Harapan yang Pupus
ku mencipratkan lumpur-lumpur ke kakiku, sehingga aku harus berhati-hati saat berjalan. Aku
aja yang menjual tas bekas yang akan kuberikan kepada Bibiku. Nama pajak ini adalah pajak Melati. Pajak i
dah yang mau di gantung ole
a harg
ek terkenal, baru
ir berapa harga yang bisa ku
a ku
min, lihat ini merek Hermes.
ya. Senyumannya sangat lebar. Aku bisa melihat bahwa ia menaru
dalamnya. Tas ini tidak tampak seperti tas bekas. Aku melihat bahan yan
a. Lihat-lihat, seperti baru bukan?" Kata nene
i nenek itu tidak mau memberikannya. Sulit memang untuk tawar menawar seperti ini. Kalau sa
ih bisa dipakai bertahun-tahun lagi. Dimana d
200 ribu! Duit
itu kan cantik, jadi co
adahal bukan aku yang
h kita berdebat lagi. Udah mu
jadi mem
ang ada di dekat sana. Aku membungkus tas tersebut dengan rapi l
hati senang. Aku berharap bi
ulang. Padahal aku sudah tidak sabar mel
a belas malam, tapi bibi t
handphonenya tidak diangkat. T
diangkat-angkat, aku mendengar suara p
. Aku tidak tahu siapa nenek itu. Rumah kami jarang ada tamu. Keluarga da
an kenapa dia lama pulang, dia sudah men
reka bicarakan. Sudah sekuat tenaga melakukannya, aku tidak mendengar apapun
tku tidak karuan. Aku merasakan
a gelas teh terhidang di depan mereka. Saat aku datang, pembi
aku. Ternyata bibi dari
arni. Ayo beri s
ukan peri
a di lehernya. Mutiara itu sangat indah dan besar-besar seperti kelere
a-oma yang ada di drama-drama korea. Aku cekikikan sebentar sambil menutup mulutku.
kamu Cit
ke arah bibi dan dia menunju
an setelah cucu saya pulang dari
u bisa muat mereka berdu
melihat tingkahku. "
ku sama sekali. Aku ingin menyela ucapannya, tapi tidak bisa
kami mulai senin depan." Ucap sang nenek. Di
ya pergi dulu. Sa
gan supir membukakan pintu untuknya. Aku tidak pernah melihat mobil semewah itu s
ang memanggil kam
ang itu? Dia pa
belah rumah kami. Herannya, tengah malam begini di
ibu Mira!"
aya raya. Mobilnya itu mobil Mercedes
lam hati, selama percakapan itu, aku cuma mengomel karena ucapann
unjukkan kekesalan ku. Kenapa bibi men
a hingga ke Amerika. Dia yang menjumpai bibi di tempat laundry dan mencarimu. Lalu dia ju
uhan kita su
cara, bibi malah me
ng kita ber
aku bisa
gannya mulai menyandar di meja. Lalu dia berdiri tegak menatapku tajam. "Semua yang kamu butuhkan sekarang itu ditanggung oleh asuransi kematian orang tua mu. Jadi, itu cukup bagimu
Aku ketakutan. Tidak biasanya d
pergi dan me
an berkata, "Jadi, bagaim
ni adalah teriakan pertamanya kepadaku. Selama aku bers