Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Break Up Effect

Break Up Effect

drizzle

5.0
Komentar
42
Penayangan
6
Bab

Aruna, seorang gadis berusia 25 tahun baru saja putus dari kekasihnya tepat tiga tahun usia hubungan mereka. Aruna sudah bisa menebak kalau hal seperti ini akan terjadi setelah dia tahu kalau kekasihnya memiliki wanita lain yang tidak lain adalah teman sekantornya. Tak mau dianggap perempuan lemah yang seolah dunianya akan runtuh pasca putus dari laki-laki buaya itu, Aruna mencoba menanggapi kalimat putus dari kekasihnya dengan sangat santai. Walau pada saat pulang ke rumah dia tetap menangis sesenggukan juga. Nella sang sahabat yang juga baru putus minggu lalu menjadi saksi hidupnya. Bersama Nella. Aruna mencoba mengobati luka hatinya dengan segala cara. Dia juga merasakan domino effect setelah putus. Mulai dari masuknya beberapa nomor tak dikenal yang mengajaknya berkenalan hingga munculnya kembali sang cinta pertama yang belum kelar. Belum lagi tuntutan dari keluarga pihak Ayahnya yang memintanya untuk segera menikah, dan berujung dijodohkan hingga dicomblangi oleh para sepupunya dengan para stranger dengan tabiat yang sangat random. Move on yang nyaris berhasil kembali dikacaukan oleh kemunculan sang mantan. Aruna tentu tak akan goyah semudah itu, di tambah lagi Nella yang selalu mencecarnya dengan ungkapan 'jangan kembali ke masa lalu jika tak ingin disakiti untuk kedua kalinya.' Kira-kira jawaban seperti apa yang akan Aruna berikan? Akankah dia mengabaikan ucapan Nella dan kembali pada masa lalunya? Atau memulai hubungan baru dengan orang yang baru juga? Atau mungkin ... tidak keduanya?

Bab 1 Break Up

"Kita udahan ya."

"Ok," sahut Aruna santai. Cewek berkulit kuning langsat ini terlihat sudah mengetahui hal itu sebelumnya.

Hening sejenak.

"Kamu nggak tanya alasan aku apa?" tanya laki-laki berperawakan tinggi itu dengan raut wajah heran.

"No," jawab Aruna lagi. Mata almond coklat terangnya tampak memancarkan keseriusan dari jawabannya.

"Kamu beneran nggak pengen tahu?"

"Iya."

"Kamu nggak kecewa atau sakit hati gitu?"

"Pertanyaan kamu telat. Aku sudah kenyang dengan semua perasaan itu, sejak aku tahu kamu selingkuh sama Julia."

Yup ... sesimple itukah respon Aruna di momen berakhirnya hubungannya dengan Aji. Cowok yang selama 3 tahun terakhir menjadi kekasihnya. Cowok yang pada awalnya sangat dia percaya kini berubah menjadi sangat mengecewakan.

Cowok yang ... ahhh sudahlah. Aruna muak membicarakannya.

Dia menghembuskan nafas kasar, ada rasa ketidakpuasan tergambar dari mimik wajah Aji. Aruna menyadari betul ekspresi itu.

"Kenapa? Kamu kecewa karena aku nggak marah-marah, sebel, atau nangis-nangis gitu?" tanya Aruna runtun.

Jika memang dugaan Aruna benar, Aji sungguh sangat aneh. Dia yang minta udahan, lalu kenapa dia yang harus merasa kecewa dan sakit hati? That's funny.

"Apa jangan-jangan kamu sendiri udah punya cadangan? Makanya kamu bisa bersikap sesantai ini."

Aruna terkekeh. Sekarang dia malah melayangkan tuduhan tidak jelasnya pada Aruna. Cowok gila. Cowok tidak tahu diri.

"Jangan samain aku sama kamu, Aja. Aku bisa bersikap sesantai ini, karena mata aku udah terbuka. Aku sadar, kalau cowok modelan kamu nggak pantes buat ditangisin. Even, kamu udah nggak ada di duniapun, belum tentu aku tangisin."

"Kamu nyumpahin aku?" tanyanya agak kesal.

"Nope. Kamunya aja yang baper."

Aji terlihat masih tak percaya dengan respon yang Aruna tunjukkan. Masa' bodoh dengan itu, toh memang sudah sewajarnya hubungan ini berakhir. Sudah tidak ada satupun lagi alasan untuk mempertahankannya.

"Udah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi kan? Kalau gitu aku pamit. Bye."

Aruna beranjak pergi meninggalkan cafe dengan perasaan lega. Lega karena tak akan ada lagi laki-laki itu dalam hidupnya. Lega karena dia tak perlu berpura-pura bodoh lagi dengan perselingkuhan Aji.

***

Puluhan tisu berhamburan di lantai, tampak Aruna sedang duduk di atas kasurnya sambil memangku kotak tissue. Matanya tampak sangat sembab lantaran terus menangis sejak semalam. Hidung mancungnya juga sudah sangat merah sekarang. Bahkan hingga kini, matanya masih saja basah karena air mata yang tak mau berhenti mengalir.

Dan satu-satunya orang yang menjadi saksi betapa merananya Aruna pagi ini, adalah Nella. Sahabatnya. Cewek berambut ikal ini hanya bisa memamerkan wajah cengo dan kadang sesekali meringis karena prihatin melihat Aruna.

"Bukannya, lo bilang lo ngerasa lega ya putus dari dia? Tapi kok, lo bisa segalau ini sih?" tanya Nella masih saja tak percaya.

