Terjerat Gairah Semu
an tanpa ditemani istrinya, Dara terlihat masih tertidur pulas di ata
adang menampakan muka cerah dan ceria. "Mungkin, Dara sudah sampai di puncak kekesalan h
tuk mengembalikan kesaktian tongkat pusakanya, tetap
i-hati. Dara tampak menggeliat, matanya sayu menatap Guntur sesaat,
erlahan bangun dari pembaringannya, mengikuti langkah suaminya ke depan teras
am kamarnya, lalu perlahan merebahkan badannya,
intu kamarnya. Seperti biasa, bi Lastri sudah menyiapkan santap siang untuknya. Dara
rumah. Angin kejenuhan mulai menyapanya dengan nada tajam. Dar
incang dengan dirinya sendiri, "Jalan-jalan ke Mall sepertinya seru, ya? Cuci mata
amarnya, bergegas merapikan diri. Kedua kakinya melangkah santai menuju ke tempat gantu
banyak bertanya. Bi Lastri lalu membukakan pintu gerbang dan kembali menutupn
h kota, satu teriakan terdengar
ar
. Mata Dara tampak menyapu ke area sekitar, mencari asal suara yang memanggilnya. Sedetik kemudian darahnya tersirap, d
hati, lalu sedetik kemudian kembali berkomentar, "wu
yum yang memikat hati. Dara membalas senyuman itu, memasang wajah manis un
Apa kabar?" ucap D
ul. Wah masih ingat, hehe ... aku baik, Dara
ali menyibukan diri memilih pakaian yang di pajang di supermarket itu,
ucap Farhat, masih melingkari wa
begit
i
dan berkulit sedikit gelap itu kembali melebarkan senyumnya. Tanpa b
nya terdengar tidak lagi bersemangat, seakan malas memba
atau pacaran. Aku hanya ingin menikmati hidup, tidak mau diganggu hal-h
Farhat, lalu kembali bertanya, "Sampai sekarang, sama sekali tida
ng aku sedang tidak ingin me
u kawin ... kawin mah hayuk! Ahahahaa ...." Seru Farhat sembari tertawa terbah
das
mpak menggodanya itu. Pun begitu Farhat, ia sedari dulu memang menyukai Dara, hanya saja belum sempat ia
bali, "ngomong-ngomong ka
h selalu ada saja masalah. Males ak
a? Ada
es,
ndesak Dara lebih jauh, terlebih menyangkut masalah di dalam rumah tangganya. Farhat terdiam s
t, suamiku tidak bisa," sahut Dara pelan,
sa? Tidak
bahas suamiku. Ngomong-ngomong, kamu tinggal di mana
" Ucap Farhat tersenyum tipis, basa-basi sembari memancing ikan dalam air keruh. Farhat menduga rumah tangga D
ata Dara. Tiba-tiba benak dalam kepalanya seolah berbisik pelan, otak nakalnya sedikit mulai beke
aku harus masuk ke ruang kerjaku, nih! Kamu hati-hati di jalan, oke?" ujar Farhat
mbari menganggukan kepalanya pelan. Ti
ia terlihat melengkungkan senyum di wajahnya sendirian, membayangkan lelaki ganteng
npa disadari, nama Guntur mulai tersingkirkan dari hati dan pikirannya. Sepertinya ia sudah
rkembang liar di kepalanya. Tetapi, status Dara sebagai seorang istri, membuatnya tidak bisa berbuat banyak. Ia
emakin hari Dara semakin menjauhinya. Bahkan hanya untuk menemani dan m
angganya, semakin hari semakin terasa hambar, ta
, lelaki keturunan Bombay itu telah berhasil menumbuhkan
iba darahnya bergejolak saat membayangkannya. Pikiran kotor dalam kepalanya kembali berbisik, "Seandainya aku bisa main dengan Farhat, pasti semua hasrat dan khayalanku dapat tersalurkan dengan sempurna! Telah lam