icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Perawan Tua

Bab 2 Di Lamar Pria Beristeri

Jumlah Kata:2960    |    Dirilis Pada: 21/11/2022

kku Hilda segera memotong sayuran dan meracik bumbu-bumbu.

g, kesabarannya selama ini membuatk

ku. Tampak kedua bola matanya masih berka

ngin buang air besar?" I

u, berusaha untuk menahan kucuran air mata yang sudah menggantung pad

khawatir." Senyum Hilda merekah. Aku tahu itu hanya senyuman palsu untuk tidak membuatku

gera mengatur hidangan di atas meja, lalu menyuapiku dengan telaten, set

angkan pampers dewasa di tubuhku. Ya, bila Hilda sedang di luar rumah, aku selalu memakai pampers dewasa karena Hilda tak i

ni gawainya aku taruh di meja ya, Mak." Lanjut

rjalan keluar rumah sambil menenteng

a Pramus

i rumah, namun apa hendak di kata, hanya akulah yang bisa menjaga Emak kare

a mengangguk hormat, ada pula yang acuh tak acuh. Segerombolan mahasiswa tertawa terbahak-bah

mahasiswa semester lima menghampiriku untuk menawarkan bantuan walaupun seb

eman Rafael lalu di sambut dengan tawa dari teman-t

ninggalkan Rafael yang melihatku dengan lesu. Entah mengapa

kerjaku. Membuka laptop dan mengecek email sambil menunggu jam mengajar

dosen hukum yang selama ini selalu mende

k sekilas dan kembali membaca be

ada waktu? Bisa enggak kalau Ibu menemani sa

ku yang sedang menari

pak, Emak menungguku di rumah," aku men

u ini sudah dewasa bahkan sudah pantas mempunyai anak, tapi mengapa Ibu selalu menut

Hatiku sedikit kesal mendengar ucapannya. Pak E

egois! Seharusnya, Ib

ak sudah

mencintaimu. Aku bisa menikahimu,"

irup oksigen sebanyak-banyaknya ag

tang satu persatu. Aku tak ingin keribut

u ke kelas." Aku berjalan melewatinya, membi

a memang sudah mempunyai isteri, tapi...sekarang usiaku sudah sangat mapan. Kepalaku berdenyut-

danya di sepertiga malamku. Ya Allah,

, aku merasakan gawaiku bergetar. Cepat aku mengambil gawaiku didalam tas dan meneka

n makan siang di restoran langgananku) S

aku enggak

etelah ini saya tidak akan mengajak Bu Hilda maka

seharusnya aku lakukan. Beberapa saat gawaiku menemp

Ibu masih

, Pak, saya

ima ajakan

a,

dak salah menerima ajakan makan siangnya? Hanya makan siang biasa,

u harus meminta izinnya

ran kampus, aku menekan tomb

orean ya) kataku setelah sebelum

a mengajar di dua kelas saja

makan siang sam

ritakan pada Emakmu? Ya sudah, kamu terima saja aja

an aku berjodoh dengan seseorang yang menurut Emak sepadan denganku dan pant

aku menja

lau ia melamarmu, jangan kamu tolak,

ak, ia s

on tanpa mengucapkan salam. Aku menghela

iran kampus, kulihat Pa Ed

saja biar nanti saya antarkan pulang sekalian." Dengan sigap, Pak Edi me

melirik padaku sekilas sambil tersenyum

bilang terima

laupun ini untuk yang pertama dan terakhir

ma-sama

a..." Pak Edi menggantungkan kalimatnya

apa hatiku saat ini sangat berkecamuk. Kubiar

di sebuah kursi berhadap-hadapan dengan Pa

aku tak bereaksi sedikitpun. Saat ini aku tak tahu harus berbuat apa, yang jelas, aku sangat khawatir dengan usiaku yang terus beranjak menuju tua apalagi bila melihat Emak yang menginginkan

a yang di inginkan Emak untuk jadi menantunya. Tidak Hilda, ia sud

k Edi bertanya, sebuah senyum hangat tersungging di bibirnya. Memang, pria ini tak

tiba-tiba bergetar, k

Mak, a

saja datang. Katanya ia akan tingga

kenapa

dah tak bekerja, ia telah di PHK dua bu

an. Dan sekarang Risa sudah tak bekerja lagi di rumah makan karena kelahiran Dafa membuatnya sedikit

Ibu baik-ba

sam

kku Hilda segera memotong sayuran dan meracik bumbu-bumbu.

g, kesabarannya selama ini membuatk

ku. Tampak kedua bola matanya masih berka

ngin buang air besar?" I

u, berusaha untuk menahan kucuran air mata yang sudah menggantung pad

khawatir." Senyum Hilda merekah. Aku tahu itu hanya senyuman palsu untuk tidak membuatku

gera mengatur hidangan di atas meja, lalu menyuapiku dengan telaten, set

ngkan pampers dewasa di tubuhku. Ya, bila Hilda sedang di luar rumah, aku selalu memakai pampers dewasa karena Hilda tak in

ni gawainya aku taruh di meja ya, Mak." Lanjut

rjalan keluar rumah sambil menenteng

a Pramus

i rumah, namun apa hendak di kata, hanya akulah yang bisa menjaga Emak kare

a mengangguk hormat, ada pula yang acuh tak acuh. Segerombolan mahasiswa tertawa terbahak-bah

mahasiswa semester lima menghampiriku untuk menawarkan bantuan walaupun seb

eman Rafael lalu di sambut dengan tawa dari teman-t

ninggalkan Rafael yang melihatku dengan lesu. Entah mengapa

kerjaku. Membuka laptop dan mengecek email sambil menunggu jam mengajar

dosen hukum yang selama ini selalu mende

k sekilas dan kembali membaca be

ada waktu? Bisa enggak kalau Ibu menemani sa

ku yang sedang menari

pak, Emak menungguku di rumah," aku men

u ini sudah dewasa bahkan sudah pantas mempunyai anak, tapi mengapa Ibu selalu menut

Hatiku sedikit kesal mendengar ucapannya. Pak E

egois! Seharusnya, Ib

ak sudah

mencintaimu. Aku bisa menikahimu,"

irup oksigen sebanyak-banyaknya ag

tang satu persatu. Aku tak ingin keribut

u ke kelas." Aku berjalan melewatinya, membi

memang sudah mempunyai isteri, tapi ... sekarang usiaku sudah sangat mapan. Kepalaku berdenyut-

danya di sepertiga malamku. Ya Allah,

, aku merasakan gawaiku bergetar. Cepat aku mengambil gawaiku didalam tas dan meneka

n makan siang di restoran langgananku) S

aku enggak

etelah ini saya tidak akan mengajak Bu Hilda maka

seharusnya aku lakukan. Beberapa saat gawaiku menemp

Ibu masih

a, Pak, saya

ima ajakan

a,

dak salah menerima ajakan makan siangnya? Hanya makan siang biasa,

u harus meminta izinnya

ran kampus, aku menekan tomb

orean ya) kataku setelah sebelum

a mengajar di dua kelas saja

makan siang sam

ritakan pada Emakmu? Ya sudah, kamu terima saja aja

an aku berjodoh dengan seseorang yang menurut Emak sepadan denganku dan pant

aku menja

lau ia melamarmu, jangan kamu tolak,

ak, ia s

on tanpa mengucapkan salam. Aku menghela

iran kampus, kulihat Pa Ed

saja biar nanti saya antarkan pulang sekalian." Dengan sigap, Pak Edi me

melirik padaku sekilas sambil tersenyum

bilang terima

laupun ini untuk yang pertama dan terakhir

ma-sama

a ..." Pak Edi menggantungkan kalimatnya

apa hatiku saat ini sangat berkecamuk. Kubiar

di sebuah kursi berhadap-hadapan dengan Pa

aku tak bereaksi sedikitpun. Saat ini aku tak tahu harus berbuat apa, yang jelas, aku sangat khawatir dengan usiaku yang terus beranjak menuju tua apalagi bila melihat Emak yang menginginkan

a yang di inginkan Emak untuk jadi menantunya. Tidak Hilda, ia sud

k Edi bertanya, sebuah senyum hangat tersungging di bibirnya. Memang, pria ini tak

tiba-tiba bergetar, k

Mak, a

saja datang. Katanya ia akan tingga

kenapa

dah tak bekerja, ia telah di PHK dua bu

an. Dan sekarang Risa sudah tak bekerja lagi di rumah makan karena kelahiran Dafa membuatnya sedikit

Ibu baik-ba

sam

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka