"Dua hal yang harus kamu tahu. Satu, jangan panggil aku Pak. Panggil aku Kakak biarpun itu di kantor. Dua ..." Bryan mendekat di telinga Nisa berbisik. "Jangan gigit bibir bawah kamu di depan Kakak. Kamu akan kena masalah besar nanti!". Bryan Alexander, seorang playboy tampan, kaya raya, pemilik perusahaan multi internasional yang berubah karena jatuh cinta pada adik tirinya sendiri, Deanisa Melody. Karena tak bisa memiliki, Bryan memilih pergi ke New York dan menjalani kehidupan sebagai Fuckboy. Gadis itu adalah candu baginya. Ia berusaha seperti orang gila melepaskan candu itu selama 12 tahun dan hasilnya ia malah bertemu lagi dengannya. Apa yang terjadi jika ia harus kembali dan bertemu Nisa yang malah jadi asisten pribadinya atas perintah sang Ayah?
"Cinta itu tak berbentuk. Hanya bisa dirasa, bahkan tak bisa digenggam. Saat aku melihatnya, aku ingin menggengamnya. Tapi tak bisa... cinta itu begitu menyakitkan. Ia menghancurkan diriku yang sebenarnya lalu menancapkan tombak berancunnya di hatiku. Kubawa cinta itu sampai dewasa... hingga aku bertemu lagi dengannya. Gadis yang menggenggam hatiku."
***
Pagi yang cerah adalah saat hari pertama masuk sekolah. Seorang anak dengan wajah bayi namun sayangnya dia sudah 14 tahun sedang berdiri di depan cermin dengan seragam baru. Ia baru saja naik kelas dua SMP di salah satu sekolah swasta ternama di Jakarta. Sambil memperbaiki kerah baju tiba tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.
"Bry, kamu udah siap?" ujar kakak perempuan tertuanya, Alisha sambil mengintip dari balik pintu dengan sebelah kepalanya melongok ke arah anak itu. Sambil tersenyum anak remaja itu mengangguk.
"Ayo, kamu bakal diantar Daddy," lanjutnya sambil menutup pintu. Remaja itu hanya menghela nafas, ia harus jadi anak baik. Di depan cermin ia tersenyum sinis. Mungkin hanya cermin yang tau siapa dirinya.
Seperti biasa setiap pagi, Ayahnya sudah menunggu di depan pintu depan sebelum tersenyum mengajaknya masuk ke dalam mobil. Ayahnya dan supir pribadinya, Pak Rahman menurunkan remaja itu di depan gerbang sekolah. Sebelum membuka pintu, Ayahnya memegang tangan remaja itu.
"Bryan, kamu udah besar dan kamu selalu buat Dad sama mom bangga. Suatu saat kamu akan jadi pewaris perusahaan Daddy. Rajin belajar dan jadi anak baik. I love you, my Babyboy," ujar Ayahnya sambil tersenyum memegang bahu remaja itu. Ia hanya bisa tersenyum ramah dan mengangguk pelan.
"See you at home. my Boy." Kalimat itu adalah kalimat yang sering sering di dengarnya ketika Ayahnya mengantar. Pintu mobil ditutup dan ia melangkahkan kaki masuk ke halaman sekolah.
"Tuan muda Bryan akan jadi penerus yang Tuan inginkan, saya yakin, dia anak baik," ujar Pak Rahman sambil tersenyum dari kaca mobil.
"Ya, dia selalu buat kami bangga. Kami tidak salah pilih, dia memang anak baik." ...
Sementara itu di sekolah
"Ampun...lepasin...aku janji gak akan ingkar janji lagi. Tolong jangan pukulin lagi, Kak." tangis seorang anak sambil memohon memeluk kaki anak laki laki didepannya.
"Heh...udah berapa kali gua bilang, bayar utang lo!" ujar anak seumurannya yang kaki nya dipegang dengan sekali hentak menendang perut anak lelaki yang sudah memar dipukuli.
"Janji, aku bayar minggu depan. Minggu ini aku gak dikasih uang sama mama karena uangnya habis buat taruhan kemarin."
