ujar pria itu, sembari mengangkat pisau yang berada digenggaman nya.
"Sayang nya, aku tidak menerima penawaran apapun, bahkan jika kau menawarkan dirimu itu." Lanjut nya dan tanpa belas kasih, pria itu langsung menancapkan pisau ke tubuh wanita tersebut.
Melihat pemandangan didepan nya, pria itu tersenyum karena puas dengan aksi yang baru saja ia lakukan.
Gerald Dacosta, pria yang baru saja melakukan tindak keji tersebut. Gerald adalah seorang CEO di perusahaan besar dan terkemuka bernama Gerald Company. Gerald sendiri adalah seorang yatim piatu, kehilangan kedua orang tua nya di saat menginjak usia sembilan tahun.
Tragis nya, kedua orang tua Gerald ditemukan terbujur kaku di kamar pribadi mereka sendiri dalam keadaan wajah juga perut yang sudah tidak berbentuk dan yang menemukan kedua mayat itu adalah seorang maid yang bekerja di mansion mewah tersebut.
Tidak ada seorang pun yang mengetahui siapa pelaku pasti di balik kematian kedua orang tua Noah, sebab polisi tidak menemukan jejak sang pelaku. Hingga akhirnya, kasus yang melibatkan orang tua Gerald itu terpaksa ditutup tanpa hasil.
"Keruangan ku." Ucap Gerald menghubungi asisten pribadi nya, Matius Miller.
Matius bukan hanya asisten pribadi Gerald, tetapi juga satu-satu nya sahabat yang dimiliki nya. Hanya Matius-lah yang mengetahui seluruh kisah hidup seorang Gerald dacosta dengan pasti.
"Ada apa?" Tanya Matius yang telah tiba di ruang kerja Gerald.
"Bersihkan Jasad ini" perintah Gerald.
Matius yang mendengar perintah tersebut, seketika menatap ke arah Gerald dengan pandangan kesal nya.
"Sudah yang ke sembilan belas kali nya kau melakukan tindakan seperti ini Gerald Dacosta? Hampir semua sekertaris-sekertaris yang ku pilihkan untuk mu itu habis. Dan kurang satu lagi, semua nya genap menjadi dua puluh" ucap Matius.
"Kalau begitu, pergilah mencarikan ku satu orang lagi, supaya aku bisa menggenapkan angka nya" jawab Gerald sembari tersenyum miring.
Mendengar ucapan Gerald, Matius tidak mampu untuk berkata-kata apapun lagi dan hanya bisa menghembuskan nafas saja tidak ingin membalas ucapan yang di lontarkan sahabat gila nya itu.
"Harus yang seperti apa lagi aku mencari kan sekertaris untuk mu? Bukan kah semua yang ku hadapkan untuk mu sesuai dengan kriteria yang kau inginkan? Di mana wanita itu harus memiliki rupa cantik, putih, dan juga punya bentuk yang Body Goals. Lalu, mengapa semua nya habis begitu saja?" Tanya Matius, dengan kening mengkerut heran.
"Aku merasa sangat bosan jika setiap hari harus melihat mereka keluar masuk ke dalam ruangan ku!" jawab Gerald.
"WHATT? Jangan katakan kalau hanya karena bosan kau melakukan tindakan seperti yang baru saja telah kau lakukan itu!" Ucap Matius, sedang Gerald hanya menganggukkan kepala sembari duduk santai dengan kedua kaki menyilang di atas meja.
"Sesuka hatimu sajalah, aku akan keluar untuk memerintah bodyguard mengurus jasad wanita ini" ujar Matius menatap pada jasad wanita yang sudah terbujur kaku.
Setelah mendapat izin, Matius dengan segera, melangkah keluar dari dalam ruangan Gerald untuk menghubungi bodyguard nya. Dan tidak berselang lama, datang lah dua bodyguard tersebut ke hadapan Matius.
