CALON MERTUAKU
ng menunggu kedatangan speed boat. Iya, satu-satunya alat transportasi menuju kampung Bang Angga. T
rjalan. Kupikir akan mabok laut ternyata tidak. Nakhkoda berhasil membawa speed sesuai
Teringat dengan pesan Om Andi agar tidak menerima sembarang makanan. Namun,
Pulau Sa
ngan alis hampir menyatu. S
Terpaksa aku berbohong. Aku malas menceritaka
itar mungkin satu jam. Nah, selesai kamu berkunjung pulang aja, Dek, pulang. Itu saran Ibu, sepertinya kamu orang kota. Kelihatan dari gayanya." I
" Aku semaki
Pulau Sagu juga belum semua kena bantuan pemerintah. S
, Bu?" Aduh, kok, aku makin s
bang dengan isi perutn
ga percaya sama yang beginian. Namun, demi menjaga per
ahku akhirnya sampai juga. Dari dalam speed aku melihat ada pelabuhan dari kayu-kayu keras
a, Nak. Bahaya, tapi baiknya kamu pulang hari aja. Soalnya speed boat ke Pulau
, dan masih aja membuat masyarakat ketakutan. Please, hantu itu datang kalau kita ketaku
tu demi satu penumpang kembali ke desa mereka. Lalu hanya tinggal aku sendiri
tanya Abang berkulit hitam
, Ba
ari apa
h, nginap
ya bertaut sep
, Ba
ulau Sagu, ye. Jangan asal cakap dengan orang, jangan asal nak terime makanan. Lagi elok kalau a
asih." Daripada dia
u lihat di sebuah papan kayu sederhana, bertuliskan 'Selamat Datang di Desa P
enumpang?" Entah kena
Dik. Kalau Adik nak balik hari, Abang t
at hari." Suara seorang laki-laki membuatku menoleh. Setelah mendengar ka
yang mengatakan aku calon mantu, tapi aku heran m
Diana," ucap
yang aku tangkap. Kalau ini Om Andi yang berusia 60 tahun seper
da mobil kamu jumpa seperti di kota tempat kamu tinggal. Barang-barang biar Om bawa di depan,
seperti sorot mata Bang Angga. Kemudian
keluaran tahun lama. Setelah menempatkan tasku di depan, calon mert
Om?" Aku sudah
sa, itu pun jauh, Nora." Eh, kenapa Om
ndah." Aku berbicara agak keras karena
il dengan kata Nora. Terlihat lebih cantik dan anggun seperti bang
, astaga, kenapa denganku? Aku nggak boleh salah tuju
h-rumah kayu di atas, apa, sih, namanya, aku tidak terlalu paham. Mungkin sungai atau la
jalannya sendiri tidak terlalu bagus. Setiap kali berpapasan dengan warga desa yang sangat sunyi
kuburan Angga. Karena di sini kalau malam sangat gelap, beda dengan di ko
ya aja." Aku agak tidak fam
sudah anjlok. Saya juga punya kebun sagu dan beberapa kebun lainnya. Rencana akan saya wariskan pada Angga d
Gaya lebih matang dan dewasa. Ada sosok yang bisa mengayomi seperti bosku di kantor. Tata bahasanya juga aku t
erhentikan motor di sebuah rumah kayu tingkat dua sangat besar, dan dibagian bawah seperti ad
rang mendominasi sekeliling rumah. Aku hanya bisa ber wow saja. Kalau di kota membangun rumah sebesar ini bisa habis milyaran.
mandi di dekat dapur. Dapur ada di belakang. Kamar saya sendiri sebelum dapur." Om Andi lelaki berusi
at lemari aku melihat ada foto mereka berempat. Om Andi dengan istrinya, lalu Bang Angga dan Anton.
inggal sebelah matanya menangis, sebelahnya lagi mencari calon istri baru. Tanah kuburan masih
telinga. Jendela kayu di kamar Bang Angga terbanting dan membuatku semakin
a saat gelap gulita seperti ini aku teringat dengan hantu polong. Ah, t
perti melihat sebuah benda terbang melesat tiba-tiba begitu saja di depan mataku. Duh,
et. Untung saja itu suara Om Andi
darnya, Nora." Om Andi menghidupkan
sih,
rtinya kedatanganku merepotkan lelaki berusia 60 tahun ini. Aku pun keluar.
erbuka kalau sudah senja, Nora." Di
ya? Indah dikasih tahu gitu."
gerikan daripada hantu. Manusia kalau sudah terjerat nafsu bisa berbuat ap
as. Astaga perasaan seperti apa ini.
ambun