Bukan Budak Cinta
hari-hari dengan resah yang mendera dada. Bimbang, bingung, benci d
t mengajaknya membeli suvenir untuk diberikan kepada tamu undangan saat acara resepsi per
dulu, ya," pamitku kemudian
k jaman sekarang pola pikirnya udah beda. Beda sama jaman Ibu dulu," sahut
sambil reflek menempelkan telap
kedatangan Galih yang begitu tiba-tiba. Galih yang berjalan men
au ke mana?" sapanya membua
pergi!" sahutku kemudian setel
a-gara aku k
ke sini. Sejak malam itu, aku sakit, tau! Lha itui ke
ni, tadinya kamu mau k
kku. Akhirnya aku berjalan beriri
brol panjang leba
dangan di sebuah percetakan. Aku membat
nya ini jalan arah ke rumahmu?" Aku sedikit
," sahutnya, masih dengan serius mengemudikan
segera tiba di rumahnya. Aku bergegas memeluk pinggan
annya langsung menuju percetakan untuk memesan undangan
tutup rapat. Galih meraih sesuatu di lubang celah-celah atas pintu. Rupan
u ke rumah kakak di belaka
il memandang ke penjuru
ada. Pergi ke mana?
duduk di kursi yang ter
rumah kakak yang sakit," ujarnya s
n jeans dan mengaitkannya di paku
buka aja
itu," sergahnya seray
kepalaku agar bersa
Aku mendongak, lantas menatap wajahnya. Senyum
k malam itu, aku sakit. Rasany
yodorkan bibir ke arah keningku. Dia mencium dengan
imu, Ras," bisik Galih begitu lemb
udian merengkuh lembut tubuhku. T
ran kertas kado aneka motif dan warna. Ranjang kayu itu juga terdapat kasur yang berbalu
nya seraya menunjuk ke arah dada, saat
alar ke segala pembuluh darah. Wajahnya mulai mendekat ke wajahku. Bibir
. Sorot matanya yang teduh membuatku terhipno
padahal belum saatnya? Seperti pertama kali
u saat tangannya menyentuh tiap inchi tubuh ini. Bahkan bib
mun, belum sampai baju ini terbuka, aku men
s," ujarnya. Aku menghela napas lega, ka
engan jari tangan. Aku duduk di sisi ranjang, berusa
jarku. Galih mengerlingkan mata seraya tersenyum. Dia
pilan yang kusut dan acak-ac
t diriku keluar dari kamar. Perempuan yang tela
alasku dengan dada masih bertalu-talu. Calon mertuaku itu men
apa yang akan kulakukan tadi bersa
n. Ada gugup, malu bahkan takut yang sali
pergi ke rumah kakaknya Galih yang
siapan pernik
tar di sini." Aku terpaksa m
as mematikan puntung rokok yang masih
!" Galih berdiri l
lan di kamar, kemudian mencium punggung
*
lepas melingkar di pinggangnya. Kepala juga terus menyandar di punggungnya. Aku benar-benar merasa n
capnya, begitu sama-sam
, kamu sendiri aja yang ambil!" balasku seraya ter
angan yang khusus temanku dan tem
kendaraan dan berlalu. Aku menyaksika
Ibu bertanya ketika me
Aku dan Ibu sama-sama berlalu. Ibu menuju
ndang langit-langit kamar sambil tersenyum sendiri, meng
cinta, ternyata prosesnya begitu rumit
menelungkup dan membe