"Lakukan seperti biasa" perintah Matius dan di balas anggukkan oleh kedua bodyguard nya. Dengan segera, kedua bodyguard tersebut pun memasuki ruangan Gerald, Tuan mereka.
Jasad wanita kaku tersebut diletakkan di dalam sebuah plastik besar yang telah di sediakan sebelum nya. Dan langsung saja kedua bodyguard Gerald membawa jasad itu untuk di berikan pada Mafia Salvatore. Dengan langkah mantap dan ekspresi wajah yang tenang, mereka melalui jalan rahasia yang langsung menuju area parkir tempat mobil mereka berada.
"Apakah aku memiliki agenda penting hari ini?"
"Tidak ada, Untuk hari ini kau tidak memiliki catatan kegiatan apapun" jawab Matius. Dan diangguki oleh Gerald.
"Lanjutkan pekerjaan ku yang tertunda ini, karena aku ingin kembali ke mansion guna beristirahat" ucap Gerald dan segera lah ia pergi meningalkan Matius sendiri dengan berbagai macam berkas di hadapan nya.
Setelah kepergian Gerald, tidak ada hal lain yang bisa Matius lakukan selain pasrah saja dengan pekerjaan yang ditinggalkan untuk nya itu.
"Di mana lagi, aku harus mencari sekertaris baru untuk perusahaan ini." Gumam Matius pelan, sembari duduk di kursi kerja Noah dan melanjutkan pekerjaan yang hanya setengah dikerjakan oleh Gerald tersebut.
**
Disisi lain
Seorang wanita berparas cantik tengah mematut diri di depan cermin. Kulit nya putih mulus, bulu mata lentik, hidung mancung, dan bibir pink merona alami yang menyempurnakan pahatan wajah nya itu.
Namun tiba-tiba, suara teriakan dari luar kamar membuat wanita itu terkesiap dan segera membuka pintu.
"Ada hal apa, paman?" tanya nya dengan ekspresi waspada, sembari menatap pria tua di hadapan nya. Akan tetapi, pria itu malah menatap keponakan nya dengan pandangan tidak pantas, mengamati sang keponakan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan tidak lama, ia pun dengan sengaja mengusap lembut lengan sang keponakan. Wanita cantik itu seketika merasa risih dan juga tidak nyaman.
Ekspresi mual pun terpancar jelas di wajah wanita tersebut seiring dengan usapan jari-jari paman yang berjalan di lengan nya.
Tanpa ragu, wanita itu segera menepis kasar tangan sang paman, namun akibat tindakan nya, tamparan keras seketika mendarat di pipi mulus nya. Wanita itu tersentak, tertoleh ke samping, merasa kesakitan dan juga perih.
Wanita yang baru saja di tampar itu adalah Serly Debora, Inilah kenyataan pahit yang selalu dialami Serly, yaitu terjebak dalam lingkaran kekerasan dan nafsu sang paman yang tidak tahu malu. Serly merasa begitu muak tinggal di rumah terkutuk itu, namun mau bagaimana lagi? Jika dia pergi, paman dan bibi laknat nya akan menghentikan biaya pengobatan sang Nenek yang tengah berjuang melawan penyakit di Rumah Sakit. Oleh sebab itu, dengan hati sedikit hancur, Serly tetap tinggal dan berusaha melindungi dirinya sendiri dari kelakuan sang paman.
"Dasar sok suci kamu, Serly" ucap sang paman.
"Ada keperluan apa paman kemari?" Tanya nya, tanpa menjawab ucapan sang paman.
"Berikan paman uang, jangan pelitt kamu"
"Serly tidak memiliki uang yang bisa Serly berikan pada paman, yang tersisa hanya ada uang untuk biaya pengobatan nenek yang sudah sedari dulu Serly kumpulkan apalagi Serly sudah di pecat dari perusahaan Farax Group." jawab Serly.
"Paman tidak mau tahu! Serahkan uang untuk pengobatan nenek mu itu saja kalau begitu. Biaya rumah sakit kan, juga sudah ditanggung oleh bibi mu dan juga Mona. Kamu harus punya uang khusus untuk paman! Nanti cari lagi uang nya," ujar sang paman dengan nada dingin.
