Terjerat cinta sang Billionaire
afe kecil di tepi kota, menikmati kopi hangat sambil berbicara tentang masa depan. Suasana cafe
n itu hanya ber
iar, sensasi yang mengingatkannya pada masa-masa kelam di Rumah Kuning. Dia menoleh ke
tajam ke arah Mia, seolah-olah dia adalah seorang pemburu yang menemukan mangsanya. Leon segera menyadari peru
gin namun penuh otoritas. "Kau pi
n dirinya meskipun ketakutan menyelinap ke dalam hatinya. Leon segera be
kau pergi sekarang," kata Leon dengan tenan
siapa kau," katanya dengan suara rendah. "Leon, si billionaire
ya dengan suara yang keras meskipun ada getaran ketakutan di dalamnya.
mpu yang redup. "Kau pikir kau bisa kabur begitu saja? Kau milikku, Mia
an barang yang bisa kau klaim. Jika kau ingin berbicara, lakukan denga
apa tentang Mia. Tentang siapa dia sebenarnya, atau mengapa dia berakhir di Ruma
kkan keteguhan. "Mia adalah orang bebas,
ri dunia kita, Leon. Dunia yang kau bahkan tidak bisa bayangkan. Jik
suatu, sesuatu yang mungkin akan mengubah cara Leon melihatnya. Namun, dia j
n tegas. "Aku tidak akan kembali ke dunia gelapmu. Aku sudah c
ikir kau bisa bebas dariku, Mia?" Ia mendekat, dan Leon seg
a Leon, kali ini dengan nada yang lebih
aku akan pergi," katanya sambil tersenyum dingin. "Tapi ingat ini, Mia: kau tidak bi
ketegangan yang kental di udara. Mia menghela napas panjang, mencoba
aja?" tanya Leon
gira dia akan menemukan kita di sini," katanya. "Dia tidak akan berhenti, Leon. A
akan membiarkan dia menyakitimu," katanya dengan
api dia saja, Leon. Ini lebih dalam dari itu. Ada hal-hal yang mungkin k
semuanya padaku, Mia. Aku di sini untukmu
nnya. "Aku ingin percaya padamu, Leon," bisiknya. "Tapi aku takut... jika
ah terjadi di masa lalu. Yang aku pedulikan adalah siapa kau sekarang, dan
gan. Tapi di tengah semua itu, ada juga secercah harapan, bahwa mungkin, dengan
nginkannya. Dan itu berarti mereka harus bersiap untuk menghadapi perang yang lebih besar, pe
inya dalam waktu yang lama, dia merasa mungkin ada jalan keluar dari semua ini. Ta
engan tegas. "Mari ki
ya sedang kacau. "Jadi, apa rencananya?" tanya Mia akhirnya, mencoba mengalihkan pikirannya dari
erapa ide," jawabnya pelan, "tapi yang pertama, kita
? Arman punya mata-mata di mana-mana. Kalau kita
embunyi. Kita akan membuatnya berpikir kita sudah me
s. "Maksudmu, berp
egalanya. Kau tahu tempat-tempat Arman, kau tahu kebi
a mengangkatnya dan berbicara singkat dengan suara
a, merasa ada sesua
Leon cepat. "Dia sudah membawa beberapa anak buah
kin cepat. "Jadi, apa yang kita
ri sakunya-sebuah peta kota dengan beberapa tanda merah. "Kita pergi ke tempat-tempat ini, membuat
ide yang berbahaya, Leon," katanya. "Tap
at yang aku suka," balasnya. "A
ar. Mia merasakan adrenalin yang mengalir deras dalam tubuhnya-sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan sejak
n berpisah di tikungan berikutnya. Kau pergi ke kanan, aku ke kiri. Kit
ti-hati," katanya, meras
yarat penuh keyakinan. "Aku selalu hati-hati,
erapa orang yang memperhatikannya dari belakang, pasti anak buah Arman. Tapi Mi
memastikan tidak ada yang terlalu dekat. Ia melihat Leon di kejauhan, dan mereka salin
enalinnya memuncak, semakin yakin bahwa rencana ini mungkin berhasil. Namun, di tikungan menuju titik terakhir
tu dengan suara kasar, tangannya bergerak cepat k
nang. "Cuma mau jalan-jalan aja," ja
pala. "Sayangnya, bosku punya rencana la
n bergerak mendekat dengan cepat dari belakang pria itu, seperti bay
eorang," katanya sambil mundur
ketika tiba-tiba Leon datang dari belakang dan memukul leher pr
"Kita harus cepat," katanya dengan nafas tereng
sa darahnya berdegup kencang. "Bagaim
u. "Kita buat mereka lelah, dan kita cari k
sempit dan jalan-jalan yang gelap. Mereka
kan kembali, dan ketika dia datang lagi, mere
hasil," ujar Mia diantara n
," katanya mantap. "Karena ini satu-satunya cara kita