Buka APP dan Klaim Bonus Anda
Buku "Pesona Istri Yang Kuabaikan" karya Isna Arini membawa kita ke dalam perjalanan emosional Husniah, seorang gadis muda yang menikah di usia hampir dua puluh tahun. Dengan tubuh kurus dan kurang perawatan, Husniah sangat jauh dari gambaran ideal pria mapan dan matang seperti dirinya. Pernikahan mereka terjadi atas permintaan dari Ibunya, tetapi selama setahun berjalan, sang suami mengabaikan Husniah demi mengejar wanita yang lebih ia sukai.
Di tengah dinamika hubungan yang rumit, kisah ini mengungkap perubahan tak terduga. Husniah tumbuh menjadi sosok wanita anggun dan memesona, sebuah transformasi yang terlewatkan oleh sang suami. Terlambat menyadari pesona istri yang sebelumnya diabaikannya, sang suami terperangkap dalam kesalahan dan penyesalan. Kembali meninjau hubungan mereka dengan cermat, kisah ini menghadirkan pertanyaan tentang pentingnya penghargaan, kesetiaan, dan pemahaman terhadap nilai sesungguhnya dalam sebuah hubungan. Misteri dari perubahan Husniah yang luar biasa ini menggugah sudut pandang baru tentang cinta, penyesalan, dan pertobatan.
Bagian 1: Anda mungkin juga menyukai buku yang sejenis dengan Pesona Istri Yang Kuabaikan
Bagian 2 : Sinopsis Novel Lengkap "Pesona Istri Yang Kuabaikan"
Bagian 3: Karakter utama Pesona Istri Yang Kuabaikan
Bagian 4: Bab paling populer dari Pesona Istri Yang Kuabaikan
Jika Anda menyukai novel roman cerita dewasa, saya merekomendasikan 6 buku mirip "Pesona Istri Yang Kuabaikan".
Husniah, berusia menjelang dua puluh tahun saat kunikahi. Gadis itu kurus, dan tidak bisa merawat diri, jauh dari tipeku sebagai pria mapan dan matang. Kami menikah karena permintaan Ibuku. Selama satu tahun aku mengabaikan dirinya dan memilih mengejar wanita yang aku suka. Siapa sangka, istriku tumbuh menjadi wanita yang anggun dan mempesona, namun aku terlambat menyadarinya.
Husniah (Perempuan):Berusia hampir dua puluh tahun saat dinikahi. Awalnya dianggap kurus dan kurang dalam perawatan diri oleh suaminya.
Hanan (Laki-laki): Seorang pria yang menikahi Husniah karena permintaan ibunya. Selama setahun, ia mengabaikan Husniah dan memilih untuk mengejar wanita lain yang disukainya. Akhirnya menyadari transformasi Husniah menjadi wanita anggun dan menarik, namun terlambat untuk menghargainya.
Pesona Istri Yang Kuabaikan Bab 1
"Tidur di kamar sebelah, jangan tidur di sini. Aku tidak suka kamu tidur di kamarku," ucapku pada gadis berusia dua puluh tahun, yang baru saja menikah denganku.
Kami menikah seminggu yang lalu, setelah itu aku harus membawanya ke kota. Tinggal bersama denganku di kota ini. Bukan tanpa sebab aku tak ingin tidur dengannya. Aku tidak begitu mengenalnya, dan juga tidak menyukainya apalagi menaruh hati padanya.
Aku menikah dengannya karena dipaksa oleh Ibu, wanita yang sudah melahirkanku itu tiba-tiba saja memintaku pulang dan menikahi gadis ingusan itu.
Bagaimana tidak ingusan, aku yang sudah berusia tiga puluh tiga masa menikah dengan wanita berusia dua puluh tahun. Dia tidak pantas menjadi istriku. Sudahlah kurus, kecil, dan tidak modis sama sekali. Bajunya semua terlihat panjang dan kedodoran di badannya yang mungil dan kurus itu. Setiap hari, kulihat dia memakai rok panjang dan kaos lengan panjang, tak lupa kerudung segi empat yang dilipat kemudian dipakai asal di kepalanya untuk menutupi rambutnya.
Husniah - nama gadis itu- menerima selimut yang aku sodorkan dengan menunduk. Dan aku pastikan matanya berkaca-kaca. Menyebalkan memang tingkahnya selama aku bersamanya beberapa hari ini.
"Jangan galak padanya, Han. Kalau kamu belum bisa mencintainya sebagai istri, sayangi dia selayaknya kamu menyayangi adik perempuan. Kasian Nia, dia sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini," pesan Ibu terngiang di telingaku.
"Si@l!" Umpatku dalam hati.
"Sini!" sentakku.
Kurebut kembali selimut dari tangannya.
"Biar aku yang tidur di kamar tamu." Aku berkata sambil berlalu meninggalkannya.
Kuhemapaskan tubuh lelahku di atas tempat tidur yang berada di kamar tamu. Aku lelah jiwa raga, bisa-bisanya aku terjebak bersama gadis itu. Sampai kapan aku akan berada di situasi ini.
****
Pagi-pagi sekali, aku sudah mendengar suara berisik dari arah dapur. Kulihat gadis itu sedang sibuk di dapur, entah apa yang dilakukannya. Aku mendekat untuk melihat apa yang dilakukan. Kalau kenapa-kenapa aku juga yang nanti kena masalah.
Aku duduk di atas kursi mini bar dapur untuk mengawasi gadis itu.
"Sudah bangun, Mas? Aku buat kopi untukmu," ucap Nia sambil meletakkan secangkir kopi di hadapanku.
Dari tempatku duduk, memang sangat jelas situasi dimana Husniah berada.
"Aku mau masuk kerja hari ini, kamu tinggal saja di rumah, jangan keluar kemana-mana, jangan melakukan pekerjaan berbahaya, jangan membuka pintu untuk siapapun," pesanku panjang lebar.
👉👉📕Klik di sini untuk membaca bab populer lainnya📖
Pesona Istri Yang Kuabaikan Bab 2
"Hanan, Ibu memintamu pulang untuk menikah. Ibu sudah menyiapkan semuanya, kamu tinggal menyiapkan diri dan hafalin ijab kabul," ucap wanita yang sudah melahirkan diriku itu.
Aku tiba-tiba saja dihubungi oleh orang tuaku, diminta buru-buru pulang kampung dan tiba-tiba saja dinikahkan. Aku pikir Bapak memintaku untuk pulang segera, karena Ibu kenapa-napa. Wanita dengan usia lebih dari setengah abad itu memang kadang suka tiba-tiba sakit. Aku khawatir.
"Hanan bisa cari istri sendiri, Bu. Tidak perlu dijodoh-jodohkan seperti ini."
"Kapan, mana? Usiamu sudah lewat tiga puluh. Teman-temanmu di sini sudah pada punya anak, ada yang lebih dari satu malahan." Lagi, ibu menyebut hal yang sama setiap kali memintaku menikah.
Bahkan orang tuaku itu mengira aku tidak tertarik pada lawan jenis. Ah, mereka tidak tahu saja aku sudah menaruh hati bertahun-tahun pada teman kantorku.
"Sebentar lagi Hanan akan bawain Ibu menantu."
"Dari dulu sebentar lagi terus, bosan Ibu mendengarnya. Apa kamu mau Ibu meninggal tanpa sempat mengendong cucu," ucap Ibu dengan nada sedih.
Kalau sudah begini, aku memilih untuk tidak mendebat.
"Anak Ibu kan bukan cuma aku, Bu. Ada Syifa juga."
Kusebut nama adik perempuanku, kami hanya dua bersaudara.
"Syifa masih kecil, baru juga kuliah di tahun ke dua. Baru dua puluh tahun."
Jarakku dan adikku memang cukup jauh, sepuluh tahun lebih. Aku memiliki adik saat memasuki Sekolah Menengah Pertama.
"Tapi wanita yang Ibu akan jadikan menantu itu lebih muda lagi dari Syifa, Bu. Baru sembilan belas tahun. Baru mau dua puluh tahun. Dia lebih pantas jadi adikku daripada jadi istriku."
Keinginanku untuk tidak mendebat Ibu tiba-tiba menguap sudah.
"Husniah beda, Han. Dia dewasa di usianya. Lagipula gadis itu yatim piatu. Hidup sebatang kara, tidak ada yang menjaganya. Kasian dia, Han. Bundanya yang merupakan teman Ibu, meninggal seminggu yang lalu. Tidak ada yang menjaganya," terang Ibu panjang lebar.
"Apa semua teman ibu yang anaknya jadi yatim piatu harus aku nikahi?"
"Hanan!" bentak Ibu dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Mas Hanan, Mas!"
Lamunanku buyar mendengar panggilan lembut dari seorang wanita. Lita, wanita yang sudah aku nantikan kesiapannya menikah sejak dua tahun yang lalu itu sedang berdiri di depan mejaku dengan tas selempang tersangkut di bahunya.
"Nglamun aja, udah waktunya pulang. Bisa bareng gak? Aku lagi gak bawa kendaraan," ucap wanita itu sambil tersenyum.
👉👉📕Klik di sini untuk membaca bab populer lainnya📖
Pesona Istri Yang Kuabaikan Bab 3
Pintu gerbang terbuka begitu aku hendak turun dari mobil. Tampak sosok gadis kurus mendorong pintu beroda itu dengan semangat. Aku urung turun dari kendaraan dan langsung menjalankan mobil masuk ke garasi mobil.
"Baru pulang, Mas?" tanya Husniah begitu aku turun dari mobil dan gadis itu kembali menutup pintu gerbang.
"Dah tahu nanya!" sahutku sinis.
Kenapa hanya dengan melihatnya membuat moodku rusak. Aku memang pulang cukup malam, jam sembilan. Tadi saat mampir ke rumah Lita, orang tua wanita itu malah mengajakku makan malam, lalu tak terasa waktu sudah beranjak malam. Aku pulang dari rumah Lita jam delapan, dan baru sampai rumah satu jam kemudian.
"Mas Hanan sudah makan?" tanya Husniah sambil berjalan mengikutiku masuk ke dalam rumah.
"Sudah."
Krrukkk ... terdengar suara perut gadis itu berbunyi. Bunyi perut yang belum diisi.
"Kalau kamu lapar, makan saja sana! Lain kali gak usah nungguin aku," seruku sembari berlalu menuju kamar.
Aku ingin mandi dan segera beristirahat, badanku rasanya sudah sangat lelah. Ah iya, aku sampai lupa belum membelikan bahan makan untuk gadis itu. Biarlah masih ada telur sama mie instan. Biar saja besok dia makan lagi dua makanan itu. Kalau dia pandai memasak seperti kata Ibu, pasti dia tidak hanya akan makan mie dan telur. Ada beras di dapur, dia bisa makan nasi pakai telur dadar.
Aku memindai kamar, semua terlihat rapi, tas besar milik Husniah juga sudah tidak ada di tempat ini. Mungkinkah dia sudah memindahkan isinya ke dalam lemari. Tanpa minta ijin padaku.
Segera kubuka lemari bajuku. Tidak ada baju milik gadis kurus itu.
Telingaku mendengar pintu kamar terbuka, gadis itu yang membukanya dan hendak masuk ke dalam kamar.
"Lain kali ketuk pintu jika ingin masuk. Ini kamarku bukan kamarmu. Jangan mentang-mentang Ibu sudah menikahkan kita, kamu bisa berbuat seenaknya, bertingkah seperti istriku." bentakku pada Husniah.
"Maaf, Mas," lirihnya sambil menunduk.
Pasti nangis lagi.
"Nangis lagi, nangis terus. Dasar bocah!"
Gadis itu mundur dan berbalik arah, hendak keluar lagi dari kamar ini.
"Mau kemana!" Aku bertanya dengan nada cukup keras.
"Mau ke kamar sebelah. Biar Nia yang tidur di sana. Daripada Mas Hanan bolak-balik dari kamar ini ke kamar sebelah," sahutnya dengan nada bergetar menahan tangisan.
"Bagus jika kamu mengerti, sudah bagus aku membawamu bersamaku, kamu harus tahu diri."
Husniah mengangguk lalu berpamitan untuk pergi ke kamar sebelah. Aku membuang nafas kasar, bagaimana aku akan menikah dengan Lita jika ada gadis ingusan itu bersamaku.
👉👉📕Klik di sini untuk membaca bab populer lainnya📖
2024-11-27
2024-11-27
2024-11-26
2024-11-22
2024-11-20
6971
2993
2300
1598
1188