Just Contract Marriage
apkan makanan. Wanita itu langsung meminta Mayang dan Genta agar segera duduk. Mayang yang tau jika Genta merasa tak nyaman be
. Pria itu tak menginginkan pernikahan ini sama sekali. Ia menghembuskan napas berat, rasanya semua terasa hambar. Walaupu
, kalau menantunya ini tidaklah seperti kebanyakan wanita yang berada di dekat Genta. Bahkan Genta terlihat begitu tersakiti di sini. Jika, seandainya Mayang menolak permintaan ini
kalian akan be
k tersedak makanannya. Sedangkan G
an." Sinta tersenyum masam memb
a tak tahu harus menjawab apa. Mayang hanya bisa mencoba melanjutkan s
adu? Itu ti
bicarakan hal itu
n menjadi kenyataan. Pria itu mana m
annya. Ibu sudah menyiapkan dua tiket
nya terhenti. Mayang tertegung. Kanada ada
ta dan juga Mayang secara bergantian. Sinta mengara
ta begitu antusias. "Ibu ingin segera memiliki cucu, i
liki
a tidak ingin berdekatan dengannya apalagi menyentuhnya. Ia jadi teringat tadi malam saat Genta menyuruh Mayang tidur
uk ke dalam mulutnya, mengunyahnya dengan sedih. la melirik Genta melalui sudut matanya. Pria itu pasti tidak akan mau menerima tiket bulan m
ta cantik bermata coklat itu terlihat mengerutkan kening saat tidak mendap
rang ini. "Kami, akan pergi dan akan berusaha memberikan ibu cucu se
ncerna semua perkat
arka
ya tiba tiba. "Iya kan, sayang?" sambu
." Ucap Ma
lihat bibir Genta yang begitu menggoda. Seketika Pipinya memerah. Tiba-tiba saja ia teringat ciuman mereka setelah men
nta. "Ingat Kalian harus membawa oleh-oleh untuk Ibu,
tersenyum sambil
i apa yang dimaksud
Ibunya. Terdengar kekehan dari arah samping Mayang. Senyum di bibirnya surut tergant
ndok di tangannya. Lalu mengambil sebuah totobag yang sedar
ngat langkah. Mayang kira wanita yang setahun lebih tua daripada Mayang ini akan sama cueknya dengan Genta. Tapi ternyata, wanita ini sepertinya menerima Mayang menjadi Kakak iparn
onsel Genta. "Mobil sudah datang." ucapnya, membuat Mayang
ya. Pria itu langsung mengumumkan bahwa ia a
nta, ikut bangkit. "Mayang
r menarik tangannya. Cekalannya begitu nyaris menyakitkan. Mayang menahan dirinya agar tak mering
h ken
gar pria itu tidak marah. Kedua langkahnya sedikit terseok mengekori pria itu masuk ke dalam mobil
a mengambil dua tiket yang ia bawa sedari tadi, tak lama ia langsung merobek-robek dua ti
bisiknya tercekat. Rasa sesak it
nta merobe
ng menggenggam sobekan tiket itu sudah berada di luar kaca mobil, "Jangan pernah berharap, Mayang!" Lanjut Genta berkata