Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Enemy But Married

Enemy But Married

Nisa Puspita

5.0
Komentar
15
Penayangan
5
Bab

Menceritakan tentang kisah tragis kehidupan seorang Chiara melihat pembantaian kedua orang tua di depan matanya akibat masalah hutang pihutang, tak berhenti sampai disana ia terpaksa harus melunasi semua hutang kedua orang tuanya dengan persyaratan tertentu. Ada tempo waktu yang tak masuk akal untuk hutang sebanyak itu, Chiara kalut. Pada moment yang pas ada seorang wanita berusia 40 tahun menghampirinya memberi perhatian lebih selayaknya seorang Ibu, Chiara pun terbuai hingga masuk ke dalam lembah hitam.

Bab 1 Tragedi Berdarah

Terdengar begitu keras hujan peluru di ruang tengah bersahutan dengan rintihan satu keluarga tak berdosa, menyisakan Chiara gadis berusia 20 tahun yang masih bersembunyi di balik pintu kamarnya.

"Papa, Mama."

"Hiks."

"Buang mayat tak berguna ini, bersihkan seluruh ruangan," perintah Marcel.

"Baik, Bos," sahut seluruh bodyguard.

Sontak kedua netra Chiara terbelalak mendengar kata mayat, darahnya mendidih. Tanpa pikir panjang ia bergegas keluar dari kamarnya berjalan tegap dengan kobaran amarah dalam dada, Chiara yang semula begitu ketakutan dengan musuh-musuh keluarganya kini tiba-tiba berubah 180°.

Melihat adanya pisau diatas meja Chiara langsung menyahut pisau itu membawanya dalam peperangan malam ini.

"Agra," panggil Marcel dengan nada kesal.

"Iya Pak."

"Bodoh kau, masih ada orang lagi di rumah ini."

Perlahan Agra menatap ke arah yang ditatap Bosnya.

"Ya Tuhan."

"Cepat tangkap dia, habisi!"

"Baik, Pak."

Agra begegas berlari menghampiri Chiara yang tak gentar melangkah.

"Mau apa kau?" tanya Chiara sambil mengacungkan pisau.

Cepat-cepat Agra mengambil senjata apinya, di rabanya berulangkali senjata itu tak ada di kantungnya.

"Sial, kemana senjataku."

"Jahat kalian semua, tak punya hati," ucap Chiara dengan geram.

"Turunkan pisau mu!"

"Kenapa kau takut?"

Stttt..

Agra berhasil mengambil alih kendali tangan Chiara yang memegang pisau, mengunci lehernya sambil mengarahkan pisau itu tepat di depan wajahnya.

Debaran jantung Chiara makin tak karuan, kini nyawanya benar-benar sudah di ambang

"Gimana, sekarang kau yang takut bukan?" tanya Agra dengan senyum liciknya.

"Pak, gadis ini langsung kita eksekusi?" tanya Agra pada Marcell.

"Jangan dulu, bawa dia ke mobil."

Tak bergeming, Agra langsung menyeret Chiara membawanya keluar dari rumah minimalis itu.

"Emmmm," teriak Chiara dalam bekapan tangan Agra.

Buhhggg.

Chiara tersungkur di atas jok mobil.

Tak lama mobil melaju kencang membawa Chiara pergi.

"Ya Tuhan apa aku juga akan mati," ucap Chiara dalam hatinya bertanya-tanya.

"Ku kira aku tadi bisa bunuh mereka semua, ternyata salah. Aku yang akan di bunuh mereka," ucapnya kembali dalam hati.

Chiara dari belakang mulai manatap Agra yang tengah sibuk mengemudikan mobil, satu bodyguard duduk di depan sementara satu lagi duduk di sampingnya membuat Chiara tak bisa berkutik.

Diliriknya bodyguard di sebelahnya.

"Hemmmrr," dia mengerang, menakutkan.

Cepat-cepat Chiara memalingkan pandangan, "semua orang disini kenapa seram-seram ya jadi makin takut aku," ucapnya dalam hati.

********

Tiba di mansion, Chiara kembali diseret oleh kedua bodyguard. Tanpa perasaan mereka terus menyeretnya masuk ke dalam mansion.

"Bawa dia ke kamar!" perintah Marcell.

"Baik Pak," sahut kedua bodyguard.

"Lepaskan aku," teriak Chiara sambil meronta-ronta.

"Diam," bentak bodyguard itu tepat di telinga Chiara.

Seketika Chiara terdiam, bentakan itu seolah masuk menusu telinga hingga tembus ke hati. Tak ada yang di pikirkan Chiara saat ini selain mati ingin berontak melawan tak bisa, mati pun enggan.

Brughhh.

Chiara tersungkur di dalam kamar.

Klekk.

Cepat-cepat kedua bodyguard mengunci pintu dari luar.