"Itu urusan lo, urusan gue..." dia berhenti bicara ketika matanya memandang ke arah depan setelah temannya menyikut cukup keras untuk melihat siapa yang datang. Anak laki laki yang dipandangi oleh lima orang anak laki laki lain dan satu anak yang masih meringkuk tadi sambil ikut mendongakkan kepalanya. Semua mereka melihat ia mulai berjalan santai ke arah mereka.
Tidak ada yang bicara atau pun melakukan sesuatu ketika dia sedang berjalan dan akhirnya berhenti tepat di depan si anak yang sedang meringkuk kesakitan. Dia melihat ke bawah tanpa ekspresi lalu mengalihkan matanya menatap wajah anak yang memukuli tadi.
"Dia udah bayar?" dia bertanya tanpa ekspresi.
"Belum, Bry," jawabnya singkat. Anak itu menunduk lagi melihat anak laki laki yang meringkuk tadi. Dia berjongkok dan melihat ke arah mata anak laki laki itu.
"Aku benci pembohong dan penipu."
"Aku janji, Kak. Aku pasti bayar minggu depan," jawabnya pucat.
"Dua hari, aku kasih waktu dua hari. Karena kalo gak, aku akan membuat kamu dikeluarkan dari sekolah ini. Tau kenapa, karena pacar kamu Stella kemarin mengirimkan fotonya setengah telanjang padaku. Dan foto itu akan aku taro di handphone kamu dan akan dicari kepala sekolah. Orang tua kamu pasti kecewa." Anak itu bicara tanpa rasa berdosa.
"K-kenapa Stella bisa kirim gambar seperti itu ke Kak Bryan?" tanya anak itu dengan wajah terkejut dan bibir yang bergetar.
"Huh, kamu pikir kenapa dia mau pacaran sama kamu? Karena dia pikir kamu temanku dan dia bisa mendekatiku lewat kamu," jawab anak itu sambil tersenyum sinis. Anak laki laki itu hanya tertunduk dan tidak lagi bicara. Dia tau bahwa semua hampir semua siswi perempuan di sekolah ini menyukai remaja bernama Bryan dan itu tak terkecuali Stella pacarnya.
"Dua hari mulai besok, dia gak bayar sebarin foto Stella yang dari handphonenya juga." Bryan melangkah santai ke arah kelas. Anak anak yang memukul tadi tersenyum menang sambil berkata
"Beres Bry, lo tenang aja!".
Bryan masuk kelas dengan santai dan melemparkan tasnya ke atas meja belajarnya. Seluruh kelas terdiam ketika Bryan masuk. Ada yang mengganggu mood Bryan pagi pagi. Teman kelas laki laki langsung menyingkir sedangkan yang perempuan malah berbisik-bisik sambil mencuri pandang pada Bryan. Bryan selalu kelihatan tampan apapun keadaanya. Biarpun dalam keadaan marah, ia selalu bisa menarik perhatia banyak orang. Dua menit kemudian seorang anak laki laki dan siswi paling cantik di sekolah masuk kelas yang sama dengan Bryan. Siswa laki laki itu langsung duduk di depan Bryan dan tersenyum lebar. Sedangkan siswi yang satunya lagi menyandarkan punggung di meja sebelah kanan Bryan dengan santai.
"Pagi-pagi udah jelek aja mood lo, ada apa?"ujarnya sambil melipat tangan di depan Bryan. Bryan tidak menjawab dan cuma mengangkat bahu.
"Jangan bilang karena ada yang gak bayar taruhan," tambahnya lagi.
"Aku benci orang yang gak berpikir sebelum bertaruh dan ketika kalah dia gak bayar," semprot Bryan dengan kesal. Akhirnya Brian buka suara di depan temannya itu dan temannya, cuma bisa tersenyum.
"Tapi bukan itu masalah yang bikin aku kesal pagi-pagi. Daddy bilang akan mewariskan perusahaannya ke aku."
"Bukannya bagus? bukannya itu yang kamu mau," celetuk teman perempuannya ikut menanggapi. Meski ia tak mengertibenar apa yang dimaksudkan oleh Bryan. Bryan menoleh tanpa senyum, lalu berpaling lagi ke teman di depannya.
