Balas Dendam Terindah
as Dendam
ajar yang diajukan melihat kondisi Arawinda Ardiningrum yang se
rambut ikal sepunggung itu masih bernafas meski dengan bantuan selang oksigen. Jantungnya juga masih berdetak normal sesuai yang tampak
ta atas pertanyaan rekan kerjanya t
i hari-hari kemari
ka jadi gadis ini, a
maksu
pannya, ia menatap wajah Arawinda, "
pria yang menjadi peng
putih untuknya," ungkap suster itu samb
ta tidak membah
ahu, menur
asih bisa mendengar k
i sini berbicara tentang cuaca, tentang bintang film yang sedang t
ian peke
rang yang membalas kata-kataku," ucapnya seraya kel
anya terdengar suara mesin monitor yang
daan dalam ruanga
rong perawatan Arawinda. Beberapa menit lalu sebelum hujan turun, tampak seorang pria berjas keluar dar
akan berpamitan kepada Arawinda. Seperti hari-hari kemarin, kali ini pun ia menceritakan
Begitu sapany
h menyenangkan, tapi aku sudah terlalu tua untuk bermain hujan-hujanan." Ia tersenyum lalu mengalihkan pandangan pada mawar putih di atas nakas. "Bangunlah sayang, aku tak tahu hidupmu seperti apa sebelum ini, tapi ada seseorang yang sangat berharap kau bangun.
ngejutkan pun membuatnya lekas memutar tubuh dan kembali ke samping Arawinda. Ia terpaku, menunggu sebuah keajaiban te
seperti berbisik kepada dirinya sendiri. Dan s
telunjuknya sedikit terangkat. Suster itu menu
nuhnya dapat mempertanyakan keberadaan dirinya. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan kadar cahaya yang baru saja masuk ke kornea matan
u?" Arawinda seakan mengenali suaranya. Perkataannya terasa familiar sekali dalam benak Arawinda. Kepalanya berdenyut memikirkan hal
edikit meremasnya sementara tangan satunya meraih telepon genggam di saku. Ia memencet satu nomor kawan yang sek
lama. Ia mencoba memperhatikan sekitar. Wanita ini tadi memperkenalkan dirinya s
ang menjuntai, serta stetoskop terkalung di lehernya masuk ke ruang
a saat ia mendengar suara pria ini, sama seperti tadi. Ia merasa familiar dengan suaranya tetapi tidak dapat mengenali wa
rawinda, dokter Geo berkata, "Kau sekarang berada di International Hospital dan kau sudah tertidur cukup lama. Kami menyebutnya koma." Arawinda paha
gingat beberapa pesan yang telah diberitahukan oleh pria yang selalu mengunjungi Arawinda. Dokter
inum?" Arawinda menganggukkan kepalanya. Mulut dan tenggorokanny
ah mewanti-wanti agar jika Arawinda sadar, maka dialah orang pertama yang harus dihubungi oleh pihak rumah sakit.
May dari Interna
alah yang memutuskan sambungan telepon setelah menyuruh suster May untuk tidak menghubungi s