Beri Kami Rumah
ng dengan inginku. Padahal aku sudah sholat istikharah dua kali dan hasilnya tetap sama. Semakin aku me
irku. Selama aku bersama-Mu, resah akan menjadi mudah, takut akan hilang dan khawatir berubah menjadi tenang. D
*
anku, masa depan yang masih semu dan tidak pernah ada dalam agenda pribadiku. Aku ingin pernikahan sekali seumur hidup. Untuk mencapai hal itu harus ada yang akan menerima dan mengerti
Paman Giyung, Giyung dan Pak Sul tampak kompak seperti siap tempur. Keluargaku juga turut hadir termasuk nenek k
a. Dia tinggal sendirian di rumah peninggalan orang tuanya di Kampung Batutas, kampung dimana sarat dengan ilmu pengetahuan dan religi. Oma sudah berusia 80 tahun lebih tapi masih bisa melak
, ada kekhawatiran yang ia sembunyikan di balik raut wajahnya. Namun, ia mencoba mengalihkan hal itu pada obrolan
mi ingin menjemput anak Bapak dan Ibu untuk menjadi bagian dari keluarga kami. Dengan kata lain kami dengan resmi melamar ananda Nada Alaira s
yang masih mengganjal di hati kami. Kami sangat ingin melihat anak kami menempuh pendidikan yang tinggi, mohon u
mu bersedia ikut dengan kami?" tany
an dan salah kata" ucapku dengan gugup. Aku terdiam menyimak isi hati dan pikiran. Aku melihat Giyung, dia
rannya" jawabku sa
ah..." ucap
mbahan dari saya" k
ak. Kesehariannya dihabiskan membaca buku dan duduk di depan laptop. Maka dari itu, ajari dan bimbinglah anak kami dengan pelan dan penuh kasih sayang sebagaimana kami telah mendidikny
bocorkan itu kepada keluargamu. Kebanyakan perpecahan terjadi bukan hanya pada pasangan i
tanya Paman Giyung. Kami semua m
Bapak dan Ibu untuk melakukan prosesi pernikahan selanjutnya ses
ngan keluargaku yang hadir di sana. Setelah itu, aku mengambil tas ransel yang berisi beberapa pakaian termasuk seragam kerjaku. Aku harus
mentara karena pendidikan atau pekerjaan, tapi kali ini hidup menetap di lingkungan baru dan asing. Memori masa kecil juga mengiang sepanjang l
semakin deras, dadaku semakin sesak dan jemariku bergetar. Giyung yang melihatku dari kaca spion sepertinya khawatir
*
satu rumah. Giyung mengambil tas ranselku dan membawanya masuk ke dalam salah satu kamar. Kata mereka aku sudah sampai di rumah baruku, rumah calon suamiku,
. Disana ada tiga kamar, dua kamar berfungsi sebagai tempat istirahat. Ada kamar mandi dan dapur yang cukup luas. Kekurangannya setiap kamar masih tidak berisi, hanya ada kasur di dalam kamarku. Tem
yang aku temukan satu orangpun. Alhasil aku menunggu di dalam kamar dan menghabiskan waktu bermain ponsel, menunggu ada orang y
l menunjuk-nunjuk ke arahku. Terhitung ada lima sampai e
dah jadi pengantin. Harusnya bantu-bantu kami di rumah m
i. Baru jadi pengantin udah mal
lain. Jadi, hak kami memberikan kamu perintah, men
ak orang yang sedang duduk mengobrol. Giyung juga ada di sana bersama Bu Anah, ibunya. Aku melihatnya, tapi dia mengalihkan pandangan ke arah ibunya. Selama aku disana bisa dibilang dia menyi