PETUALANGAN KE KOTA PARIS
rtemennya, membiarkan sinar matahari Paris menyapu wajahnya. Udara pagi itu sejuk, dan suasana di Montmartre mulai hidup dengan suara kehidupan sehari-har
mpinya. Langkah-langkah pertamanya di trotoar Montmartre terasa ringan, meskipun ada getaran perasaan tak menentu di dadanya. A
, setiap kafe, bahkan toko-toko kecil di pinggir jalan memancarkan pesona yang tidak bisa ia temukan di tempat lain. Rumah-rumah dengan balkon kecil yang dip
sejenak, menonton seorang pria tua dengan janggut putih lebat yang sibuk menggambar potret seorang gadis kecil yang duduk di bangku
rencana. Paris terasa seperti kota yang begitu luas namun intim pada saat yang sama. Set
reka. Terdengar suara obrolan dalam berbagai bahasa, bercampur dengan aroma roti panggang dan kopi yang keluar dari kafe-kafe kecil di sekitarn
gnya begitu indah, ada perasaan kosong yang masih mengintai di sudut hatinya. Pertanyaan besar yang berputar dalam
tatannya yang sudah lama ia bawa tetapi jarang ia tulis.
n sesuatu yang baru. Paris selalu terdengar seperti mimpi; mungkin kota i
membiarkan pikirannya melayang lebih jauh. Di Paris ini, di tengah keramaian dan seni yang mengelilinginya, ia merasa seolah-olah me
engenali pria dari malam sebelumnya-Julien, seniman yang tidak sengaja menumpahkan tehnya di kafe. Ia tamp
sembari menaruh secangkir kopi di mejanya. "Aku tidak menyangka kit
rannya. "Ya, pagi di sini luar biasa. Rasanya seperti ada en
sendiri untuk membuatmu merasa hidup-meski terkadang s
jujur, "Aku tidak yakin. Maksudku, kota in
h perhatian. "Tersesat? Di ko
nghantam tepat pada inti pikirannya. "Mu
tuk tersesat. Di sini, kita bisa belajar untuk menemukan kembali diri kita, terutama saat semuanya terasa k
n cara yang berbeda. Bukan sebagai pelarian, tapi sebagai kes
ng ke sini. Ada sesuatu di Paris yang membuatmu berpikir ulang tentang hidup, tentang cinta, tentang apa
a masing-masing. Elena mulai merasa lebih nyaman berbicara dengan Julien. Ada sesuatu tentang caranya berbicara yan
ecercah harapan bahwa perjalanannya di sini akan lebih dari sekadar pelarian. Paris, seperti yang Julien katakan, a
atahari pagi yang lembut memantul di jendela kafe, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman. Di
am. "Kenapa kamu memilih Paris? Maksudku, dari semua tempat di d
k kecil. Ada sesuatu tentang kota ini yang selalu membuatku penasaran. Mungkin karena semua ceri
ke sini beberapa tahun lalu dengan perasaan yang mirip. Paris memang punya cara untuk menarik orang-
ucapkan Julien semakin membuatnya merenung.
waban yang pasti. Yang aku pelajari adalah hidup tidak selalu memberikan jawaban dalam bentuk yang jelas. Terkadang
ku tidak akan pernah menemukan jawaban yang jelas. Aku ingin tahu apa yang harus kulakukan deng
ya caranya masing-masing untuk menghadapi perubahan. Mungkin, daripada mencari jawaban dengan terbu
aku harus berhenti memaksa diri mencari jawaban dan mulai menikmati perjal
aryanya mulai terbentuk. "Itu semangat yang bagus. Lal
punya rencana. Aku hanya ingin berjalan-j
a kalau aku tunjukkan tempat-tempat favoritku di Montmartre? Ada
ranya berbicara yang membuatnya merasa aman dan nyaman. "Baik
seniman-seniman jalanan melukis tanpa gangguan, dan ke toko buku kecil yang beraroma kayu tua, penuh dengan buku-buku klasik. Setiap tempat yang m
Dindingnya dipenuhi grafiti indah dengan warna-warna cerah, sebuah karya seni jalanan yang tampak hidup.
n warna yang menyatu di dinding. "Ini luar b
idup dari seni dan kebebasan. Seperti katamu, ini penuh kejutan. Tapi, apa ya
ang melihat keindahan dari luar, tetapi seseorang yang mulai masuk ke dalam denyut nadi kehidupan kota. Mungkin,
bangunan ikoniknya atau suasana romantisnya, tetapi juga dalam cara kota ini memberi r
ke seluruh kota. Menara Eiffel berdiri megah di kejauhan, menyala dengan cahaya emas ya
a pelan, memandang Julien. "Tapi aku rasa hari ini ada
"Paris sering melakukan itu pada orang.
ama kalinya sejak tiba di Paris, ia tidak lagi tersesat. Setidaknya, unt
ambu