WANITA UNTUK MANUSIA BUAS
a beberapa buah dan dua ekor kelinci besar yang gemuk, kemudia
kku?" tany
i perintah dengan ekspresi datar mas
ulangi mengikuti perkataan pemud
, ''Makan,'' ujar pemuda itu
makan buah-buahan, ''Aku sangat lapar... Terima kasih sekali lagi,'
tu memang sudah sifatnya yang easy going, dia cukup stres kemarin, tapi sekarang dia harus
, tapi kau sama sekali tidak melirik kelinci
arena tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pemuda itu. Mau tidak
pemuda itu lagi, ''Makan ini?'' tanya pemuda itu sambil menun
n kata demi kata, putus-putus,
tersenyum, ''Maksudnya makan itu?!'' seru Anindira bertanya dengan menegaskan
n, ''Bukankah itu masih mentah?! '' seru Anind
. Kali ini, Anindira menunjukkan reaksi sedikit berbeda
ya Anindira heran, dia mengernyitkan dahi sambil membuat
, lalu mengeluarkan batu pipih. Segera setelah itu, dia
iasa dengan hal-hal seperti itu, selama ini Anindira rajin membantu ibu dan neneknya di dapur. Selain itu, dia juga
kelinci, pemuda itu men
hatnya, refleks, tubuh Anindira sedikit mundur ke b
Anindira bertanya dengan wajah yang menu
pemuda itu salah dalam memahaminya, dia ke
refleks bergerak cepat menghentikan tangan pemuda it
wajah sedikit terlihat marah, ''Jangan di buang, 'kan sayang!'' seru
a itu, dia tidak suka melihat perl
?! Kau tidak memakanny
annya, sudah begitu, Anindira juga sangat
anya Anindira dengan tegas, ''Kau menangkapnya, itu artinya kau ingin memakannya... kau tidak akan member
u dengan mudahnya membuang bahan makana
tindakan dari kedua belah pihak. Mencoba meraba-raba dan meneliti dari beberapa tindakan mereka sebe
mengalah, ''Aku tidak makan daging mentah... '' u
da api!... Kau bisa membuat api?'' seru Anindira bertanya,
tak disangka, dua hari semenjak dia bersama Anindira, dia selalu saja te
untuk bijak melihat tindakan Anindira.
ak, alisnya terangkat, a
sikap dinginnya selama ini, ''Kalian wanita tidak suka makan daging mentah... Ak
n pipih. Pemuda itu menghentakkan dua batu itu bersamaan. Dari hentakan dua batu itu kemudian te
tawa aneh kembali terlihat di wajahnya yang sudah konyol, ''Tuan, kau pintar... '' ujar Anindira tersenyum gembira ka
lagi dia bicara dengan cara mendikte sambil menaha
a pemuda itu, dia tadi turun untuk menyiapkan api unggun. Saat membawa Anindira turun, api sudah siap di bawah. Dia kemudian mengambil dua ekor kelinci yang dibungkus daun yang lebar mirip d
a dirinya, ''Halvir... A-ku... Halvir... '' ujar p
dira menjawab, kemudian me
'Kau?!'' seru Halvir bertanya,
...'' ujar Anindira sambi
ng mereka, sampai akhirnya daging kelinci pun matang dan siap di santap. Rasanya hambar tapi tetap ena
rasanya tidak buruk... masih layak makan, apa lagi di tempat seperti ini,'' ujar Anindira
oma kayu bakar dan daun yang membungkusnya. Walau punya
ging yang aku masak untukmu. Itu bagus... Kau tidak akan kelaparan kalau begitu,'' ujar Halvir menangga