Chiara masih menatap lantai dengan tangan mengepal, netranya tak berubah terus menatap lantai. Darahnya kembali mendidih setelah dirinya didorong, dibuang bak sampah tak berguna.

"Awas kalian, akan kubalas kalian dengan seribu kali lebih sakit dari ini. Juga akan ku balaskan dendam Papa Mamaku, tak ada balasan yang pantas dari kasus pembunuhan selain pembunuhan juga."

Tak ingin dirinya berlama-lama di kamar neraka ini Chiara segera beranjak dan mulai mencari-cari celah untuk ia bisa keluar dari sini.

Mulai dadi kamar mandi dalam, terlihat hanya ada ventilasi berukuran kecil tak memungkinkan tubuhnya lolos menerobosnya. Berpindah ke ruang kamar, melihat adanya gorden dengan cepat Chiara membukanya.

Srekkk.

"Ah, sial. Jendela kaca ini tertanam tak bisa kubuka," gerutu Chiara sambil terus mencoba membuka jendela kaca itu.

"Konsep desain mansion ini menyebalkan, sama menyebalkannya seperti yang punya."

"Bisa-bisanya taruh jendela kaca di kamar tapi tanam, untuk apa coba. Mana jelek lagi," gerutunya tanpa henti.

Netranya mulai mengedar kekiri kekanan, tepat di ujung kamar netranya terpaku pada dua buah stik bisbol yang tersandar disana. Dari melihat stik bisbol, ia akhirnya tahu cara keluar dari mansion ini.

Dengan cepat Chiara mengambil stik bisbol itu dan kembali ke tempat dimana ia berdiri tadi.

Chiara mulai mengatur nafas, memasang kuda-kuda sambil mengayunkan bisbol ke belakang.

Dak.. pyarrr.

Kaca kamar itu langsung pecah cukup lebar hanya dengan satu pukulan, Chiara agak terkejut tak menyangka dirinya langsung bisa memecahkan kaca itu.

"Huh, aku kira kaca ini tebal ternyata murahan. Baru satu kali pukul saja sudah pecah."

Druk druk druk.

Suara banyak kaki berlari mendekat ke arah kamar, mendengar hal itu Chiara tak ingin membuang waktunya. Dengan cepat ia keluar menerobos jendela kaca yang berhasil ia pecahkan, sedikit berhati-hati sebab dia tas dan bawahnya masing-masing kaca masih menancap.

Srett...

"Aw," rintih Chiara, tak sengaja tangannya terkena serpihan kaca.

Klek..

Pintu kamar mulai terbuka, bersamaan dengan kedua mata Chiara yang terbelalak melihatnya.

"Aku harus pergi dari sini bagaimanapun caranya," ucap semangat Chiara.

Ia bergegas berlari ke sisi kanan terlihat hamparan taman begitu luas, ia percaya jika ada taman itu pasti memiliki pintu entah pintu darurat atau pintu menuju ke halaman mansion.

"Chiara," teriak Marcell memanggil Chiara.

Seketika Chiara shok mendengar namanya disebut, langkahnya sedikit tersendat akibat kurang fokus.

"Hah, dari mana dia tahu namaku," ucap Chiara dalam hatinya bertanya-tanya.

Chiara terus berlari, hingga tiba ia di pintu kayu berukir indah. Perlahan ia mulai membuka pintu itu, perlahan demi perlahan sebab ia tahu bodyguard-bodyguard itu pasti sekarang ini sedang memperketat penjagaan.

Krieeettt..

Benar dugaannya banyak bodyguard berkeliaran di halaman mansion, pintu yang di temuinya ini benar-benar terhubung dengan halaman mansion.

Degkk.

Pintu kembali ia tutup secepat kilat, Chiara langsung berbalik badan membelakangi pintu dengan nafas terengah-engah, jantung berdegup kencang serasa andrenalin kian bertambah.

"Siapa disana?" tanya bodyguard yang mendengar suara bantingan pintu.

"Tak ada siapa-siapa," jawab Chiara.

Tak lama ia langsung tersadar akan ucapannya, "Lah, kenapa aku jawab."

Brak brak brak.

Pintu mulai di gedor kasar.

"Buka pintunya atau aku dobrak," gretak bodyguard.

Chiara kembali berlari ke arah hamparan hijau mengarah kembali ke kamar, tak ada pilihan lain ia harus melewati kamar itu.

"Hey, jangan lari kau," teriak bodyguard berusaha mengejar Chiara.

Semantara Chiara tak mau menyerah, ia terus berlari sekencang-kencangnya tak peduli bodyguard-bodyguard di belakangnya sudah makin dekat ia tetap berlari masih berharap dirirnya bisa bebas dari penyekapan ini.

"Aku tak boleh menyerah, aku pasti bisa keluar dari sini," ucap Chiara lirih.

Brughhh.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Nisa Puspita

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku