Second Hello
. Lelaki itu berdiri dan tersenyum pada Laras. Kecanggungan sem
ngulurkan tangan dengan ragu, he
an tangannya, memeluk Laras. Jantung Laras s
Mademoiselle,"
demoiselle? Ini Malang, Indonesia. Panggil aku Jeng," seloroh Laras sembari
ikat rambut keritingnya. Gadis itu kemudian segera meny
enyum. Laras yang sadar sedang diperhatikan meme
pa-apa. Cuma takjub, nggak ada yang berubah," ujarnya sembar
sesuatu yang berdesir dari perut dan naik ke dadanya, ta
oo now, on my back. Kamu aja yang nggak t
tidak mengubahmu sama sekali," ujarnya sembari duduk bersandar dan menyilangk
single step, we actually change. Segalanya terus berubah setiap harinya, bahkan setiap detik. K
i sudut kedai yang lain asyik bermain uno. Suara gedebrak-gedebruk di atas meja diselingi tawa dan pekikan terdengar begitu cer
ekali mereka berdua tertawa-tawa membicarakan hal-hal yang lucu,
t perform, apa lagi kesibukanmu di Paris?" tany
fiter de la vie. Menikmati hidup. Belajar memasak, doing some fun w
engiriman-pengiriman keramik. Tapi masih belum
dian ia terkejut oleh gerakannya sendiri. "I'm sorry for your lo
"That's okay. Terima kasih. Ibu kamu d
lamanya mereka
abarmu sebelum kepergiannya, Ras
mengaduk-aduk lo
ri tetap menyibukkan diri dengan gelas es
berkesenian," jawab Kanu. "She's actually never hate you, Laras. Dia hanya perempuan biasa yang hidupn
. Dan perlu kamu ingat, perpisahan kita, kepergianku ke P
anya. "Ya, aku paham. Aku hanya
u kemudian dengan ekspresi lucu. Kedu
pu. "Yes, we are okay, of course,"
ngkirnya, dan tersenyum pada La
sud tertentu. Lelaki itu kemudian berjalan ke meja kasir dan mengeluarkan sejumlah rupiah, lalu berjalan kembali ke
menjadi semakin bingung. "Ya, sudah selesai. Tinggal
ian meraih dan menggenggam tangan Laras di atas meja. Dari jendel
rus pulang sekarang?"
aya berujar pelan, "Let's
*