"Hai ... Malikha Swan. Apa kamu masih ingat aku?" tanya Aidan membuat Malikha tersenyum. Ia membelai dada Aidan agar ia bisa mendekat tapi Aidan kemudian mundur dan melempar jasnya. "Oh, aku menunggu sekian lama untuk melakukan hal ini padamu. Aku ingin lihat ekspresimu ketika aku mengatakan padamu siapa aku sebenarnya," ujar Aidan dengan senyuman jahat. "Aku ... adalah si gendut jelek yang kamu jebak 12 tahun lalu di Hope Park Cemetry." Tak ada masa yang lebih indah dari masa SMA. Sayangnya, kalimat itu tak berlaku bagi Aidan Orlando Caesar. Aidan dibesarkan oleh seorang Ibu tunggal yang baru menikah lagi setelah ia berusia 17 tahun. Masa-masa SMA yang seharusnya diisi dengan kegembiraan tapi bagi Aidan adalah sebuah penderitaan. Aidan adalah sasaran bully terempuk para siswa SMA Woodstone Private di LA. Tubuhnya yang tambun, pipi chubby dan potongan rambut bowl cut membuatnya kerap dipukuli, dihina dan dijahili setiap hari. Sampai suatu hari ia menyukai seorang gadis yang merupakan kekasih Quarterback tim football Eagle Wood di sekolahnya bernama Malikha Swan. Sayangnya, Malikha ikut dalam kelompok yang menjahili Aidan hingga ia trauma berat. Setelah diselamatnya oleh sahabatnya Arjoona, Mars dan Caleb, Aidan berubah total. Ia kembali mencari semua orang yang membuatnya sangat trauma dan membalas dendam pada mereka, itu termasuk Malikha Swan yang tidak lagi mengenali Aidan setelah belasan tahun berselang.
Wajahnya selalu menunduk dan tak pernah berani menatap orang lain. Ia adalah salah satu siswa tingkat dua di Woodstone Private High School namun tak ada yang mengenal namanya. Ketika ia turun dari bis sekolah berwarna kuning, ia hampir terjerembab diantara kendaraan dan para siswa yang berebutan keluar. Anak itu begitu pemalu dan selalu merasa dirinya tak sebanding dengan orang lain.
Aidan Orlando hanya bisa menghela napas dan menunggu semua orang pergi meninggalkannya baru ia akan melanjutkan berjalan kaki masuk ke pekarangan sekolah. Sambil menggenggam tali ransel dengan erat, Aidan menelan ludah dan memperbaiki letak kacamatanya.
Ia sempat terdiam sejenak memandang bangunan besar di depannya. Jika ia bisa kembali, rasanya ia ingin pulang saja. Hidup di LA sudah cukup sulit baginya, lalu masuk ke sekolah swasta seperti ini makin membuatnya frustasi. Aidan cukup lama terdiam merutuki dirinya yang terlahir pengecut dan tak mampu melawan keadaan yang membelenggunya bertahun-tahun.
"HEY, MORON!" (bodoh) teriak salah seorang siswa senior pada Aidan. Aidan terpaksa berhenti dan menundukkan kepalanya. Siswa itu mendekat padanya dan membully-nya seperti biasa.
"Kamu ingatkan janjimu hari ini? Jangan bilang kamu melupakannya!" ujar senior itu sambil memukul bagian belakang kepala Aidan. Aidan tidak menjawab dan menelan ludahnya dengan perasaan takut. Tangannya yang gemetaran kemudian merogoh saku celana lalu mengeluarkan uang sakunya hari ini dan menyerahkannya pada senior itu.
"What a nerd!" ejek (dasar kuper) para senior yang mengerjai Aidan. Mereka kemudian tertawa keras dan Aidan pun pergi tanpa bicara sepatah kata pun.
Aidan masih berjalan sendirian masuk ke bangunan sekolahnya, SMA Woodstone Private ketika bel tanda masuk tengah berbunyi dengan keras. Semua siswa bersiap akan masuk kelas seperti biasa. Aidan kemudian berjalan ke arah loker untuk mengambil beberapa buku dan menyimpan tas. Tiba-tiba ia didorong dengan keras sehingga keningnya membentur pintu loker.
