PERTEMUAN TERAKHIR
emakin pilu didengar. Kulihat ia begitu kes
i dengan keadaan bapak. Walau aku juga sebenarnya tak membawa uang banyak namun aku ingin bapa
dulu sebentar ya." Ia malah menunj
anggil b
Pa
intanya dengan suara lirih dan pandangan yang- kosong, lalu
engan
i maaf, rumah bapak sederhana begini, pasti berbeda jauh dengan
gal sendirian selama ini? Sejak kapan? Dan..ke
yaan-pertanyaan yang sejak
. Pandangannya seperti mengawa
adaan bapak Git, mungkin ini karma yang harus bapak tanggung karena dulu menyia-nyiakan kamu dan ibumu.." m
nnya bapak menikah denga
ilih...uhukk, uhukk" kembali ucapan ba
skan harta milik bapak?!" tany
usan dengannya, abaikan dia kalau suatu hari dia datang! Abaikan, abaikan!" ada penekanan berulang yang bapak ucapkan, m
p mulutnya. Setelah batuknya mereda, ia mencoba menyembunyikan bekas tissue-nya da
antar ke Rumah Sakit! Aku pergi dulu ya!" gegas aku langsung keluar kamar bapak, tak kuhiraukan panggilan bapak yang henda
alan ke rumah Tante Marti, "biarlah, aku bisa bertanya
mah tante Marti dan Tini, aku sudah dapatkan gambarannya le
enerima perlakuan bapak, yang saat itu tergila-gila pada Risna, sosok janda kem
agi dalam benak, tak pernah bisa kulupakan me
u yang masih berumur tujuh tahun, mengintipnya dari balik dinding yang memisahkan antara ruang tamu, dengan ruang kel
ngisnya bertanya dengan lirih, mereka duduk berhadapan di ruang tam
ya memberikan pulpen agar
ngin kita ce
mu bicara terus terang kenapa mau
ta hanya sebuah perjodohan, tidak ada cinta diantara k
upun tak ada cinta, tapi cinta akan tumbuh semakin lamanya usia pernikahan, apalagi kita sudah punya anak! Anggita mas, Anggita, pikirkan dia! Kasihan dia
ataku jatuh perlahan, hingga tetesannya mengenai boneka panda dalam pelukanku. Aku terduduk dan bersanda
, matanya sejenak melirik kearah ruang tamu, tempat i
ngkuhannya. Bi Imah lantas menggendongku, membawaku k
iku. Asisten rumah tangga yang sudah ada sejak aku lahir
mah sudah berusaha banyak
h ya?" tanyaku polos. Tak kuden
il, ayo, kita main saja. Non bosan ya sama dongeng Bibi? Hmmm kalo gitu, kita main boneka aja y
ah, bibi ikut siapa? Bibi ik
, sudah..sudah...jangan ngomong begitu terus, bapak dan ibu cuma berdebat keci
kin tak harmonis, mereka sudah jarang bersama-sama, jika hari libur sekolahku sebelum-sebelumnya diisi
rta ibu. Rupanya bapak mengajak aku untuk dikenalkan deng
berikutnya, dipenuhi perde
sama Risna. Wanita seksi nan menor
erai kan?!" katanya ketus pada ibuku. Aku saa
membela diri. "Kamu sendiri ngapain ada disini?! Ini rumahku dan suamiku
Huh, apa kamu tak punya kaca? Mana cocok kamu menyandang gelar jadi Nyonya Anggoro?! Tamp
ante Risna, memaksanya keluar dari rumah, namun Bapak yang bar
enarik tangan ibu agar terl
lah membela tante Risna. "Aku yang membawanya kesini! Ini rumahku, jadi aku berhak membawa siapapun kesini! Kalau kau ta
ar sana nanti? Mas memasukkan wanit
KU!" bentak
ah ini!" ancam ibu. Ibu mungkin berharap bapak akan me
sih bertahan di sini? Justru orang-orang di luar sana yang heran, sudah cera
alik dinding tempat aku mengintip, lalu be
rmu!" perintah bapak melihat aku yang
kut ibu! Huhuuhu" sambil
uku itu tergopoh menghampiri, lalu membujukku agar ikut dengannya, tapi aku tak ma
rgi sekarang juga!" perintah ibu yang disahuti Bi Imah dengan nelangsa."Nyony
amiku sudah menyuruhku pe
egah Nyonya, ini sudah malam Tuan, mereka mau kemana?
san majikan! Sudah sana kembali ke dapur!" dengan ketu
tapi Bapak yang sejak tadi tangannya s
anya baju dibadan. Malam itu, Ibu membawaku pergi. Dari rumah besar dan mewah