Restu yang Kusesali
ti setiap sentuhan dan cumbuannya. Dia merasa menang padahal ini baru hari pertama mereka menika
ustru Sam yang kini kewalahan. Tak sia-sia Puspita mengikuti saran sepupunya itu untuk mengonsum
erhitungkan semuanya. Karena sejak awal tujuan dia adalah uang dan memang itu yang ditawarkan dalam kesepakatan, Puspita tak mau
ungan ranjang. Sebagai gantinya dia meminta bagian. Mereka pikir, tak ada salahnya semua ini dilakukan, toh ini halal. Apalagi yan
Vio benar-benar sudah termasuk pengkhianatan, Sam tak mau itu terjadi. Dia segera memungut pakaiannya yang ber
, di tempatnya Puspita hanya tersenyum. Dia merasa bangga d
*
n, jika Sam boleh menyamakan, Puspita dan Vio sama-sama berhasil memuaskan. Setelah kurang lebih tujuh bulan Sam tak mera
ah biasanya. Dia lebih banyak diam dan pasrah menerima semua perlakuan Sam, dan Sam yang harus bekerja keras demi memuaskan i
pita yang lihai mengapa rasanya seperti sudah terbiasa? Tapi, semalam Sam
a di kamar Puspita, itu hanya membuatnya semakin heran dan perlahan rasa kagum bisa saja muncul di hati
cukup lam
ya Vio berada di dalam entah sejak kapan. Den
i jalan-jalan?" ta
it, membalikkan tubuhnya ke arah jendela.
pan kepalanya itu di bahu kanan Vio. "Aku i
n suaminya perlahan lantas beranjak me
enyisir dan mengisi sedikit alisnya, membaurkan eyeshadow tipis tak lupa juga dengan eyeliner serta mascara di m
. "Tunggu sebentar, aku mandi dulu," sambungnya kemudian.
inya itu sampai lupa jika ada kunjungan ke dok
g dibiarkannya tergerai. Selesai merias wajah dan menata
ss khusus ibu hamil. Wanita itu segera membuka lemarinya, mencari-cari keberadaan dress yang hendak dipakainya. Namun, V
ngah, Vio bertemu Puspita yang tengah duduk santai di sofa dengan segelas jus berwarna hijau yang Vio teka
engan nada bicara santai yang
ya!" pinta Vio seray
asih terdengar olehnya.
ikapnya, cara bicaranya, dan kejadian tadi benar-benar mengganggu hati juga pikiran ibu hamil it
u dan menghilang di balik dinding. Sebetulnya itu hanya untuk bersembunyi. Diperhatikannya
luan disusul oleh Puspita. Hingga pintu
masuk ke dalam kamar, menempelkan telinga pada dinding pemisah antara kamar mereka, mempertajam p
lirih itu kecuali di depannya. Namun, kali ini di depan Pusp
yan
di ruang binatu. Dia bergegas mencari pakaian yang hendak dipakainya saat itu
a. Vio berjalan cepat
ke mana. Ayo, a
ntar. Aku tinggal
ya rapat, Puspita mendekat. Dia peluk Sam dengan erat. Pria itu mencoba menepis tapi bayang