Dari Sekretaris Jadi Istri Sang Pewaris
liling. Tak ada yang bisa dibilang mewah di dalamnya. Satu sofa mungil di sudut ruangan, meja kecil yang sudah sedikit goyah di tengah, d
ang benar-benar bisa ia sebut rumah tanpa harus berbagi denga
ia mengambil ponselnya dan
ldo: Rp
a memb
sel. "Seratus tiga puluh lima ribu? Kok kaya
i. Tiga hari sebelumnya: beli bahan makanan yang sekarang tinggal kenangan. Lalu, tentu saja, ada beberapa potongan otomatis y
gini cukup sam
at butir. Indomie tersisa dua bungkus. Tapi itu hanya bisa bertahan tiga har
iet paksa atau mencari pekerjaan sampingan, perutnya iku
juga lapar, tapi kita nggak bisa mencetak ua
asib, suara ketukan di pint
a!" terdengar suara ya
bukanya. Di sana berdiri Rani, kakak sepupunya, de
pa basa-basi, matanya langsung tertuju pada ka
isa kasih aku halo atau
at? Sekarang kita bisa makan?" Kinanti menemp
epadanya. "Cepat ambil piring, aku bawa
an piring dan segera menghidangkan makanan itu. Dalam hitungan detik, mereka s
ntuk beberapa menit pertama. Hanya suara
ya sambil menyandarkan tubuh ke sofa
"Uhuk! Kak, pertan
a. "Aku tahu kamu keras kepala, tapi jangan bilang kamu
pandangan. "Ya...
terlalu mandiri. Kalau butuh bantuan, bi
. Aku nggak mau nambah utang. Lagian,
memaksa. "Baiklah. Tapi kalau situasi ma
senyum keci
ya baik-baik saja, tiba-tiba, ponselnya be
an firasat buruk. Perlah
al
berang terdengar berat
nali suara itu. Seseorang
ya
ersedak. Ia buru-buru menatap K
ti berusaha agar suaranya terdengar datar,
ng mencari Ayah. Mereka bilang Ayah ma
atur napas. Tentu saja...
arang?" tanyanya
yah cuma butuh sedikit ua
g lucu dari situasi ini. "Ayah, aku sendi
, Nak. Ini
epon, selalu darurat!"
Kinanti, memberikan
using mengurus utang yang Ayah tinggalkan. Aku nggak bi
ap
u
menutup
, menatapnya penuh
biasa, Kak. Aku nggak bisa terus
"Kamu pasti bisa melewati ini sem
r Kinan dengan mata ya
mbali bersuara, kali ini dengan nada l
enghela n
lum Rani sempat menyelesaikan kalimatnya.
enatapnya denga
itu berat. Tapi kalau ada cara lain untuk mengurus uta
k kutukan turun-temurun. Aku sudah capek lari. Jadi sek
nggak adil
piring kosongnya. "Tapi aku nggak bisa l
lakukan adalah memastikan kamu bekerja di tempat yang tepat. Aku nggak bohong soal bosku. Rangga Wij
n skeptis? Kedengarannya sepert
bisa menghadapinya. Dan siapa tahu,
ringan. Meskipun hidupnya penuh tantangan, set
s air putihnya. "Baiklah, Kak. Mari ki
gkat gelasnya. "Semoga ke a
elas plastik, terdengar k
ikit lebih tenang, meskipun saldo m