"Arya, kamu tau siapa aku?"
"Bryan, kita bicara nanti. Untuk sekarang stop pukulin orang, I mean it!" Anak yang dipanggil Arya itu pun bangun dari kursi sambil menunjuk ke arah Bryan. Bryan malah mengangkat tangannya ke udara dengan tatapan 'maksud lo'. Dengan tersenyum yang masih menggantung, Arya langsung keluar dari kelas Bryan menuju kelasnya di sebelah kelas Bryan. Mereka tidak sekelas, Bryan dan Arya tapi siswi perempuan tadi kemudian duduk di bangkunya yang berjarak dua meja di depan Bryan. Tak lama, guru pun masuk dan memulai hari pertama di kelas dua.
Darsh Bryan Alexander adalah bintang sekolah. Semua serba sempurna, wajahnya, tampilan fisik, kecerdasan hingga latar belakang keluarga. Bryan Alexander adalah anak kedua dari pengusaha terkenal asal Belanda yang sudah menetap di Indonesia. Ayah Bryan, Hans Valiente Alexander dikenal sebagai taipan pemilik perusahan konstruksi, perkapalan hingga otomotif salah satu yang terbesar di Asia. Bahkan sang ayah dinobatkan sebagai orang terkaya ketiga di Asia setelah pemilik e commerce terbesar asal Tiongkok. Ayahnya Hans bukanlah keturunan Indonesia tapi dia telah mendapatkan kewarganegaraan Indonesia setelah menikah dengan almarhumah Ibu Bryan, Sri Handayani. Ya, Ibu Bryan sudah meninggal ketika Bryan berumur 8 tahun dan kakak perempuannya yang berumur 10 tahun. Kakaknya kini sudah masuk SMA kelas satu, ia bernam Alisha Handayani Alexander.
Sejak kecil, Bryan memang bukanlah anak yang periang, dia lebih banyak diam jika tidak ditanya. Berbeda dengan kakaknya yang selalu tersenyum dan banyak bicara walaupun sedang sakit. Alisha menderita talasemia, dia harus ikut program cuci darah setiap minggu. Biarpun begitu, Alisha tetap ceria seperti tidak ada yang membebaninya.
Setelah jam pelajaran kedua berakhir dan saatnya istirahat. Bryan keluar dari kelas dengan santai. Tiba di depan pintu kelas, Arya temannya langsung merangkul.
"Gimana, masih belum enak mood lo? Kita makan biar lo gak kepikiran terus," sahut Arya sambil tersenyum.
"Males...ga selera!" jawab Bryan singkat.
"Alah, ikut aja. Lo juga kan Dira?"
"Ya iyalah, gue mau temenin Bryan makan," sahut siswi perempuan yang dari tadi menempel pada Bryan dan Arya. Bryan hanya ikut teman-temannya dengan wajah sekenanya. Tanpa ekspresi. Setelah selesai memesan makanan di kantin mereka duduk bertiga di sudut biasa mereka berkumpul. Itu spot khusus yang tidak satupun siswa berani duduk disana. Sepenuh apapun kantinnya, spot mereka tetap kosong.
Tidak ada yang berani melawan Bryan, anak itu punya dua kepribadian. Jika seseorang tak begitu mengenalanya maka akan salah mengira jika ia adalah remaja baik hati seperti malaikat. Memiliki wajah polos dan rupawan namun tak membuat perilaku Bryan yang sebenarnya sesempurna fisiknya. Semua siswa di sekolah itu tau siapa Bryan Alexander yang sebenarnya.
"Bentar ya gua ke toilet dulu," ujar Dira pada Bryan dan Arya. Arya mengangguk sambil tersenyum, Bryan bahkan tidak menoleh. Setelah Dira pergi, barulah Arya bicara.
"Jadi bokap lo nikah lagi?" Bryan mengangguk
"Lo uda kenal calon Mama baru lo?"
"She's not my mom, and I don't care!" sahut Bryan ketus.
"Biar gimanapun dia bakaln nikah sama Daddy lo, lo harus tau dia."