Mendengar ucapan sang paman, Serly merasa seperti terpojok. Dengan langkah berat, ia berjalan kembali ke kamar nya untuk mengambil tabungan yang selama ini ia simpan demi nenek nya. Serly menggenggam uang itu erat-erat, membayangkan berapa banyak ia telah berjuang untuk mengumpulkan nya agar bisa membayar lunas seluruh biaya rumah sakit sang nenek agar tidak terus-menerus di perlakukan tidak adil di rumah yang seharus nya menjadi tempat ia merasa aman dan dicintai.
Namun apalah daya, hari ini Serly terpaksa harus memberikan uang simpanan nya itu kepada sang paman. Dan segeralah Serly memberikan setengah dari uang yang jumlah nya tidak sedikit itu.
"Segini saja tidak akan cukup untuk paman mu ini Serly. Jangan pelit-pelit kamu! Makan saja kamu di rumah ini," ucap sang paman, dan langsung saja merampas sisa uang yang ada di genggaman keponakan nya itu.
"Jangan mengambil semua uang Serly paman, Serly sudah tidak memiliki simpanan lagi, Di mana lagi Serly bisa dapat uang untuk membeli kebutuhan Serly nanti nya? Jika paman membawa semua nya!"
"Caranya, kamu pergi ke club dan mencari pekerjaan disana. Oh ya, satu hal lagi, kalau nanti keperawananmu telah terenggut, maka beritau paman. Agar paman bisa ikut merasakan nya." ucap sang paman tersenyum miring, dan segera berlalu dari hadapan Serly sembari mengibas-ngibaskan uang di tangan nya itu.
Serly merasa jijik sekali saat mendengar penuturan sang paman. Dan Serly yang telah kehilangan mood untuk berada di rumah, bergegas pergi menaiki motor nya untuk ke rumah sakit menemui sang nenek.
Setiba nya di sana, Serly bisa melihat jelas sang Nenek yang terbaring lemah di atas ranjang, tubuh nya kurus dan wajah nya pucat. Serly pun duduk di samping sang Nenek, sembari memegangi erat tangan Nenek yang dingin.
"Nek, tolong cepat bangun, yah. Serly tidak punya siapa-siapa lagi selain Nenek," bisik Serly dengan suara lirih dan juga mata berkaca-kaca.
Mendadak, bayangan wajah Paman dan Bibi yang kejam tiba-tiba muncul di benak Serly, membuat hatinya semakin sesak dan nafas nya tercekat.
"Serly sudah tidak kuat tinggal dengan mereka, Nek," lanjut Serly dengan suara serak. "Paman dan Bibi ternyata orang jahat. Mereka berdua mengancam akan memutus biaya pengobatan Nenek kalau Serly nekat untuk pergi dari rumah." Ujar Serly, air mata nya mulai menetes, jatuh di atas tangan Nenek yang dia pegang erat-erat.
"Cepat sembuh, yah, Nek, biar Serly tidak sendirian lagi karena sudah punya teman," pinta nya dengan suara parau.
Suasana di kamar Nenek terasa begitu hening dan suram. Hanya suara isak tangis Serly yang terdengar, menambah kesedihan yang menyelimuti ruangan itu. Nenek tampak begitu rapuh, seolah hidup nya bergantung pada setiap nafas yang dihembuskan nya.
Sementara itu, hati Serly semakin terpuruk, merasa terjebak dalam kehidupan yang penuh kesakitan dan ketidakadilan. Namun, di tengah keputusasaan itu, Serly bertekad untuk terus berjuang demi Nenek yang sangat dia cintai, dengan harapan suatu hari nanti kebahagiaan akan kembali menyinari hidup mereka berdua.
Bab 1 OBTM
16/07/2024
Bab 2 OBTM
16/07/2024
Bab 3 OBTM
16/07/2024
Bab 4 OBTM
16/07/2024