Pesona Pelakor Kesayangan Boss
akan handuk putih sebagai penutup tubuh bagian bawahnya. Satu tangannya lagi sibuk
at dengan baik tentang piyama itu. Piyama itu berpasangan, di mana salah satunya dipakai oleh Viola. Pakaian itu menjadi saksi saat m
kemudian memasukkan kembali benda itu ke dalam sana. Evan mengedarkan pandangannya ke deretan baju tidur miliknya. Piliha
tu karena Evan tidak mau memakai baju yang sudah dipilihkan. Lelaki itu bersikap sangat santai, seola
di istri yang baik buat kamu, tetapi saat aku berusaha menjalankan semua kewajibanku kamu
ngan gerakan santai, dia membuka piring yang tertelu
mberi kamu waktu, tetapi kamu justru datang di saat hati saya sudah mul
. Wajar kalau itu membuatmu kecewa. Tapi kali ini saja, aku ingin membuktikan padamu kalau aku benar-benar
enatap Viola sejenak. Tatapan yang begitu teduh, tetapi hampa. Buk
amu memang benar berubah, tanpa kamu memaksa saya untuk bersikap seperti dulu. Semua yang
asakan Viola tidak karuan. Kalau dibandingkan dengan masakan Jihan, jelas tidak sebanding. Tapi Evan
ip
reka naik ke atas ranjang bersama-sama. Evan memiringkan tubuhnya, membelakangi wanita itu. Pikirannya sekarang
kuku panjang berpoleskan pewarna merah maroon. Milik Viola. Bersamaan dengan itu, tubuh keduanya saling menempel. Ev
n Evan tetap diam. Jemari wanita itu perlahan membuka satu per satu kancing piyama suaminya. Setelah berhasil, telapak tangan halus Viola mulai
n? Apa aku salah kalau aku ingin menyentuh suamik
g. Mungkin ini memang jalan Tuhan untuk menyatukan mereka kembali. Dalam ingatan Evan, dia memandangi kaca dengan bayangan Jihan dengan tatapan penuh cinta. Di tangannya, a
a sekali lagi membuka hati untuk Viola. Maafkan saya, Sayang." Evan ber
dengan lembut. Merengkuh tubuh itu ke
i awal. Saya akan berusaha untuk membuka kembali pintu hati saya untuk kamu." Evan mengucapkan kalimat itu dengan ragu. Jauh di dalam l
lau kamu bersikap seperti ini. Aku m
p, hingga lelaki itu memajukan wajahnya perlahan. Evan menyapa bibir Viola dengan bibirnya. Viola se
dengan lelaki itu. Dia tampak sangat menikmati setiap gerakan yang dilakukan oleh istrinya. Keduanya mendesah, saling memanggil nama masing-masing. Hingga
sama lain dalam satu selimut yang sama. Seketika bayangan Jihan muncul. Evan langsung turun dari tempat tidur, dan melangkah cepat ke kamar mandi. Lelaki itu segera me
Saya tahu ini egois, tetapi sungguh, saya tidak ingin kehilangan Jihan." Evan berucap dalam hati. Tatapannya menuju ke arah cermin