"Jadi aku harus gimana? Aku harus jadi pewaris sementara Daddy akan senang-senang sama istri barunya!" Bryan membuang pandangannya ke arah lain. Beberapa siswi perempuan mencoba tersenyum pada Bryan. Dia hanya mendengus saja membalas tatapan itu.
"Bry, dia bokap lo dan dia uda lama sendiri jadi wajar kalo dia nikah lagi," sahut Arya memberi tanggapannya. Bryan tergelak dengan nada sinis.
"Jadi aku harus terima gitu aja!" suara Bryan mulai meninggi.
"No, just give them chance. Lagi pula cepat atau lambat cuma lo yang akan diangkat jadi pewaris VanAlex."
"Seharusnya kak Alisha yang berhak memegang semua itu bukan aku, I am not an Alexander." Bryan mulai menunduk sambil menghela nafas berat.
"Jangan pernah bicara seperti itu lagi! Lo adalah seorang Alexander. Kakek lo adalah pengusaha Herman Van Alexander dan Daddy lo adalah Hans Alexander, dan lo adalah Darsh Bryan Alexander. Lo adalah Alexander, darah lo tetap darah Alexander. Jangan lupa itu, Bryan," ujar Arya memandang dan berkata tegas pada Bryan.
Arya Mahendra adalah teman Bryan dari kecil tepatnya mereka bertemu saat masih di taman kanak-kanak. Ayahnya salah satu partner bisnis Hans Alexander, Ayah Bryan. Arya Mahendra adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Anak dari pengusaha asal Solo, Surya Mahendra. Hingga kini baik Surya maupun Hans masih bekerja sama dengan baik. Rumah Arya sudah seperti rumah kedua bagi Bryan. Setelah Ibunya meninggal Bryan senang menginap di rumah Arya, Ibunya Arya pintar membuat kue dan Bryan selalu dimanjakan dengan berbagai macam kue buatannya.
"But I don't know who's my father is," ujar Bryan lemah sambil menungkup kan kedua tangannya di dahinya.
"Itu gak penting, Ibu lo Alexander, artinya lo tetap seorang Alexander. Dan setelah Kakek lo meninggal bukannya dia udah ninggalin wasiat kalo hanya lo satu-satunya penerus. Jadi apa lagi yang lo cemasin?"
"It's just too much!" Bryan masih menunduk
"Bry, gak usah pikirin perusahaan sekarang, umur kita baru 15 tahun. Kita masih punya banyak waktu. Dira udah balik jangan tunjukin muka sedih lo." Bryan pun langsung mengangkat wajahnya. Seolah tak terjadi apa apa mereka mengobrol seperti biasa.
Sebelum pelajaran terakhir berakhir, Bryan pamit sebentar ke toilet. Belum sampai di pintu toilet laki laki, ia mendengar sayup-sayup suara tangis anak perempuan sambil memohon.
"Jangan Kak, itu buku-ku satu-satunya." suara anak perempuan itu kecil sambil terisak.
"Hah, miskin amat lo buku jelek begini. Makanya kalo gak punya duit gak usah sekolah disini. Anak kampung aja belagu!" Bryan merngnyitkan kening mendengar suara ribut-ribut itu lalu mendekat perlahan sambil mengintip dari balik tembok dekat toilet siswa laki laki. Ada tiga siswi mengelilingi satu anak perempuan kecil yang sudah terduduk dan roknya basah. Bryan awalnya hanya menonton sambil menyandarkan bahunya pada tembok.
Matanya kemudian memperhatikan anak perempuan tak melawan sama sekali saat dibully. Rambutnya dikepang dua dan dia tak mengangkat wajahnya sama sekali. Kulitnya putih bersih dengan rambut agak kecoklatan.
Kayaknya siswa kelas 1 ya, badannya kecil sekali' pikir Bryan.
Selesai membully, mereka bertiga terkejut melihat Bryan menyandarkan bahunya di tembok berdiri beberapa meter dari mereka dengan santai memilin-milin jemarinya.
"Aku paling gak suka liat cewek suka membully. Kesannya gak cantik sama sekali!" ujar Bryan menyindir lalu menatap kemudian menatap sekilas lagi pada siswa yang masih terduduk itu.
