Hasrat Sang Petualang Ranjang
untuk menepati janji pada Syida. Selesai menjemur, dia membawa kembali ember ke dapur, m
. "Kerjaan rumah udah beres semua. Kamu gak usah nganterin aku hari ini, u
ri di depan pintu kamar dengan ta
apa?" ta
Cowok," sahut
-ganti cowok, apalagi dib
wok yang jemput, aku tetap dikatain pelacur." Himeka telah me
melengkapi penampilan gadis yang tengah tersenyum sendiri di depan cermin. Setelah melapisi seragam dengan jaket parka berwarn
lewati Syida. Bertepatan saat seorang pria yang baru dikenalnya sebulan tera
ya pria yang tak mem
dilepas akan membuat jilbab sekolah ataupun rambutnya menjadi berantakan. Usai pria itu memutar balik sepeda motor
ang pertama kalinya. Saat memasuki jalan raya, pria it
intah Himeka yang
ukulan pelan mengenai kepala pria yang memboncengnya be
ahkan jari telunjuk pada tempat yang dimaksud, berbanding
lewat karena sekolah yang ditunjuk Himeka h
di depan gerbang, Himeka ya
pria itu melepaskan helm kemudian m
asa dibawa ke kelas? Atau kamu yang mau nganterin lagi helm-nya pulang ke
lasan buat jemput pulang, Kek?" godanya yang me
hoodie abu-abu tua itu menjadi salah tingkah, terlebih saa
erpamitan, tak lupa melambaikan tangan sebelum berpaling dan berlari memasuki
ua. Di sekolah ini, lantai satu merupakan kelas-kelas serta kantor untuk tingkat Tsanawiyah, se
rempuan berhijab lebar sudah menunggunya. "Himekaaa! Pakai jaket lagi
li tangga menuju kantin yang terletak di sudut kanan belakang untuk menghindar. Na
memasuki kantor. Hingga bel pertanda jam pelajaran perta
i mengajar memanggil Himeka. Setengah terpaksa Himeka bangkit menuju meja guru di depan kelas. Suasa
a berseragam yang bangkit dari duduk
belakang tanpa sempat merapikan buku dan alat-alat tulisnya di meja. Vina, teman seban
erletak di antara dua kelas pada sisi kiri dan kanannya itu tampak telah ada beberapa guru lain. Dengan luas tak seberapa, meja-meja guru ditata mengel
ang menumpuk, kepalanya menengadah menatap kipas angin besar yang terpasang pada langit-langit ruangan. Saat mengalihkan pandangan ke sisi kanan, jendela besar memperlihatk
or. Himeka membenarkan kembali posisi duduknya dan menarik n
kup menduga bahwa akan ada hal k
ke kantor ini?" tanya Bu Lia, gur
ahunya karena yakin tak me
i Minsta bisa saja mence
akai seragam sekolah. Tak ada yang akan tahu juga saya masih seorang murid, murid dari
mahram di tengah hutan, yang terlihat saja sudah memalukan, bagaimana perilaku kamu yang tidak terlihat? D
ni, saya pergi bukan hanya berduaan, tapi rame-rame. D
yang
semakin memicu ketegangan di ruangan. Himeka mengem
i tanpa kejelasan? Lalu, tujuan saya dipanggil untuk apa? Ditegur, diberikan nasehat, a
engahi dengan angkat bicara. "Maaf, Himeka. Kami di sini bukan bermaksud seperti itu. Kami hanya
ada guru sekaligus kepala sekolah yang baru saja bersuara itu. "Lagipula, kalau memang han
mana sebenarnya di sana? Guru-guru itu cuma gak mau anak muridnya jadi cewek gampanga
ng matanya melayangkan tatapan sinis ke arah gu
ra sepeda motor di jalanan, serta suara tawa Himeka yang tak terlalu keras. Hampir sem
i pembicaraan yang melenc
u, wali kamu seperti kakak juga boleh," tanya Bu
Himeka bertanya dengan tenang s
bawa orang t
yenangkan dari Bu Rani tadi cukup membuatnya kehilangan nafsu makan ataupun keingin
duduk kembali ke kursi. Beberapa murid perempuan lain pun tampak berk
ngeluarkan ponsel dari saku roknya, dengan lincah jari-jar
Hai, Kek. Aku boleh minta tolong, gak? Lusa aku disuruh