CEO: Kepincut Cinta Biduan Cantik
semua impian, perjuangan, dan rahasia disimpan. Di atas meja kecil yang penuh buku dan catatan, terselip beberapa brosur universitas dan foto lama Rania saat men
uan akhirku," gumamnya, suara lirih yang hampir tidak terdengar. "Bukan panggung, bu
erdu dan senyumnya yang memesona, hanyalah alat untuk mengumpulkan uang. Dunia panggung bukan pilihannya, tapi kesempat
gan pagi. Ia meraih ponsel itu, meli
sambil menahan kantu
ng perusahaan. Bayarannya lumayan, kamu mau ambil?" s
an, tapi jadwal kuliahnya hari ini padat, ditambah
a, aku bisa cari pengganti," lanjut
tahu, menolak pekerjaan berarti kehilangan kesempatan un
u kirim detail acaran
u yang melelahkan. Pagi sampai sore kuliah, malamnya kembali tampil di panggung. Namu
-
selalu membawa tas penuh buku. Ia lebih suka duduk di bangku belakang, berusaha tidak menarik perhatian. Meskipu
iah Anak Berkebutuhan Khusus belum?" tanya S
u catatannya. "Udah, cuma masih bin
rah sambil tertawa kecil. "Nanti kalau udah jadi gu
uh. "Aku cuma pengen ngasih yang terbaik, Sarah. A
na ia bisa menyelesaikan kuliah ini dengan segala keterbatasannya. Tidak ada yang tahu betapa sulitnya ia me
-
s. Ia harus bersiap untuk acara malam ini. Namun, sebelum itu, ia menyempa
anak-kanak gratis untuk anak-anak kurang mampu. Ia membayangkan sekolah kecil dengan ruang kelas yang penu
ap kali ia merasa lelah atau hampir menyerah, ia akan membuka
uk sekaligus. Ia menatap bayangannya di cermin, wajahnya terlihat lebih
negatif yang mulai muncul. "Aku pasti bisa. Ini semu
arui, ia mulai berdandan
-
senyumnya yang profesional, kembali berdiri di bawah sorotan lampu. Lagu d
bali melihat sosok yang tidak asing. Dimas. Pria dingin dengan j
ilan dengan tenang, meskipun pikirannya mulai bertanya-tanya. Kenapa pria itu
ruang ganti. Tapi sebelum ia sempat mel
jawabny
dengan ekspresi yang sama seperti sebel
ja melihat Anda tampil lagi malam ini. Anda s
asa canggung. "Terima kasih, Pak. Saya
saran. Kenapa Anda memilih jalur ini? Anda terlihat
encoba membaca maksud di balik tatapan tajamnya. Tapi ia
ngkin ini bukan tempat yang ideal untuk saya, tapi ini
a mengangguk pelan, lalu berkata, "Saya
ata-katanya tadi mengingatkan Rania pada tekadnya sendiri. M
atu yang berubah. Pertemuan dengan Dimas mungkin bukan sekadar kebetulan. Mungkin, untuk pertama kalinya, ada seseoran
menuju impiannya akan menjadi leb