Pernikahan Berselimut Noda
ue
n yang baru saja kutelan, seakan hanya singgah sebentar di lambungku sebelum
rbilang muda ini, aku memang kera
ngan ekor matanya, sambil tanganny
perutku tiba-tiba terasa mual karena mencium aroma parfu
lagi, aku pun bergegas berkumur dan mengelap mulutku dengan selembar tissu.
baru saja tanganku terulur hendak meraih tan
," ucapnya dingin sembari sibuk me
telah itu kuturunkan perlahan diiringi
ulu," pamitn
aminya, namun kembali kuturunkan setelah melihat jika sepertinya Mas Wira
a, maklum baru satu bulan usianya. Sementara pernikaha
ang menghamiliku. Dia hanya korban di sini. Korban yang mau ti
kannya. Meskipun aku juga sebenarnya tak berharap untuk dinikahi oleh siapapun. Namun sikap keras papi yang seoran
a-tiba terngiang kembali. Papi yang sebelumnya memang sudah emosi setelah mengetah
termangu sembari memegang pipi yang baru saja ditampar oleh papi. Tidak
an bayi itu tumbuh di dalam rahim anak kita. Bayi
anak. Jadinya ya seperti itu. Pergaulan beb
am kamar setelah membantin
katakan sama mami siapa yang mengham
ng hancur lebur setelah mengetahui bahwa ada janin yang tum
h kualami. Sekaligus kemarahan papi yang membabi buta seakan lupa bahwa aku ini putrinya.
as Wira digelar dengan sangat mewah. Dihadi
menikahiku, meskipun dengan keterpaksaan. Sementara orang tuanya tidak mengetahui perihal masalah
ar kamar dan bergegas menuruni anak tangga. Kudapati mama m
ari belakang, bawain tasnya. Jangan ndekem aja
u, lalu kembali be
ah terlihat dari wajah beliau yang
mbil pusing. Ya seperti sikap lelaki pa
yata mama mengikut
lagi disimpan di kulkas!" perintah mama lagi sembari menunjuk plastik berisi daging ayam y
n geli sebenarnya. Aku yang di rumah orang tuaku bak tuan putri, tak pernah memegang pek
a, tiga malah. Namun entah kenapa mama Mas Wira lebih suka jika ak
*
erbaring di ranjang sembari meluruskan kaki. Melon
ngin. Karena pemiliknya menolak untuk menidurinya setelah aku datang ke kamar
a berdering. Ibuk
pernah menghubungi mami selama di
na. Pasti sibuk menahan tangis. Mami memang s
a, kan?] sahutku tanpa menjawa
aja nggak ada papi di rumah. Papi baru aja
kut, sementara papi tak ingin melihat wajahku. Jijik mungkin, karena aibku telah men
kamu, kalo mau main ke s
sama Mas Wira dulu, ya?] sahutku
*
kan tingkah. Penganten baru itu pamali keluar-keluar. Kenapa? udah nggak betah kamu tinggal di rumah ini?" Semburan mama
ar. Jika tidak menghargai karena beliau adalah mertuaku, pas
setuju dengan kemauanmu. Kamu
eleng. "B
an, aku memang akan langsung meminta izin pada suamiku setelah ini. Bu