RINDU DI BANGKU BELAKANG
ara dengan Rama di luar lingkungan kelas, apalagi dalam situasi kelompok kecil. Meski tujuannya adalah menyelesaikan tugas, ada ras
k sibuk menyiapkan meja untuk pertemuan kelompok mereka, sementara Ayu duduk diam, bermain-main d
rah di wajahnya, membawa ransel di bahunya. Riko menyu
tai dan percaya diri. Seolah tidak ada yang bisa membuatnya gelisah. Berbeda dengan Ayu, yang
il tersenyum, melambaikan tangan untuk menyuruh
sering berada dalam situasi kelompok di sekolah, pertemuan kali ini terasa berbeda. Ia terlalu sadar akan keb
ba mencairkan suasana. "Oke, sebelum kita mulai, kayaknya perlu ada pemecah suas
tuju padanya. Dia tersenyum kaku, merasa kikuk dengan perhatian yang ti
us dong kalau fokus. Tapi jangan terlalu tegang, ini cuma tugas,
nya rileks. Meski dia tahu itu mungkin hanya candaan biasa, Ayu menghargai usaha Rama. Setelah beb
Dita dengan nada tegas. "Ayu tadi udah bilang
apkan sedikit catatan, ia masih merasa gugup untuk memulai. Namun, ia tidak ingin terlihat r
okoh utama menghadapi banyak konflik internal saat dia mencoba memahami siapa
tatapan Rama, Riko, dan Dita terarah padanya. Tapi yang paling membuatnya gugup adalah perh
yang kuat. Aku suka cara kamu ngeliatnya dari perspektif tokoh
dibahas Ayu, dan untuk pertama kalinya, Ayu merasa bahwa suaranya diakui dalam diskusi kelompok ini.
encoba mencairkan suasana. "Oke, serius-serius begini, ada y
ngguk. "Iya, bentar. A
a tentang rencana liburan akhir tahun dan pertandingan futsal yang akan datang. Rama tampak antusias me
ama menoleh padanya. "
akan melibatkannya dalam percakapan santai seperti ini.
m. "Oh ya? Su
an hati-hati. Dia tidak terbiasa berbicara tentang h
kalau tebak-tebakan plotnya," jawab Rama dengan nada antusias.
itu lebih dari sekadar obrolan biasa. Hatinya tersentuh oleh cara Rama memperlakukannya-
uskan untuk menyusun kembali presentasi akhir di pertemuan berikutnya. Namun, bagi Ayu
-bayang sebagai gadis pendiam di bangku belakang. Mungkin, dengan perlahan, dia bisa mengenal Rama lebih jauh-bukan hanya sebagai sos
waktu berlalu lebih cepat dari yang ia duga. Suasana mulai lebih santai, dan tawa ringan terdengar dari Riko yang sedang ber
nnya seolah bersiap untuk pergi. "Oke, guys. Kayaknya aku harus pulang s
ke, Ram. Thanks ya udah datang, kit
mengatakan sesuatu-mungkin sekadar ucapan terima kasih karena Rama sudah mau bekerja sama dengan baik selama diskusi tadi. Tapi lida
iba berhenti dan menoleh ke arah Ayu. "Ayu,
mencoba terdenga
mu nggak keberatan, mungkin nanti kita bisa bahas lebih banyak lagi soal tema tugas kita
ng yang selama ini ia kagumi dari jauh, adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan. Apalagi Rama m
a kerja bareng kalian," jawab Ayu pelan, s
ng kini duduk dengan jantung berdebar. Ia menatap pintu yang baru saja tertu
h Rama pergi. "Aku kira dia bakal agak s
memang orangnya santai. Nggak her
emutar ulang percakapan tadi di kepalanya, mencoba mencerna setiap kata yang Rama ucapkan. Bagaimana mung
Ia tahu bahwa perasaannya pada Rama masih menjadi rahasia yang ia simpan rapat-rapat. Meski mereka sudah lebih banyak be
ungkin, hanya mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Mungkin ia tidak akan
ambu