"Aah!" hanya suara kecil kesakitan yang keluar dari mulutnya. Ia menegakkan lagi tubuhnya dan menoleh ke belakang melihat kumpulan anak-anak populer di sekolah yang sengaja mendorongnya hingga membentur loker dan mereka pura-pura tidak sengaja. Aidan masih diam saja, ia membuka pintu loker dan mengambil buku yang diperlukan untuk kelas Sains pagi ini.
"BALL CHEEK!" (pipi bola) teriak salah seorang siswa yang menggunakan skateboard lalu menabrak Aidan tiba-tiba. Ia terjatuh dengan keras seperti pin bowling. Aidan lalu meringis kesakitan sedangkan siswa yang menabraknya dengan sengaja, melakukan tos bersama teman-temannya sambil berteriak "STRIKE!" tanda pin bowling jatuh.
Satu koridor tertawa lepas melihat bahan buruan mereka kesakitan dan bisa saja cedera. Tapi bagi mereka, mengerjai anak seperti Aidan adalah sebuah lelucon wajib setiap hari. Tak jarang, siswa-siswa populer itu seakan berlomba memberikan bully-an yang paling menyakitkan sekalipun dan memamerkannya.
Aidan kemudian duduk sambil memegang sikunya di tengah meledaknya tawa seluruh siswa di sana. Untung ia memakai hoody besar, jika tidak seluruh tubuhnya pasti lecet. Seorang guru kemudian berteriak di ujung lorong membubarkan tertawaan dan kerumunan anak-anak itu.
"Apa yang kamu lakukan disitu! Bangun dan masuk ke kelasmu!" hardik guru itu pada Aidan yang masih terduduk di lantai. Dengan tubuh kesakitan, Aidan berusaha berdiri sambil memungut buku-bukunya. Ia menutup pintu loker dan menguncinya sebelum berjalan ke arah kelas.
Begitulah keseharian yang dialami oleh Aidan Orlando, siswa kelas dua SMA Woodstone Private, Los Angeles. Ia menjadi bahan bullyan dan jahilan adalah makanannya sehari-hari semenjak ia masuk ke sekolah itu.
Aidan sebenarnya siswa yang pintar, meski bukan jenius tapi ia cukup cepat menyerap pelajaran. Namun kepintaran sepertinya hanya akan jadi alasan bagi siswa di sana untuk mendapatkan bullyan.
Aidan hidup berdua dengan ibunya, Celia Orlando di sebuah flat di pinggiran LA. Mereka tidak kaya tapi juga bukan orang miskin. Celia sendiri bekerja sebagai sekretaris sebuah perusahaan perhotelan dan resort.
Ayah Aidan pergi meninggalkan dirinya dan Ibunya untuk alasan yang tidak ia ketahui sampai hari ini. Yang ia tahu sang Ayah pergi saat ia masih sangat kecil, ia bahkan tak bahkan tak ingat nama dan wajahnya. Ibunya Celia tak menyimpan satu pun foto ayahnya. Aidan akhirnya memakai nama belakang Kakeknya, Demian Orlando sebagai nama keluarga karena sang Ibu tak mau memakai nama belakang Ayahnya.
Di dalam kelas, Aidan tak luput dari ejekan atau kejahilan siswa lain. Permen karet yang melekat di tempat duduk, kepala disiram air atau buku yang dirobek plus disiram air adalah hal yang mulai biasa baginya. Sesungguhnya ia sudah tak tahan lagi. Namun, Aidan begitu mencintai Ibunya.
Jika ia bercerita tentang luka-lukanya selama ini di sekolah, maka Ibunya akan kecewa. Masuk menjadi siswa di Woodstone Private High School adalah impian hampir seluruh anak di LA. Sekolah bergengsi itu tak bisa hanya dimasuki oleh anak pintar saja tapi juga memiliki banyak uang.
Celia, Ibu Aidan sudah mengorbankan seluruh tabungan dan asuransinya demi bisa menyekolahkan putranya di sekolah tersebut. Itu sebabnya mengapa Aidan menelan bulat-bulat rasa sakitnya.
"Hei, gendut!" pluk kepala Aidan ditimpuk menggunakan gumpalan kertas oleh seorang siswa anggota tim football di sekolahnya. Aidan menoleh ke belakang.
"Berikan kertas jawabanmu!" bisiknya sambil mengancam menggunakan kepala tangan. Aidan terpaksa memberikan kertas jawaban kuisnya ke belakang. Guru yang tengah mengawasi ujian melihat hal itu.
"Tuan Orlando, kemari kamu!" panggil guru tersebut. Aidan maju dengan takut-takut.
"Kuis mu aku batalkan!"
"Tapi Pak ..."
"Tidak ada ampun untuk penyontek," sahut guru itu dengan suara mulai tinggi. Setengah kelas sedang menertawakan Aidan kini.
"Bukan aku yang melakukannya, tapi ..."
"Aku tak mau mendengar alasanmu, kembali ke tempat dudukmu!" perintah guru itu. Aidan mendapat cemoohan dari seluruh siswa di kelas itu. Sekali lagi seperti biasa, ia hanya bisa menghela nafas dan melipat kedua lengan di meja. Entah sampai kapan penderitaan itu akan berakhir.
Saat makan siang adalah penderitaan tersendiri. Nampan makan siangnya sering ditepis atau dibuang oleh siswa-siswa yang menjahilinya. Terutama oleh Quarterback Eagle Wood football team, Jason Holland. Jason yang merupakan kapten sekaligus Quarterback tim football sekolah mereka adalah pria paling tampan di Woodstone Private.
Ia playboy dan terkenal suka gonta ganti pacar. Statusnya sebagai Quarterback membuatnya mudah menggaet gadis manapun yang ia inginkan sekaligus menjadikannya raja di SMA itu. Ia bisa dengan mudah menunjuk "punch bag" atau sasaran empuk perundungan seluruh tim dan kelompok anak-anak populer lainnya.
Dan Aidan adalah "favorit" nya. Aidan yang berwajah polos dan chubby membuat Jason kesal setengah mati. Ia senang mendorong atau menendang Aidan sampai ia tersungkur.
"Minggir gendut, tubuhmu berlemakmu menghalangi jalanku!" hardik Jason mendorong Aidan sehingga kotak susu Aidan jatuh dan pecah. Aidan terpaksa memunggutnya dan tetap meminum sisanya karena ia sudah tak punya uang membeli susu baru.
Bab 1 Kehidupan di Woodstone Private High School
11/06/2023
Bab 2 Pertemuan Pertama
11/06/2023
Bab 3 Luka Cinta Pertama
11/06/2023
Bab 4 Tak Ada Bedanya
11/06/2023
Bab 5 Membela Diri
11/06/2023
Bab 6 Pembohong Cinta
11/06/2023
Bab 7 Impian Tak Berguna
11/06/2023
Bab 8 Aku Bukan Penguntit
11/06/2023
Bab 9 Cinta Pertama Takkan Mati
11/06/2023
Bab 10 Para Sahabat
11/06/2023
Bab 11 Kejutan
11/06/2023
Bab 12 Menyusun Jebakan
11/06/2023
Bab 13 Orang Baru
11/06/2023
Bab 14 Lamaran
11/06/2023
Bab 15 Jebakan Jurang Hitam
11/06/2023
Bab 16 Yang Menghilang
14/06/2023
Bab 17 Dendam
14/06/2023
Bab 18 Nyaris Putus Asa
14/06/2023
Bab 19 Sang Penyelamat
14/06/2023
Bab 20 Pengakuan
14/06/2023
Bab 21 Sang Penolong Yang Sesungguhnya
15/06/2023
Bab 22 Pengakuan
15/06/2023
Bab 23 Serangan Kecemasan
15/06/2023
Bab 24 Ketidakadilan
15/06/2023
Bab 25 Kegetiran Bersama Ayah Baru
15/06/2023
Bab 26 Cinta Semu Semata
15/06/2023
Bab 27 Hanya Alasan Menyakitkan
15/06/2023
Bab 28 Pengkhianatan
15/06/2023
Bab 29 Patah Hati Terdalam
15/06/2023
Bab 30 Dendam Kesumat
15/06/2023
Bab 31 Pangeran Katak
16/06/2023
Bab 32 Getirnya Karma Kehidupan
16/06/2023
Bab 33 Kaki Tangan
16/06/2023
Bab 34 Double Seksi
16/06/2023
Bab 35 Perburuan Di Mulai
16/06/2023
Bab 36 Kehidupan Yang Berat
16/06/2023
Bab 37 Belum Menyerah
16/06/2023
Bab 38 Pekerjaan Baru Yang Menjebak
16/06/2023
Bab 39 Target Mahal
16/06/2023
Bab 40 Sahabat Lama Yang Kembali
16/06/2023
Buku lain oleh Evangeline Magnolia
Selebihnya