Dalam Belenggu Pengkhianatan Cinta
Keiza yang dirasa lucu baginya. "Bau-baunya kam
u masih bayi, gak ngerti," sahut Keiz
andang wajah Milfa dengan sendu tanpa berkata apap
ngelihat aku k
kamu terbaring gini. Harusn
aja. Aku gak apa-apa sendirian di sini. Aku gak mau kamu jadi repot gara-gar
Udahlah, Mil, lebih baik kamu istirahat daripada mikir yang aneh-aneh," sahut Keiz
araan itu. Ia memilih diam dan menur
pukul sebelas siang. Rasa bosan menunggui pasien yang sedang terpejam menyebabkan kantuk pun menyerang Kei
*
meminta izin. Begitu pun Milfa yang juga ikut terbangun. Keiza memilih ke kamar mandi
lu. Ia bertanya pada Milfa sambil melipat mukena pribadi
an ngingetin untuk minum obat setelah makan
tinggal sebentar aja ke kantin atau warung beli
lkan mukena di ranselnya. Ia bertayamum dan menggunakan mukena hanya bagian atas, lal
n ponselnya, tetapi ponsel milik Milfa yang berdering. Ia lupa mengembalikan ponsel itu pada Milfa setelah berusaha mencari nomor telepon Rendi berniat
a itu ia sering datang ke rumah Milfa sehingga mama Milfa berinisiatif meminta nomor ponselnya agar jika
on lebih dulu sehingga ia dapat memberikan kabar tentang Milfa. Betapa senang akhirnya orang yang d
menuju warung makan di dekat rumah sakit. Rendi agak terkejut ketika yang
k melakukan aktivitas dan hanya duduk atau berbaring di ranjang. Irnginasa hati sege
n perlahan karena infus di tangan membuat ruang geraknya terbatas d
intu membuat aktivitas Milfa terhenti sesaat. Siap
k pintu wajah Rendi yang melempar senyuman. Milfa tersenyum mengetahui kalau
u melipatnya dengan cepat dan rapi. Meletakkan di dalam laci almari samping ran
siang di atas almari masih utuh. "Fafa, ka
tuk menyuapinya. Awalnya ia menolak, tetapi R
sop jagung dengan perkedel sebagai laukny
lfa ketika makan siangnya telah tandas ti
Butuh s
nya sebentar, tapi malah
mungkin kesasar kali. Jadi, gak
an maksud dan arah pembicaraan gadis seumura
r kalau ada
a tadi khawatir terhadap Keiza? Rendi semakin tidak mengerti.
. Alhasil, aku jadi kekenyangan," lanjut Milfa de
n Keiza. Ah, Sial!" Rendi memalingkan waj
lucu ketika berhasil menggodanya. Rendi tidak ikut tertawa, tapi malah mena
g ditatap bertanya, "Di, ng
lihat kamu ketawa kayak gitu,
Terbersit sebuah ide untuk membalas candaan Mi
itu mengerem tawanya. Terpaku dan tercenung beberapa detik. Menyi
tawanya pun lepas. Kali ini gantian Milfa yang tidak ikut tertawa sebab kesal den
s kejahilannya. Ia meraih telapak tangan kanan Milfa---yang tidak di infus---
maaf, ya. Gak ada niat lebih dari sekadar bercanda," pinta Rendi sa
egitu saja. Mereka terkesiap. Detik kemudian mempersilakan masuk. Seoran
ka kedua tangan bersiap
gan kedatangan Keiza. Mereka berbi
berjalan di sisi kanan dan kiri mengikuti langkahnya. Ada yang bertanya tentang materi kuliah, tetapi kadang ju
merasa risih juga dengan tingkah mahasiswi yang seperti itu. Namun, sekarang di
sering disalahartikan oleh sebagian mahasiswi hingga sering terdengar kabar burung yang menyatakan dirinya telah me
ya ketika berpapasan di ambang pintu utama ruang dosen. Dosen paruh baya itu hendak
nya untuk rapat dan berada di tengah ruanganan itu---ikut menanggapi karena mendengar p
umpung masih bujang," sahut dos
, ya, gak?" timpal dosen wanita yang berwajah segar padahal sudah memiliki li
perti masalah cinta dan jodoh. Meskipun begitu, Amar hanya m
Tidak mudah tersinggung apalagi selalu mengedepankan perasaa
. Ia menceritakan semua kronologi, tetapi tidak dengan ucapan ketika Keiza yang pada Milfa yang memberitahukan bah
mahasiswi yang pingsan dan juga mengosongkan kelas karena mengurus mahasiswi tersebut. Karena hal itu, ia dimint
a-tiba mengetuk pintu dan meminta izin pada Bapak Kepala untuk menyampaikan informasi yang ditujuka
las lagi. Ah!" batinnya menolak karena sejak tadi dirinya menemukan Milfa p