Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Barang selanjutnya yang akan kami lelang berhasil menggemparkan dunia perhiasan.” Sang pembawa acara mengeluarkan senyum misteriusnya lalu menyingkir dari tengah panggung.
Lima detik kemudian seorang wanita keluar dari sudut panggung dengan peti kaca berisi kalung dengan liontin berlian biru besar. Rantai kalung itu dihiasi berlian putih yang lebih kecil. Siapa pun yang melihatnya bisa tahu kalau kalung ini akan mencapai harga fantastis. Sang pembawa acara kembali berjalan ke tengah panggung, menatap orang-orang yang sibuk mengagumi kalung itu. Dia berdeham.
“Saya akan membuka harga untuk kalung yang sangat cantik ini seharga 500 juta.”
Terdengar kasak-kusuk suara sebelum seorang wanita bergaun merah ketat dengan topeng yang juga berwarna merah mengangkat papan nomornya lalu berkata, “700 juta.”
Sang pembawa acara tersenyum. “700 juta satu, 700 juta dua, tujuh ra—“
“750 juta,” potong seorang pria botak berjas hitam dan kemeja putih.
Pembawa acara itu menepuk tangannya sekali. “750 juta. Ada yang ingin menawar harga lebih tinggi lagi?”
Terjadilah pertengkaran harga antara si wanita bergaun merah dan si pria berkepala botak. William memperhatikan mereka dalam diam. Tidak tertarik. Pikirannya melayang ke seseorang. Seorang perempuan yang berhasil merebut hatinya dan menghancurkannya dengan berkeping-keping. Kalau saja perempuan itu tidak memutuskan hubungan mereka, William pasti akan mengangkat papan nomornya dan menawarkan harga paling tinggi hingga tidak ada siapa pun yang bisa mengalahkannya. William dapat membayangkan bagaimana penampilan mantan kekasihnya ketika memakai kalung tersebut.
Mata William terpejam selagi bayangan sang mantan kekasih muncul. Saat helai demi helai pirangnya tertiup angin hingga berantakan. Senyumnya yang menampilkan deretan gigi putih dan rapi. Mata biru yang selalu menatap William penuh cinta, yang mungkin tidak akan pernah sama lagi. William membayangkan kalung itu bertengger manis di leher jenjang miliknya. Bagaimana kalung itu menyatu bersama rambut pirang miliknya. Indah. Bibir William terangkat sedikit kala membayangkan hal yang tidak akan pernah terjadi.
Lamunan William buyar saat ketukan palu terdengar. Pada akhirnya wanita bergaun merah yang memenangkan pertengkaran merebutkan kalung berlapiskan berlian itu dengan harga lima miliar. William bisa membelinya dengan harga sepuluh miliar.
Seratus miliar pun sanggup aku beli.
Wanita yang tadi membawa keluar peti kaca itu kembali untuk menyimpan kalung hingga akhirnya sampai ke tangan si wanita bergaun merah. Sang pembawa acara mengoceh di tengah panggung. Tentang betapa menyenangkannya malam ini. Banyaknya barang-barang antik dan mewah. Namun, William tidak mendengarkan semua itu. Dia ingin acara ini segera berakhir dan pulang ke rumah. Harapannya tidak terkabul karena sang pembawa acara berkata kalau masih ada satu barang terakhir. Barang yang katanya dapat membuat mata semua orang yang ada di ruangan tertutup ini melotot.
Kali ini dua orang pria mendorong sesuatu yang ditutup oleh kain hitam dan diletakkan di tengah ruangan. Melihat peti kaca yang digunakan amat besar, William menebak kalau barang yang satu ini adalah patung. Pikirannya berkelana, sehebat apa sebuah patung hingga membuat semua orang melotot? Menurutnya, patung apa pun bentuknya tetaplah sama. Pajangan. Tidak bisa dibawa pergi ke mana pun. Tidak bisa dipamerkan setiap saat. Hanya benda mati besar yang diletakkan di tengah ruangan atau di taman dan terkadang menjadi menyeramkan saat malam hari. William tidak tertarik. Dia berniat untuk pergi sebelum acaranya selesai, tetapi niatnya hilang begitu kain hitam itu disingkap.
Sang pembawa acara benar. Semua mata orang yang ada di sana membulat dengan sempurna. Yang berada di dalam peti kaca tertutup kain itu bukanlah patung seperti yang William pikirkan sebelumnya. Di sana ada manusia. Manusia sungguhan. Perempuan. Dengan gaun hitam ketat yang menempel erat di tubuhnya, sepatu hak tinggi bertali yang juga berwarna hitam, dan sebuah kalung murahan yang melingkari lehernya. Rambut cokelat keemasan perempuan itu dikepang dan disampirkan ke bahu kanannya. Sebuah topeng kecil berwarna hitam bertengger manis di wajahnya. Semua orang tahu apa yang akan terjadi padanya saat berhasil terjual. Sang pembawa acara membuka harga sebesar 25 miliar untuk perempuan itu, yang berdiri tanpa berbicara apa pun.