Dia, Lo, Gue
alah sebua
mungkin ket
u bukanlah
hanya seb
Tuhan kare
iriku yang t
arusnya
ti layakny
pagi ini dia teringat kembali pada gadis tersebut. Ada kerinduan yang tiba-tiba menyeruak, tanpa dapat dikendalikan. Walau sudah b
alah nama beliau. Sosok tenang, penyabar, tetapi sangat tegas dalam memegang prinsip hi
a Melia Irawati. Ayah tersenyum saat aku menceritakan te
agi. Ditolak itu hal biasa, Ga. Ayah dulu juga ditolak sama ibumu berkali-kali, kok. Nggak terhitung malahan. Bu
ara wanita, mereka punya ranahnya sendiri untuk berkuasa dalam menolak lamaran yang tidak dia suka. Sudah kodratnya demikian. Jadi, seb
Melia. Aku mencoba untuk mengesampingkan rasa malu serta minder untuk mencoba mendekati gadis itu. Beruntungnya aku yang diberkahi otak cemerlang sehing
bisa duduk sambil memangkas jarak di antara kami berdua, memandang wajah yang hanya berjarak beberapa jengka
mpan. Kata teman-teman, aku ini cukup menarik, kok. Hanya saja, aku ini tipikal pemuda yang rapi dan standar saja dari segala sisi, baik itu pil
saja. Satu lembar kertas yang aku tulis dengan penuh kesederhanaan. Tak ada kata indah, rom
idak jadi pa
ang tadi sengaja aku pinjam sebentar. Hingga beberapa hari aku menunggu jawaban, tetapi belum ada sama sekali dari dia. Bahkan, Melia juga tidak menunjukkan reaksi apa pun selama kami bertemu
Nggak usah lagi lo
gempa. Aku baru saja masuk ke kamar dari pulang sekolah dan membaca pesan menyakitkan itu. Ternyata
rapa hari, kedua mataku sulit sekali untuk terpejam. Makan pun terasa tidak enak sama sekali. Semua terasa hambar. Jadi seperti lagu dangdut, tetapi memang itu yang
udah lebih dari satu minggu, kami terjebak dalam suasana yang tidak mengenakkan. Tiba-tiba, aku teringat pada pesan Ayah untuk tidak
?" tanyaku dengan nada yang aku buat sebiAku lega. Setidaknya, aku sudah bisa memulai percakapan lagi. Ya, meski tidak ditanggapi oleh dia. Semoga saja, suasana di antara kami berdua bis
ungan kami berdua kembali seperti dulu lagi. Gadis itu mulai menanyakan beberapa hal tentang pelajaran yang tidak dia menge
an yang pertama dulu, aku anggap sebagai bentuk ketidaksiapan dia saja untuk memiliki hubungan y
merah yang pagi ini dia kenakan. Sering terbersit tanya di dalam hatiku, kenapa gadis secantik dia masih belum pu