Perawan Tua
ngan yang aku tumpangkan di kedua lututku. Jalan aku tak bisa
entan dengan berbagai penyakit. Sedangkan suamiku, ia sudah meninggal beberapa
a akan berjalan gesit mengambil sebuah piring berisi nasi lemb
mah tangga dan di karuniai buah hati, justru Hilda hanya hidup berdua saja denganku. Dengan seorang Ibu yang sudah renta, yang
ng sudah pantas mempunyai tiga atau empat anak. Namun itu tak
enjuarai olimpiade matematika tingkat propinsi. Rasa bangga ini menyeruak begitu saja dalam hatiku. Hildaku mendapatkan beasiswa sampai ia lulus S2 d
pa tah
at ini aku sudah pantas untuk menikah," ujar Hilda pada suat
ang akan melamarmu?
berasal dari Madi
ekerja
n," jawab Hilda sambil menunduk, sepert
empermalukan Ibumu heh? Apa kata orang jika mereka tahu kalau seora
n oleh kedua adiknya. Acara m
orang bai
u kamu menikah dengan Arif!" Tekanku. Aku berdiri dan langsung berjalan menuj
r Mas Rido Emak nggak setuju juga," Hilda membuntut
S2 dan satu kerjaan dengan kamu, bukan gembel kayak si Arif dan si Rido!" Aku mendengus kesal. Mata Hilda berkaca-kaca, ia tak mampu menyemb
ku. Kutanya pekerjaannya dan ia hanya seorang buruh di perusahaan industri rumaha
gapa, karena memang mereka sepadan, Risa hanya lulusan SMU dan sekarang bekerja menjadi tukang cuci piring di rumah makan. Bukannya aku tak mau menyekol
eperti Risa, ia hanya tamat SMU dan sekarang ia menikah dengan seorang ga
ngga pada akhirnya ia di jodohkan oleh seorang sahabat lamanya, ketika masih duduk di bangku SMP. Namun, aku terperanjat kag
yang pantes gitu, masa seorang dosen menik
leh aku, Ibunya. Padahal menurut Rita, Hilda dan lelaki itu sudah
bukakan pintu. Risa datang bersama suami dan jagoan kecilnya, Dafa. Ia berjanji untuk datang menjengukku h
iba, Hilda berlari kedalam tanpa sepengetahuan Risa. Kulihat dengan jelas Hilda menangis di balik pintu ruang tamu. Aku tahu, ia sangat sakit melihat adiknya yang sudah mempunyai keluarga sendiri dan
*
nya. Terburu ia masuk ke dapur dan meletakkan sekantung sayuran begitu saja di meja dapur. Ia baru saj
" Tanyaku yang sedang duduk t
yum padaku sambil men
aku tadi kelilipan," ia menghadiahkan senyum
Bentakku emosi. Hilda menangis tersedu, berjongkok dan menemp
akan laku lagi karena aku sudah tua!" tangisan Hilda semak
Nak, ini semua
a itu, entah berapa kali ia kuras hingga membent
a Emak, ini sudah takd
uh kursi roda ini dengan cepat menuju keluar rumah. Entah mengapa, ti
a, dan tidak menikah seumur hidup!" Teriakku pada Ibu-Ibu yang sedang sib
suk." Hilda mendorong kur
aafkan E
sam