Enough Me
anak teman ayah juga sekolah
ak p
u punya t
cari sen
nta Pak Niko penasaran dan ingin menden
cari teman
itu, yang te
ir apa dia salah bicara sampai-sampai a
senyum Pak Niko kala mendeng
i motor klasik Honda kalong, sedangkan Fian melangkah tergesa-gesa memasukk
dis. Setelah keputusan pengadilan juga dengan hak asuh yang dia emban, kini Pa
di kota biasanya Fian berangkat dengan angkot atau minibus, tapi kali ini menjadi pengalaman baru juga pertama kalinya dia sekolah diantar ayah. Apalagi
lebih lama berdekatan dengan Fian, tentu saja ke
a lalu tiba-tiba pindah ke desa. Hal itu pastinya membuat Fian merasa asing, bahkan untuk hidup di desa saja waktu itu Pak Niko sempat ragu Fian bisa
mm
n seperti itu saja Pa
u ingin seora
eorang wanita menyapanya. "Nik, mampir!" Sembari memegangi
i dengan ayahnya sampai-sampai meminta untuk mampir. Pakaian das
-kapan
panggil 'Ning' oleh ayah tadi. Terlihat dari spion motor, Pak Ni
ng tadi, yang benar saja ayah sudah mulai berencana mendatangkan ibu baru untuk Fian. Seorang laki-laki menghampirinya, kemudian d
, Fi
ah. Udah ayo, keb
alan dan tetap mengendara motor dengan kecepatan yang sama. Motor tua tidak bisa aja
usimnya ditanami padi. Semilir angin yang menerbangkan anak rambut Fian membuat perasaannya merasa tenan
raan dan bunyi klakson, kini terasa lebih tentram. Fian merasa inilah ke
nenek ada sepe
memberi pertanyaan ulang, karena h
a-apa, ta
naikinya." Pak Niko menebak Fian akan me
epeda, hal kecil seperti makan
gatakan hal itu, bisa saja Fian tersinggung. Dia merutuki ucapannya sendiri, padahal baru tadi dia merasa dekat dengan sang putri. Dia berjanji pa
*
n nyaman tersendiri. Tidak jauh dari tempat Fian duduk, gerobolan siswa dan siswi sedang mengobrol, sesekali mereka j
segerombolan. Dia hanya menunduk dan sangat fokus dengan sebuah buku di tangannya. Terlihat ti
an Banjar dari keluarga Pasar, sekaligus anak dari juragan desa. Selain terkenal dingin,
uk mengobrol, akan tetapi dia lebih memilih untuk menjadi
kan oleh teman-temannya dan merasa iba. Sebab, dulu dia juga pernah merasakan hal itu. Namu
dari mana Fian berkata seperti itu, dia merasa tidak ingin oran
kaian tambahan jas yang berlalu lalang. Fian pikir itu adalah OSIS yang akan mendampingi masa orientasi merek
dua dicoba.
u. Sedangkan, anak-anak lainnya mereka masih sibuk mengobrol dan terlihat acuh menurut Fian. Padahal sebenarnya, mem
at Fian melihat wajahnya, dia melihat sebuah coklat dengan kertas kecil dan