ANTARA DUA CINTA
un, pikirannya melayang pada pertemuannya dengan Raka siang tadi. Ada rasa bersalah yang mulai menghantuinya, tapi perasaan lain, perasaan yang membuat jantungnya berdebar, jauh lebih m
a pun yang terjadi dalam benaknya. "Hari ini kamu kelihatan
n lagi banyak pikiran aja," jaw
t. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita sama aku,
dan ia tidak ingin melukai hatinya. Namun, percakapan singkat dengan Raka di taman tadi terus menghantuinya,
hatinya, ada kegelisahan yang terus menggerogoti. Ia selalu ingat pesan terakhir dari Raka-bahwa ia berhak untuk bahagia. Ka
ih bekerja, Lina tak sengaj
ak harus sering ketemu, tapi aku cu
lir setiap kali melihat namanya di layar. Meski ia tahu seharusny
a. Terima kasih
itu, pesan dari R
pengen bilang kalau aku masih di sini. Kalau kamu but
hubungan ini terus berjalan, suatu saat akan menimbulkan masalah. Namun, kehadiran Raka da
aca, seolah menambah beban di hatinya namun juga memberikan rasa yang ia cari selama ini. Ia tak pernah menyangka bahwa percakapan sederhan
, ketika Lina mencoba membalas pesan dari Raka di ponselnya, Arman tiba-tiba ma
gi kamu chat sampai senyum-senyum
ikan rasa gugupnya dengan tertawa kecil. "Oh, nggak kok, Mas.
senang kalau kamu bisa ngobrol sama teman lama. Kadang k
bersalah makin menguat. Menyimpan rahasia dari Arman terasa seperti duri yang terus
a belum siap melepaskan perasaan yang telah lama ia pendam. Rahasia itu kini mulai tersimpan dalam-dalam, memba
yenangkan dan membawa kembali kenangan masa lalu-kini mulai berubah menjadi beban yang menghantui setiap langkahnya. Setiap kali Arman menatapnya dengan
an sedang lembur, Lina men
arin. Masih ingat taman itu? Rasanya udah lam
aneh di hatinya. Meskipun ia tahu tidak seharu
aneh ya, bisa kembali ngobr
l-tentang mimpi, masa depan, dan kenangan-kenangan lama yang begitu membekas di hati. Dalam percakapan itu
erkejut dan buru-buru meletakkan ponsel ke meja samping. Arman ternyata sudah pulang lebih cepat dar
?" Arman mengerutkan dahi, mende
angka kamu pulang lebih cepat," jawab
ebih cepat. Aku pikir lebih baik pulang dan menghabiskan waktu sama
mengangguk. "Iya, Mas. Aku
tian Arman begitu tulus dan hangat. Arman selalu hadir dalam hidupnya, mendukungnya tanpa syarat,
r, merasa semakin bersalah. Hubungan mereka tidak pernah dilandasi kebohongan atau rahasia, dan ia merasa bimbang karena kini menyimpan se
mencoba melupakan Raka, ingatan tentang kenangan lama dan percakapan penuh gairah mereka kembali membanjiri pikirannya. Namun, ia ju
amun, bahkan dalam tidurnya, bayangan Raka dan tatapan penuh kasih sayang Arman terus menghantuinya. Rahasia yang ia sim
setiap langkah yang ia ambil membawa ia semakin dalam
ambu