Adik Ipar Malang
Ba
Li
ngan nuansa serba putih. Bau obat
, seketika tersadar tanganku sebelah kiri dipasang sela
a dan pria sedang berbicara di
butuhkan putri bapak saat ini, ialah dukungan moril dari orang terdekatnya. Nanti saya juga akan berikan
kasih." Itu suara
hadap janin di dalam perutku? Bagaimanapun janin ini tidak berd
n makanan yang Ibu makan. Supaya kamu tercukupi asupan nutr
mbuatku mengalihkan pa
r?" Ayah bergega
u mencoba berbicara, walau
minum yang ada sedotannya,
h. Ada sedikit nada khawatir yang kudengar, mesk
Ayah." Aku sungguh merasa
marah padaku?" t
isa menjaga kehormatan yang paling berharga bagi seorang
iap bercerita?"
am saja sambil me
kukannya sendiri. Masalah tidak akan selesai kalau kamu hanya diam saja. Meskipun mul
suka menyelesaikan masalah dengan dipikir dan dib
k ingin menuntut keadilan untukmu dan j
dar diri kalau aku belum bisa berdiri di atas kaki send
nya kepada Ayah. Mencari keadilan
ku?" Seketika aku teringat dengan Ibu dan Kak Lara
nanti kita bicarakan pelan-pelan padany
ya. Kemarin Ibu sempet drop karena da
a laki-laki yang sudah mengha
Perasaanku sungguh tak karuan. Perasaan takut, mara
ngannya mengepal. Aku takut keluar
panmu, Lis?" tanya Aya
uk mantap. Aku sudah berte
ana dia melakuk
ke tempat Budhe Rara untuk menjenguk su
kan aku bercerita. Mataku sudah berembun, tapi aku h
e rumah dan menjagaku. Karena cuaca sedang hujan lebat dan ada petir. Ay
ng itu kembali. Tanpa terasa air mata sudah membasahi pipi. Ak
yang menjadi privasiku, Yah. Setiap malam aku harus teringat kejadian
s sepenuhnya dengan perut Ayah kugunakan untuk menutup mulutku, agar suaranya tidak sampa
rasa sedikit lega, aku melep
gan suara rendah. "Tak kusangka, ternyata aku membawa serigala masuk ke dalam rum
belum yakin dengan pernyataanku. Atau malah
n dulu menjadi incaran banyak wanita. Bahkan banyak yang bersedi
enganggapnya kakakku sendiri karena dia baik, penyayang, dan perhatian. Dia
ih mengenal putri Ayah dibanding orang lain." Wajah Ay
nimu bermain. Dari kamu baru bisa tengkurap, sampai bisa berjalan sendiri, ka
u sendiri, memakai sepatu sendiri, dan menasehatiku agar bisa mandir
engan berkata bahwa itu juga untuk kebaikanku. Kalau kakak sembuh
. Kakak selalu bersamaku kecuali saat sedang bersekolah. Dari situ aku
napun banyak hati yang harus dijaga. Ini menyangkut dengan kedua
gaimana kalau tidak ada Ayah. Lilis pikir Aya
ngat, Nak! Kamu tidak sendiri." Ayah mengelus kepalaku. "Untuk Evan,
il
ngsung menengok
*