Saat di telepon tadi malam, Nella sangat yakin kalau Aruna baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang dia bertingkah seperti di tinggal mati Romeo begini?

"Maunya gue juga gitu. Cowok buaya kayak dia, emang nggak pantes ditangisin. Tapi ... kenangannya itu loh Nel, itu yang nggak bisa gue lupain. Itu yang bikin hati gue sakit banget," sahut Aruna dengan sesenggukan.

Cewek yang terkenal periang dan easy going ini ternyata cukup sensitif juga soal perasaannya.

"Ya udah sih, temenin aja gue ngegalau dulu. Toh ... lo begini juga kan minggu lalu?" tuding Aruna langsung menembak Nella tepat sasaran. Membuat Nella kehabisan kata-kata untuk membalasnya.

Memang benar, kalau Nella baru putus minggu lalu. Bahkan efeknya lebih parah. Jika Aruna kini hanya menangis demi membuat hatinya sedikit lebih lega, Nella justru berniat melompat dari lantai dua rumahnya saking galaunya.

Namun urung karena dia takut dosa. Belum lagi, ucapan Aruna yang bilang kalau dengan melompat dari lantai dua, itu belum tentu membuat Nella mati. Mungkin hanya cacat atau gegar otak. Tanggung katanya.

Memang dua orang sahabat yang saling melengkapi dan pemikirannya sungguh di luar nalar.

"Terus sekarang, rencana lo apa? Lo nggak mungkin donk nangisin cowok nggak tahu diri itu terus-terusan. Kalau dia tahu soal ini, wah ... bakal sebesar apa kepala dia."

"Lima menit lagi. Biarin gue nangis lima menit lagi."

What? Permintaan nyeleneh macam apa itu? Sebegitu gampangnya apa dia mengatur ritme tangisannya sendiri? Kalau bisa begitu, kenapa tidak lakukan itu dari semalam saja, Aruna ... Aruna.

***

Semangkok ramen, kini sudah ada di hadapan Aruna. Restoran ramen favoritnya hari ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Padahal saat dia tiba tadi, hanya ada dua meja yang terisi. Aruna yang lebih menyukai situasi tenang saat makan, tentu sangat menyesali kedatangannya hari ini ke sini.

Tapi, mau pulang sekarang juga sudah kepalang tanggung karena ramen sudah tersaji. Nella yang extrovert tentu sama sekali tak bermasalah dengan itu. Dia kini juga tampak sumringah memandangi ramen pesanannya yang terlihat sangat lezat. Belum lagi kepulan asap dari ramen yang hangat ini juga sudah menjamah hidungnya. Nella semakin tak sabar untuk menyantapnya.

Aruna yang masih tak berhasrat menyentuh makanannya, hanya memandangi Nella. Dia tak menyangka kalau Nella akan sebegitu cepatnya melupakan sakitnya patah hati yang dialaminya minggu lalu. Padahal, Aruna tahu betul sedalam apa perasaan Nella untuk mantan kekasihnya itu. Bahkan, Nella sempat cerita kalau mereka akan segera menikah.

Tapi, bukannya undangan pernikahan yang mereka sebar melainkan perpisahan yang terjadi tanpa alasan yang jelas. Yup ... Nella tidak menceritakannya begitu detail, dia kadung sakit hati lantaran diputusin begitu saja.

Tak mau ramennya dingin, Aruna kini memilih untuk mulai menyantapnya walau masih merasa tidak nyaman dengan keadaan restoran yang makin ramai hari ini.

Baru juga berniat memasukkan ramen ke mulutnya dengan bantuan sumpit, Aruna kembali berhenti lantaran mendengar tangisan kecil yang entah darimana asalnya.

Aruna langsung memperhatikan keadaan sekitar, tadinya dia pikir tangisan itu berasal dari anak kecil yang duduk persis di meja sebelah. Tapi ternyata, tangisan itu berasal dari orang duduk persis di depannya. Siapa lagi kalau bukan, Nella.

Aruna hanya bisa mengerjapkan beberapa kali, melihat Nella menangis sesenggukan tapi dengan mulut yang penuh dengan makanannya.

"Nel, are you okay?" tanya Aruna mencoba memastikan. Dia khawatir pada sahabatnya, tapi dia juga tak ingin jadi pusat perhatian karena kelakuan sahabatnya sekarang.

Nella tak langsung menjawab dia sibuk mengunyah makanannya dengan mata dan pipi yang mulai basah.

"Ramennya nggak enak? Atau ... ada yang aneh sama ramennya?" tanya Aruna lagi-lagi mencoba mencari tahu penyebab tangisan Nella.

"Hiks ... hiks ..., ramennya enak kok," sahut Nella tersedu sambil mengusap air matanya dengan tangan.

"Terus, kalau emang enak, kenapa lo nangis?"

Iya ... Aruna tahu, mungkin ada beberapa orang yang akan merasa terharu saat mencoba makanan enak. Tapi ... dua belas tahun mengenal Nella, rasanya cewek bertubuh tinggi semampai itu bukanlah tipe orang yang seperti itu.

"Rasanya sama kayak ramen yang pernah gue makan waktu anniv gue kemaren."

Aruna terdiam seketika.

Ok, ternyata ini masih soal breakup effect yang dirasakan Nella. Dia yang tadi terlihat baik-baik saja, ternyata masih serapuh itu ketika bertemu momen yang sama persis dengan yang pernah dia alami bersama mantannya.

Apa Aruna juga akan seperti itu nanti?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh drizzle

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku