JEJAK - JEJAK PENGKHIANATAN
sore yang indah dengan sinar matahari yang perlahan menghilang, seolah menyelimuti kehidupan mereka dengan kesan yang sempurna. N
elani, suaranya lembut, namun ada kele
mu," jawab Aditya sambil tersenyum, tapi sorot matanya
di meja. Melani mengikuti, matanya menilai wajah suaminya yang tampak s
ihatan lelah," kata Melani, sambil melepaskan sepatu
as. "Hanya sedikit tekanan di kantor. Ti
erbuka tentang pekerjaannya. Namun, akhir-akhir ini, ada sesuatu yang berbeda. Aditya lebih tertutup, lebih sibuk dengan telepon d
ini?" tanya Melani dengan suara ceria
pekan ini." Aditya mengangguk cepat, berusaha terlihat lebih santai. N
nnya, dan meskipun beberapa kali ada perasaan tidak nyaman, ia selalu meyakinkan dirinya bahwa ini
icarakan." Melani berdiri dan menghampiri
, namun segera menyembunyikan raut waj
.. terpisah. Seperti ada tembok di antara kita." Suara
anyak berpikir," jawabnya, suaranya tenang, tapi nada itu terdenga
tinya terasa berat. "Aku be
an perasaannya tanpa merusak suasana. Ia ingin Aditya melihat betapa penting
bisa menatapnya dari belakang. Ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa i
ang yang tidak bisa ia abaikan. Ia menjawabnya dengan suara
ap?" suara itu terden
itya meneguk ludah, lalu menutup telepon deng
hidupnya. Tapi perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya. Apakah ia te
dari, bayang-bayang pengkhianatan mulai men
g menyala di perapian. Suasana rumah itu terasa hangat, namun ada jarak yang semakin lebar di antara d
s meja. Ponsel itu bergetar beberapa kali, dan meskipun ia berusaha untuk tidak me
l ponsel itu. Layar menunjukkan n
sahabat dekatnya, seorang wanita yang selalu ada untuk mereka
ia mencoba menenangkan diri. "Mungkin hanya urusan pekerja
ruh ponsel kembali,
ji kita nanti malam. Aku
aku. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari pesan itu. Tangan Melani gemetar saat membaca kali
uk menenangkan diri. Melani menatap Aditya yang tengah duduk di kursi sebelah, mata
i nyaris tak terdenga
belumnya. Namun, ia tersenyum tipis, mencoba untuk menunjukkan sikap
iknya. "Tapi kenapa pesan-pesan itu terasa aneh?
ngan pandangan yang sedikit gelisah. "Kamu terlalu berpikir banyak, s
merasakan adanya jarak yang sangat jelas di antara mere
iri. "Melani, aku lelah. Aku tidak ingin
bisa menahan perasaan yang sudah menumpuk dalam dirinya. "Kenapa kamu sela
lap. "Tidak ada yang perlu dijelaskan.
mu, Aditya. Tapi kamu m
rasa bingung dan patah hati. Ia menatap pintu yang tertutup, seol
hindar, tidak banyak bicara. Namun, dalam hati Melani, semakin tumbuh keraguan y
l Aditya. "Aku tunggu di tempat biasa." Tempat biasa? A
yang semakin membesar. Keputusan
dak. Namun, apakah ia siap menghadapi kenyataan yang mu
ulai berubah, namun ia memilih untuk tidak membuka mulut. Setiap kali ia mendekat
i bayang-bayang pengkhianatan yang membayangi setiap langkah mereka.
ambu