icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

JANJI YANG TERPECAHKAN

Bab 5 Kebahagiaan Palsu

Jumlah Kata:1820    |    Dirilis Pada: 14/11/2024

buah rutinitas yang tidak lagi mampu menutupi kebingungannya. Ia melihat Laras setiap hari-senyumnya, caranya berbicara, bahkan cara ia menyentuh tangannya saat mer

alam hati seperti meledak begitu saja. Setiap pertemuan, meski singkat, memberi Arya semacam kebahagiaan yang ia rasa hilang sela

g yang lebih gelap-kebohongan yang ia sembunyikan dari Laras. Ia sadar bahwa apa yang ia rasakan bukanlah kebahagiaan sejati

idupan yang T

ingin tahu bagaimana harinya, kini tampak lebih tertutup. Ia lebih sering larut dalam pekerjaan, atau lebih memilih duduk diam, memandangi l

an. "Arya, akhir-akhir ini kamu tampak... agak jauh. Apa ada yang terjadi?" tanyan

terasa canggung. "Tidak ada, sayang. Aku hanya kelelahan

memilih untuk menahannya. Ia tidak ingin menjadi istri yang selalu curiga tanpa alasan yang jelas. Bagaimanapun, mereka sudah men

yang semakin tinggi antara dirinya dan suaminya. Walaupun Arya tidak mengungkapkan apa yang menggangg

kembali. Setiap kali mereka bertemu, Arya merasa seperti kembali ke masa lalu, saat dunia terasa lebih mudah, lebih ringan. May

berhadapan. Meja mereka hanya diterangi cahaya lampu temaram, mencip

esai," kata Maya, suaranya lembut, namun penuh makna. "Aku sering berpikir tentang kamu, tentang k

aran yang sama-perasaan yang dulu membuatnya jatuh cinta pada Maya. Semua alasan yang ia berikan

Apa yang kita inginkan dari ini?" tanya Arya,

bicarakan masa depan, kita hanya perlu menikmati saat ini. Kita berdua tahu, ini adalah k

adalah pelarian, bahwa ia seharusnya berada di rumah, di samping Laras. Namun, di hadapan Maya, semuany

gganggunya: Apa yang akan terjadi jika Laras tahu tentang ini? Apa yang

n yang Han

u bahwa ia telah memilih untuk menikmati kebahagiaan yang sesaat bersama Maya, ia juga tahu bahwa kebahagiaan itu adalah kebahagiaan palsu. Ia mencoba u

Arya berdiri di depan cermin, melihat refleksinya yang penuh kebingun

ar pelan, dan untuk sesaat, Arya merasa seolah semua

cuma tidak bisa tidur. Mungkin besok k

usan Arya untuk terus menyembunyikan perasaan dan kebohongannya hanya memperburuk sega

api ia juga merasa terjebak. Ia sudah memilih jalan yang salah, dan sekarang

sti-pilihan yang akan d

uk di meja makan, menyarungkan gelas kopi ke bibirnya, namun rasa pahit dari kopi itu tak sebanding dengan rasa sesak di dadanya. Laras duduk di had

n. "Kamu sudah ada janji hari ini?" tanyanya, berusaha membuka per

rapat di kantor. Mungkin malam nanti kita bisa makan di luar," jaw

tetapi ia memilih untuk menahan diri. Ia tidak ingin menjadi istri yang selalu mencurigai ta

kkan kegelisahan yang menghimpit. Sesampainya di kantor, Arya merasa lebih mudah untuk menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya, lebih mudah untuk mengen

dari kantor, Arya menda

Mau nggak kita bert

r-ujian terhadap komitmen dan perasaannya. Namun, keinginan untuk bertemu dengan Maya, untuk mera

gen. Malam ini? Di

esan itu. Ada kebahagiaan yang aneh-kebahagiaan yang

ahu bahwa Laras akan percaya, meskipun mungkin ia bisa merasakan ada yang janggal. Namun, untuk

yang tak mungkin dipenuhi. Maya tersenyum lebar begitu melihat Arya masuk. Senyum itu, senyum yang sudah begitu lama

, namun ada sesuatu dalam tatapannya yang tidak bisa

han yang semakin menggerogoti. "Aku tidak bisa menun

dengan pengertian. "Aku tahu kamu merasa seperti itu. Ak

erjalan terpisah, namun semua percakapan itu terasa seperti pelarian. Setiap kata, setiap taw

dunia hanya berputar untuk mereka berdua. Tidak ada Laras, tidak ada anak-anak, tidak ada tanggung jawa

ian di balik kebahagiaan itu-sebuah ketakutan yang perlahan muncul. Apa yang akan terjad

inya. Laras sudah tertidur, namun matanya yang terpejam tak bisa menyembunyikan perasaan yang ada d

Ia merasa seperti orang lain-bukan suami yang baik, bukan ayah yang penuh kasih, mela

memandang Arya dengan tatapan penuh keprihatinan. "Kamu pulang sangat larut," katanya p

u terasa sangat sulit. "Iya, sayang. Semua baik-baik

erkata bahwa suaminya sedang berjuang dengan sesuatu yang besar. Namun, Laras tidak tahu harus berbuat ap

u membuatmu khawatir," katanya pelan, namun kata-kata itu hanya memperburuk perasaannya. Ia tahu bahwa kebohongan ini tidak bisa bertahan lama. Ia tahu bahwa se

sti: semakin lama ia berlari

ambu

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka