Istri kedua sang CEO
s mempermalukan
nggunya di depan pintu kamar. Tubuh besar suaminya itu menghalan
rah agar dan menahannya. Sarah memberontak minta di
bentak Kaivan dengan mata terbelalak. Sarah tak
k kalian. Kenapa, ta
u akan makin me
arinya. Tak lama kemudian terdengar suara bantingan kas
m seberap
*
Wajah yang cantik lugu, tak pernah membuatnya bosan. Apalagi saat menggodanya, pipi
ar rengekan manja dari bibir Hani. Rengekan yang m
ncolek hidung Hani membuat
gan Kaivan tidak mau diam. Tangannya terus meraba pung
rsi rias dan berjalan menuju pintu kamar lalu berbalik dan menjulurkan lidahnya mengeje
a. Tak sampai lima menit, ia telah berada di ruang
ra ia hanya makan semangkuk sereal dan susu. Dahi Kaivan berkerut melihat mak
Ia memanggil bibi yang biasa mengurus rumah dan memintanya mengisi mangkuknya dengan sereal dan susu. Hani terkejut melihat
g?" ujarnya. Kaivan lahap menyantap sereal hingga habis tak tersisa. Hani
ma, Sarah tiba-tiba duduk di kursi makan tanpa menyapa keduanya. Kaivan mengabaikan kehad
van saat meninggalkan ruang makan. Ia berhenti lalu menoleh. Wajah sangar nan bengis m
enit ia melangkah, Sarah tiba-tiba saja menggebrak meja dengan tangannya. Gelas dan pir
agi dengan pandangan sulit diartikan. Ia membenci wa
angan Hani dan mengajaknya berjalan lagi meningga
pelak
kabut melintas sejenak membuat langkahnya terhenti dan tangannya tanpa sadar mengusap matany
a kamu untuk tinggal di rumah ini." Kaivan menatap
" ajak Hani tak lupa senyumnya mengembang dan cerah se
*
ila sebelumnya, semua orang hanya menerka hubungan mereka kini berita itu semakin m
aat Hani sedang sendiri atau saat ia sedang berjalan ke tempat sepi
, pelak
u hanya dengar pak Kaivan punya
buatkan segelas teh hangat untuk bos sekaligus suaminya.
k dan menaruh cangkir teh. Lima menit ia berdiri,
n mata yang menyorot sendu. Hani mengangguk lalu pe
van menyodorkan dua brosur apartemen m
n fasilitas super. Apartemen yang terletak di bilangan Jakarta Selat
atu apartemen penthouse dengan pemandangan Jakarta
an. Matanya sibuk mencari nomor telepon
pasti ada kaitannya dengan masalah tadi pagi. Hani dengan cepat
engan alis matanya yang
an terdiam. Lama menjawab, ia pun mengangguk. "Aku tidak
an kepalanya, tanda ia tak setuju. Ia pun berdiri dan melangkah pergi meninggalkan
li membalasnya tapi ia tak mampu. Bukan karena ia lemah, hanya saja posisinya yang dinilai tak se
dikit membuncit. Ia tersenyum membayangkan si kecil yang akan lahir
g kuat ya,
ada Kaivan yang menatap sendu kearahnya. Tatapan s
kuat sayan