"Nngg dia...d-dia..k-kami c-cuma..." salah satu dari tiga siswi mencoba membela diri namuan dengan kalimat yang terbata-bata.
"Go...now!" Bryan terdengar seperti mendesis geram. Ketiga lalu berpandangan dan tak lama langsung pergi karena takut pada Bryan.
Setelah siswi siswi itu pergi, Bryan hanya menatap beberapa detik ke arah siswi yang sudah ditolongnya itu. Anak itu yang masih menunduk ketakutan. Bryan tidak mau ambil pusing, dia langsung membalikkan badan dan masuk ke toilet. Sekitar 5 menit di toilet Bryan keluar dan dia tersentak saat melihat seorang gadis berdiri di depan pintu. Ternyata itu adalah gadis yang ditolong beberapa saat lalu..
Bryan akhirnya bisa melihat wajah gadis yang menunduk tadi. Wajah imut dengan hidung kecil yang lucu dengan rambut yang dikepang. Mata Bryan langsung menatap mata bulat dan bibirya yang begitu mungil, sangat menarik perhatian.
"Terima kasih Kakak sudah menolong saya." beberapa detik Bryan seolah tidak sadar, mata gadis itu menghipnotisnya. Bryan hanya sempat menelan ludah dan lupa untuk bernapas.
"A-aku gak menolong kamu, aku cuma gak suka perempuan kasar," ujar Bryan ketika tersadar kemudian.
"Iya, Kak. Terima kasih sekali lagi." Gadis itu tersenyum manis dan pergi meninggalkan Bryan di depan pintu toilet laki laki. Bryan tidak bicara dia cuma bengong menahan nafas. Tidak sadar dia melepaskan nafas yang dari tadi ditahannya.
Apa yang sudah terjadi padaku?
Bab 1 Namaku ....
11/03/2024
Bab 2 Pertemuan Pertama
11/03/2024
Bab 3 Seharusnya Bukan Kamu
11/03/2024
Bab 4 Forbidden Love
11/03/2024
Bab 5 Pernikahan
11/03/2024
Bab 6 Cinta Lama Tak Pernah Mati
11/03/2024
Bab 7 Heartbreaker
11/03/2024
Bab 8 Membujuk
11/03/2024
Bab 9 Farewell
11/03/2024
Bab 10 Player And His Buddy
11/03/2024
Bab 11 180 Derajat
04/04/2024
Bab 12 Tak Menyesal
04/04/2024
Bab 13 Bertemu Sang Calon Alpha
04/04/2024
Bab 14 Bukan Perang Terakhir
04/04/2024
Bab 15 Janji Lama
04/04/2024
Bab 16 Sang Penjaga
04/04/2024
Bab 17 Kencan Semalam
04/04/2024
Bab 18 Berita Duka
04/04/2024
Bab 19 Janji
04/04/2024
Bab 20 Bukan Kencan Biasa
04/04/2024
Bab 21 Pulang
09/04/2024
Bab 22 Melepas Rindu
09/04/2024
Bab 23 Cinta Pertama
09/04/2024
Bab 24 ANNA
09/04/2024
Bab 25 CEO Baru
09/04/2024
Bab 26 Pertemuan Pertama ... Lagi
09/04/2024
Bab 27 Orang Kaya Sombong
09/04/2024
Bab 28 Membekas Di Kulit, Membekas Di Jiwa
09/04/2024
Bab 29 Dia
09/04/2024
Bab 30 Asisten Pribadi Baru
09/04/2024
Bab 31 Kebencian
18/04/2024
Bab 32 Kesempatan Kedua
18/04/2024
Bab 33 Hadiah Misterius
18/04/2024
Bab 34 Mendekat
18/04/2024
Bab 35 Dewa Arya
18/04/2024
Bab 36 Hutang Penjelasan
18/04/2024
Bab 37 Makan Malam Natal Pertama
18/04/2024
Bab 38 More First Kisses
18/04/2024
Bab 39 Bukan Arya Yang Dulu
18/04/2024
Bab 40 Tidak Akan Kembali
18/04/2024
Buku lain oleh Evangeline Magnolia
Selebihnya