ISTRI SIMPANAN KAKAK IPAR
itu, berkali-kali menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tak dihiraukan ponselnya yang t
idy tahu siapa yang menelponnya unt
emarkirkan sedan hitamnya menuju salah satu kantor. Untung saja, He
ki dengan penampilan rapi tern
terengah-engah me
lalu dengan patuh mengikutinya diikuti pandangan beberapa karyawan yang heran dengan sosok Heidy. Bagi mer
nting untuk segera bertemu dengannya jika tidak maka tidak hanya men
an belas. Lantai tertinggi yang tak semua orang diijinkan untuk da
enak ragu. Dia hanya berdiri di dep
, sila
ya pilihan untuk menghindar. Sejenak dia me
pelan saat pintu
a karena ketampanannya tapi karena sepak terjangnya dalam bisnis manufaktur membuat
jam saat Heidy memasuki ruangan. Aura kekuasaan begitu kuat mema
lurkan tangannya dengan formal. Heidy menerima dengan ragu. Restu me
kita bicara dengan santai" Restu melang
untuk menjalin proyek bersama di kawasan tenggara!" Restu memulai percakapan dengan menyilangkan
icik. Selama ini tak ada yang mampu menolak pesona Restu meski begitu, restu tak yakin jika Heidy akan
sa membantu Pak Restu. Mungkin saya akan sampaikan pada papa atau Kak Daniela jika Pak Restu berkenan!
penawaran dan.. hanya kau yang bisa memutuskan!" Restu mencond
alu menyerahkan map coklat
ya memerah. Gambar-gambar syur Daniela terpampang tanpa sensor. sungguh erotis. Wajah Heidy seketika memerah menahan malu. Tangannya berg
ya menggeleng lemah. Kata-katanya tersekat di kerongkongan. Meski
jika foto-foto syur kakaknya beberapa tah
pasanganku tapi aku juga butuh keturunan untuk meneruskan harapanku! Jadi, aku ingin kau menjadi istri simpananku!" Matanya berkilat merah. Hei
Rest
tahu. aku tak pernah bern
hal kini hatinya tak bisa menerima dengan kata-kata Restu. Heidy selalu terluka dengan kata-ka
Bukankah begitu realit
realitanya, jadi saya rasa tak ada lagi y
asa lalu yang tak bisa kuterima dan meneruskan kerja sama den
ke perusahaan Restu. Dia pikir ada hal yang Restu ing
unggu jawaban, Heidy segera berbalik dan melangkah pergi. Nafasnya memburu karena emosi tapi tetap saja, Heidy tak mampu meluapkannya selain
nggeleng pelan. Heidy mungkin tak pernah tahu, jika Restu
temu lagi, Heid