Istri Yang Di Jual Suami
n itu telah menunjukkan pukul 07:30 wib. Semburat j
rn, dengan tirai berwarna krem yang menjulang tinggi, di tambah dengan lampu remang - remang yang menambah
diri setelah aktifitas panas yang telah ia lakukan dengan seorang wanita yang bahkan sama sekali tak ia kenali sebelumnya itu. Bukan hal aneh untuk pria seperti dirinya itu, yang kerap kali menikmati kegiatan panas tersebut dengan bermodalkan uang dan juga ketampanan yang ia miliki. Tak jarang justru para gadis itu lah yang te
m rambut cepak berwarna hitam pekat dan hidung mancung serta berahang tegas, otot-oto
u halus yang menghiasi
langsung meraih sebuah alat yang tertempel di tembok.
h ia jelajahi. Namun, ia cuek saja dan seakan tak peduli. Dengan masih membelakangi ny
ihat kau bukan lagi seorang gadis yang polos!" hardiknya kesal, pria berotot kekar itu pun berjalan melewatinya dengan handuk putih yang melilit di p
" Audrey membatin seraya dengan t
i pakai saja!" bentaknya tanpa menoleh lagi pada Audrey yang masih te
tak betah berada disini."
masih untung aku memberikan bayaran yang lumayan. Jadi, cukup! Tak usah sok polos, hm karena aku tak tau dengan berapa pulu
a ini karena terpaksa!" teriak Audrey dengan suara yang
sepertimu. Menjual tubuhnya hanya demi uang, untuk memenuhi gaya hidup
itu." Jawab Audrey dengan mata yang menyala-nyala hatinya berontak tak terima de
luar nalar!" Ia pun hanya mencebikan bibirnya seraya kembali melirik Audrey dan memandangnya sebelah mata, melihat wanita itu tak
aan seperti itu. Dengan dada yang naik turun, nafasnya masih tersengal-sengal menahan emosi. Marah pada pria itu, pada d
patkan mu malam tadi, dan kamu pun telah mendapatkan uang yang banyak dariku. Jadi, sekarang pergilah, jangan sisakan apapun di sini. Dan, ingat mulai detik ini kita memang tidak pernah
an katakan," ucap Audrey kepada pria yang
an Razel Winata pemilik perusahaan besar yang bergerak di bidang bisnis food and fashion. Yaitu Nata corp. Pria single berusia 32 tahun itu adalah seorang
segera ia kenakan kembali. Sebelum Alby muncul kembali di hadapannya, karena ia tak ingin melihat wajah
otornya dirinya saat itu. Namun, Audrey hanya bisa untuk memejamkan sejenak matanya dan mene
tangannya yang berlomba untuk kembali menyeka air mata di kedua belah pipinya itu. Ia pun segera meraih tas miliknya di atas sofa untu
asaan yang sangat pilu. Rasa di dalam dadanya sangat sesak perasaannya terasa kian terc
ah, dan tak bisa hentikan lagi. Hingga ia tiba di ujung halam